6. Mereka-reka Cipta Jodoh

8.3K 1K 35
                                    

Suasana tegang tampak terjadi di salah satu ruangan luas rumah milik sidik.

Ruangan yang mirip pendopo itu sudah disulap dengan dekorasi serba putih untuk acara ijab qabul Rendi dan Shanaz pagi ini.

Sudah hadir pula para petugas KUA yang akan menikahkan keduanya. Rendi yang tampak biasa-biasa saja, seolah tidak peduli apakah dia akan lancar mengucapkan lafal atau justru kagok.

Dia berharap akan salah tiga kali sehingga pernikahan dibatalkan.

Lima belas menit sudah, para tamu undangan duduk di sana menanti sang pengantin perempuan keluar. Sedangkan Sidik dan Rendi sejak tadi telah siap duduk berhadapan.

Menikah di masa pandemi covid-19 membuat pihak keluarga membatasi tamu yang hadir, bahkan tidak ada resepsi ataupun perayaan lainnya.

Tentu, tidak menjadi masalah bagi Rendi dan Shanaz yang memang tidak berniat menikah.

"Hanum, bisa tolong panggilkan Shanaz di kamar mandi jika sudah selesai." Pinta Bu Rini dengan pelan.

Hanum langsung mengangguk dan beranjak ke arah kamar mandi. Kebetulan ketiga buah hatinya tidak diajak ke acara ini, mereka di rumah bermain dengan Angga dan Anggi.

"Shanaz kemana? Kok lama dari tadi nggak keluar?" Bisik Bagas tepat di samping telinga Rendi.

"Nggak tahu, semoga aja sih kabur." Celetuk Rendi dengan nada santai.

Bagas langsung memukul bahu laki-laki yang akan segera mengakhiri masa lajangnya itu.

Bisa-bisanya di moment sakral seperti ini, Rendi masih berfikir akan menggagalkan acara yang tinggal selangkah lagi.

Tidak lama kemudian, atensi para tamu undangan mendadak fokus pada perempuan anggun dengan balutan kebaya putih yang sangat pas di tubuhnya itu.

Yah, Shanaz dibantu Hanum berjalan ke meja ijab qabul. Semua mata terpana pada penampilan Shanaz yang sederhana tapi sangat cantik.

Walau wajahnya sedikit pucat, karna Sidik sempat berkata putrinya masuk angin semalam.

Berbeda dengan para tamu undangan yang tampak takjub, Rendi hanya menoleh sekilas tanpa reaksi apa-apa, kemudian kembali menatap kertas-kertas yang ada di hadapannya.

Berkas ijab qabul sudah tertata rapi di atas meja. Membuat Rendi benar-benar yakin dia akan mengakhiri masa sendirinya hari ini juga. Nanti malam, dirinya akan berbagi satu selimut dengan Shanaz, berbagi tempat tidur, berbagi apapun.

Ah tidak! Rasa-rasanya Rendi cukup mampu membeli banyak selimut tanpa harus berbagi dengan perempuan yang saat ini sudah duduk di sampingnya.

"Semua siap? Bisa kita mulai?" Tanya pak penghulu.

"Siap pak." Jawab Sidik.

"Saudara Rendi siap?" Rendi mengangguk pelan.

"Rendi Virgo Hartawan, Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, dengan putri kandung saya sendiri Bira Shanaz Assidik binti Yodi Assidik dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 75 gram dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Bira Shanaz Assidik binti Yodi Assidik dengan mas kawin tersebut tunai."

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah!!!"

"Alhamdulillah...!"

Mendadak Rendi menyesal mengapa dirinya mengucapkan lafal itu dengan lancar. Bahkan, kata Sah terdengar lantang di telinganya.

"Selamat untuk kehidupan baru kalian, semoga menjadi keluarga sang Samawa ya!" Ujar pak penghulu seletah memanjatkan doa bersama.

Tidak henti-hentinya Bagas menggoda pengantin baru itu. Bahkan Rendi merasa ingin kabur saja.

Bukan Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang