"Loh, kamu mau bawa aku ke mana?" Tanya Shanaz heran.
"Kita mau pulang lah, kemana lagi." Jawab Rendi asal sembari fokus pada kondisi jalanan. Sesekali melirik Yasa yang tengah tidur di pangkuan Shanaz.
Ketiganya sedang dalam perjalanan dari rumah sakit. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Yasa diperbolehkan pulang.
"Ini bukan jalan ke rumah mama, kita mau pulang ke mana sih?" Lagi-lagi rasa penasaran Shanaz tidak bisa ditahan.
"Kita tinggal di apartemen lagi aja. Barang-barang kamu dan Yasa sudah aku bawa semua." Jelas Rendi.
"Kamu udah bilang ini ke mama?" Rendi hanya mengangguk.
"Terus, mama di rumah sama siapa?"
"Ya sendiri, biasanya kan juga gitu. Toh bibi sudah mulai kembali bekerja." Rendi tampak acuh tak acuh.
"Kemarin, kamu marah-marah ke mama ya?" Rendi hanya diam, tampaknya tidak ingin menanggapi pertanyaan Shanaz.
"Kasihan mama Ren, sebenarnya dia nggak salah apa-apa."
"Justru Selama ini, mama banyak mengajarkan cara menjadi ibu rumah tangga yang baik."
"Aku tahu hidup kamu nggak nyaman di sana." Ucap Rendi sambil menghentikan mobilnya di area parkir.
"Hidup aku biasa-biasa aja, nggak ada yang salah apalagi membuat aku sampai nggak nyaman." Bantah Shanaz membuat Rendi mendengus pelan.
"Ya udah, berarti aku yang nggak nyaman tinggal di sana. Nggak bisa bebas kalo mau ngerjain kamu di kamar." Seru Rendi, lalu mengambil alih Yasa dari pangkuan Shanaz. Rendi juga tidak peduli saat Shanaz melotot tajam ke arahnya.
Laki-laki itu membawa Yasa naik sampai ke unit mereka. Shanaz mengikuti di belakang sambil membawa tas kecil miliknya dan tas jinjing berukuran sedang berisi keperluan Yasa.
"Selamat datang!" Ujar Rendi entah pada siapa.
Shanaz hanya berdiri canggung di dekat sofa ruang tamu, untuk pertama kalinya dia datang ke apartemen Rendi setelah akad ulang dilaksanakan. Dan untuk pertama kalinya, Yasa akan tinggal di sini.
"Rapi banget, kamu sering ke sini untuk beres-beres ya?"
Rendi tertawa geli lalu meletakkan Yasa di kasur.
"Enggak juga, kebetulan pas ada rencana pindah, aku langsung minta tolong orang untuk beres-beres." Jelasnya.
"Pas kemarin kita tinggal, ya nggak usah ditanya. Udah pasti berantakan banget." Shanaz menghela nafas pelan, merasa beruntung Rendi cukup pengertian.
Bahkan dia sempat membayangkan, sampai di rumah masih harus beres-beres. Padahal badannya sangat lelah.
________________________
Shanaz keluar dari kamar mandi, sejak sore Yasa rewel dan baru malam ini dia sempat membersihkan diri.
"Sudah diganti perbannya?" Tanya Shanaz sembari berjalan mendekat ke arah sang suami yang tengah duduk di samping box Yasa.
"Udah," Jawab laki-laki itu setelah selesai merapikan alat dan obat-obatan.
"Langsung aku ganti, mumpung tidurnya pulas banget." Lanjutnya, lalu menyimpan kotak obat ke dalam rak.
Laki-laki itu segera mengikuti sang istri yang duduk di atas tempat tidur sambil bersandar pada kepala ranjang.
"Aku ada sesuatu buat kamu." Shanaz mencermati amplop besar yang Rendi ulurkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Permainan Takdir
Literatura Feminina[CERITA LENGKAP] "Lo mau sebutin, takdir apa saja yang tidak bisa dirubah?" "Kelahiran, Kematian dan jodoh mungkin." "Hemm... Jodoh ya! Kaya kita gini bukan sih?" "Ngimpi aja sana!"