Bab 9. Bertemu Hasyim

9.6K 1.4K 249
                                    

Kedua tanganku mencengkeram setir erat-erat.

Pandanganku tertuju pada rumah mewah berpagar besi tinggi.

Rumah Tanteku --Adik Ummi-- yang sering kukunjungi ketika ingin menjalin silaturahim, kini berubah menjadi sangat mengerikan di hadapanku.

Sebenarnya, bukan rumahnya yang mengerikan. Melainkan, tujuanku datang kemari yang membuatku takut diusir oleh Hasyim.

"Ayo, kita lakukan ini sampai akhir."

Ucapan Jihan kemarin sore kembali teringat di benakku. Aku mendesah panjang sambil memejamkan mata untuk menguatkan niat. Tolong bantu aku, yaa Rabb.

Setelah mengucap bismillah, kugerakkan mobil menuju pintu pagar lalu kutekan klakson. Tiga detik kemudian pintu pagar terbuka secara otomatis. Tanteku, atau Hasyim, atau siapa saja yang membukakan pintu pagar untukku pasti sudah mengenal mobil ini sebagai milikku.

Setelah mematikan mesin mobil di depan teras rumah berpilar batu putih, aku segera turun sambil membawa tas.

"Yasmin Sayang."

Tanteku sudah berdiri di depan teras, menyambutku dengan pelukan dan ciuman di pipi kiri kanan.

"Apa kabar?" tanyanya usai melepas pelukan kami.

"Alhamdulillah baik. Tante apa kabar?" Aku ganti bertanya pada wanita berusia 50-an yang masih awet muda ini. Gaya berpakaiannya di rumah pun sangat stylish --abaya motif leopard. Dan rambutnya digelung rapi.

Tante Sofiya dengan Ummiku sangat berbeda karakter. Jika Tante Sofiya langsing, glamor, banyak bicara, dan ramah. Ummi kebalikannya. Gendut, sederhana, pendiam, dan sulit bergaul. Meskipun begitu, adik kakak ini saling menyayangi. Ummi sangat sayang pada Tante Sofiya. Sebaliknya, Tante Sofiya juga sangat menyayangi Ummi.

"Alhamdulillah Tante juga baik. Tumben kamu ke sini pagi-pagi banget, Yas. Ada perlu apa?" Tante Sofiya menuntunku memasuki rumahnya.

"Nganter undangan aqiqahan Emmir, Tan. Sama mau ada perlu sama Hasyim. Dia ada di rumah, kan?" Kakiku yang sudah tidak bersandal menapaki lantai pualam dingin yang sangat mengilap.

"Ada, masih tidur. Kemarin dia baru balik dari Arab ngurus bisnis tanamannya."

Selain sudah kaya dari lahir, Hasyim juga berotak encer. Bisnis ekspor tanaman tropisnya ke negara-negara Arab yang dulu banyak diremehkan orang, sekarang menuai pujian.

Ide bisnis Hasyim ini tidak langsung berhasil terwujud. Dia melakukan riset lebih dalam dulu sebelum memulainya. Tante dan Omku yang sejak dulu sudah punya toko di Arab, menyebabkan Hasyim sering berkunjung ke sana. Dari situ dia tahu bahwa orang-orang kaya di Arab rela merogoh kocek ratusan juta bahkan milyaran rupiah hanya untuk membangun taman di rumah megah mereka. Para sultan kaya itu rela menghabiskan banyak uang demi bisa mendatangkan tumbuh-tumbuhan dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Itu sebabnya, Hasyim bersikukuh menjajaki bisnis ekspor tanaman ini, dan menuai sukses hingga sekarang.

Lalu, sejak mengenal Rana, aku berusaha menjodohkannya dengan Hasyim, dan berhasil. Mereka akhirnya berpacaran bahkan sudah bertunangan setahun yang lalu. Tapi mungkin karena masih sibuk merintis bisnis barunya yang semakin sukses, Hasyim belum juga menikahi Rana. Padahal perempuan itu sudah menanti-nantikannya sejak lama. Dulu Rana sering curhat padaku soal Hasyim yang belum juga mau melamarnya. Sekarang dia sudah tidak pernah curhat lagi. Mungkinkah karena dia sudah beralih pada Rava? Murahan sekali.

"Aku ganggu dia tidur, dong?" tanyaku sungkan pada Tante Sofiya.

Wanita berhidung mancung dengan alis tercetak rapi alami itu menggeleng. "Nggak. Dia juga ada janji sama klien jam sembilan nanti. Sebentar ya, kamu duduk dulu. Tante panggilkan Hasyim."

Silent FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang