Bab 14. Pertemuanku Dengan Rana

13.2K 1.8K 592
                                    

[Kak, aku mau bertemu.]

Satu pesan singkat dari Rana membuat jantungku berdebar kencang. Firasatku mengatakan, ini pasti ada hubungannya dengan Rava. Atau mungkin soal kehamilannya?

[Ke rumahku aja, Ran.]

Aku menjawab singkat. Tak berapa lama kemudian, Rana membalas ...

[Jangan, Kak. Di rumah ada Mamanya Kak Rava sama Umminya Kak Yasmin, kan? Aku mau, kita ngobrol empat mata.]

Aku membalas lagi ...

[Nggak ada, kok. Mereka dan anak-anak lagi diajak ke puncak sama Tante Sofiya. Di rumah cuma ada aku sama Emmir. Bibi udah pulang. Mas Rava ngantor. Kamu ke sini aja, ya. Aku tunggu.]

Rana membalas ...

[Oke, Kak. Aku berangkat ke sana sekarang.]

Setelah membaca pesannya, aku meletakkan Hp di atas nakas lalu bangkit dari kasur untuk berganti pakaian. Selesai berganti pakaian, aku memakai bedak dan lipstik, lalu duduk di tepian kasur untuk memastikan pospak Emmir masih kering. Lalu kugendong bayi itu dan kutidurkan di stroller agar bisa dibawa kemana-mana.

Setengah jam kemudian Rana datang dengan wajah yang tidak enak dilihat. "Assalamu'alaikum, Kak." Senyumannya tampak dipaksakan.

"Wa'alaikumsalam, Ran. Ayo, masuk." Aku membuka pintu lalu duduk di sofa. "Ada apa? Tumben mau ke sini? Biasanya kamu sibuk pemotretan," sindirku yang langsung ditanggapi dengan senyuman canggung.

"A--aku ..." Dia berkata gugup sambil meremas ujung jilbab putihnya. "Aku mau memberitahu Kak Yasmin sesuatu."

"Soal apa?" Aku bertanya dengan menyunggingkan senyuman.

Dalam kondisi dilukai sesakit ini, aku masih bisa menyuguhkan senyuman pada perempuan perebut suamiku. Hebat, kan?

"Soal ..."

Rana menggantung kalimatnya, lalu tertunduk seperti tak sanggup melanjutkan ucapan.

"Soal Mas Rava?" Aku menebak.

Wajah Rana terdongak dengan mata terbelalak lebar. Bibirnya terbuka tapi tak ada suara apapun yang terdengar.

"Aku sudah tahu kalian berselingkuh di belakangku." Aku memberitahu.

Rana kelabakan. "Ba--bagaimana Kakak tahu?"

Aku tersenyum getir. "Kamu tidak perlu tahu. Yang jelas, aku sudah tahu mas Rava sering diam-diam menemuimu. Dia juga memberimu cincin itu, kan?" Aku menunjuk pada cincin berlian yang masih melingkar di jari manisnya.

Spontan Rana menutupi cincin itu dengan tangan satunya. "Sejak kapan Kakak tahu?"

"Nggak penting sejak kapan aku tahu." Aku mengubah raut wajahku menjadi serius. "Yang terpenting, mau apa kamu datang ke sini? Untuk memberitahuku soal hubungan kalian?"

Rana menunduk lagi. Setetes air mata jatuh membasahi tangannya. "Aku ... hamil, Kak. Dan ini anak Mas Rava."

"Aku tahu." Aku memberitahunya lagi. "Aku juga tahu mas Rava menyuruhmu menggugurkan kandungan, kan?"

Rana mendongak lalu mengangguk. Raut wajahnya yang sedih berderai air mata. "Apa mas Rava yang memberitahu Kak Yasmin semua itu?"

Aku menggeleng. "Bukan. Dia belum tahu kalau aku sudah tahu semua perbuatan busuk kalian."

Melihat aku marah, Rana duduk bersimpuh di hadapanku. "Maafkan aku, Kak. Aku sudah mengkhianati kebaikan kak Yasmin padaku."

Sudah terlanjur sejauh ini dia baru minta maaf? Basi!

Silent FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang