18. Rendi, Galau? Nggak Pantes!

8.8K 1K 19
                                    

Rendi tidak juga memberikan tanggapan apapun, bahkan sampai Yasa terbangun dan menangis cukup kencang, membuat keseriusan Rendi dan Shanaz buyar seketika.

"Biar gue yang ambil." Rendi beranjak dari kursi, menahan Shanaz yang ingin bangun dari tidurnya untuk mengambil Yasa di box.

Laki-laki itu dengan sigap mengangkat tubuh Yasa dan mendekatkan pada sang ibu.

"Gue mau kasih ASI dulu, lebih baik lo keluar." Titah Shanaz membuat Rendi berdecak pelan.

"Susuin aja, gue nggak ngelihat." Jawabnya asal, lalu menarik kursi untuk duduk sedikit jauh dari Shanaz.

Perempuan itu tentu ragu, tapi mendengar suara tangisan Yasa yang semakin pilu, membuat  Shanaz mau tidak mau menelan bulat-bulat rasa gugupnya itu.

_________________

Hingga malam menjelang, Shanaz semakin bingung karna Sidik tidak juga datang.

Padahal perempuan itu berharap Sidik cepat sampai di rumah sakit, agar Rendi segera pulang.

"Kok papa nggak datang-datang ya? Harusnya sore tadi sudah sampai." Gerutu Shanaz pada Rendi yang tengah asyik menikmati nasi goreng, menu makan malamnya kali ini.

Laki-laki itu tidak peduli pada gerutuan Shanaz yang sudah dia ucapkan berulang kali. Bahkan kata-katanya seperti itu terus sejak sore tadi.

"Masih sibuk ngurus kerjaan rumah kali, atau kalo enggak masih istirahat." Seru Rendi sembari membuang bungkus makanannya ke tempat sampah.

Shanaz merasa tidak percaya, bahkan kerjaan rumah menjadi tugas asisten rumah tangga selama ini.

"Lo pulang aja sana, ini sudah malam. Besok lo masuk kerja kan?"

"Kan gue udah bilang, nanti kalo papa sampai gue baru pulang." Sahut Rendi sembari membuka ponselnya. Laki-laki itu memang licik, bahkan Sidik tidak kunjung datang karna hasil dari ulahnya.

Sejak sore tadi, Rendi mengirim pesan pada papa mertuanya untuk tidak perlu datang ke rumah sakit. Rendi mengatakan jika dirinya akan menemani Shanaz malam ini. Dan beruntung, Sidik langsung setuju.

Dan bukan Rendi namanya kalau tidak berlaga biasa, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Gue sendiri di sini nggak masalah kok Ren, banyak perawat atau petugas rumah sakit yang bisa gue mintai bantuan kalo ada apa-apa." Paksa Shanaz agar laki-laki itu segera mengangkat kaki dari kamarnya.

Rendi justru duduk santai di sofa sambil bermain game di ponselnya, tanpa mempedulikan ucapan Shanaz.

"Lo mending tidur aja deh, nanti kalo papa datang gue pasti pulang kok. Nggak perlu lo paksa-paksa." Protes Rendi.

"Ck! Lagian lo mau ngapain sih di sini, nggak guna juga!"

"Heh lo berdosa banget! Tadi lo mau mandi siapa yang bantuin siapin air, Yasa nangis siapa yang bantuin gendong, lo di kamar mandi lama banget, siapa yang jagain dia. Pake ngatain gue nggak guna lagi!" Gerutu Rendi membuat Shanaz langsung menutup mulutnya.

Perempuan itu hanya tidak ingin merasa terlalu diperhatikan. Karna dengan adanya Rendi di kamarnya, perasaan Shanaz semakin tidak karuan. Apalagi laki-laki itu tampak begitu tulus pada bayinya. Dia tidak mau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Ck! Ya udah lah terserah." Seru Shanaz sambil mengubah posisi tidurnya membelakangi sofa.

Dia berusaha memejamkan mata dan berharap rasa kantuk segera menghampirinya.

__________________

Beberapa saat berlalu, Rendi meletakkan ponselnya dan menatap jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi.

Bukan Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang