PROLOG

1.8K 103 4
                                    

Langkah lamban itu mulai terdengar dari sudut ruangan sepi tak berpenghuni. Hanya ada dentum jarum jam yang melantun seiring menandakan kalau di sana hanya ada hening. Suara gemuruh angin pun masuk melewati pintu dan jendela yang masih terbuka, membiarkan emboss menerpa benda-benda sekitar, termasuk tirai dan buku-buku yang diletakan di atas meja belajar.

Seseorang akan berkata kalau tak mampu lebih baik pergi dan jangan kembali, tapi di sisi lain ada hal yang ingin tersampaikan melalui melodi ringan dengan sebuah petik gitar untuk menyampaikan amarahnya.

"Gue pergi nggak lama, lo di rumah aja, ya!"

Tak ada sahutan, ketika si sulung sudah berkata. Rasanya ingin memekik tapi sekali lagi, dia hanya bisa menyelam, tapi tak mampu untuk mengapung.

Dia bagai sesuatu yang ada di dasar laut untuk mencari, apakah dia bisa melakukannya?

"Jangan lama-lama. Lo tahu gue nggak akur sama dia. Yang ada rumah bisa kayak kapal pecah."

Siapa sangka, ucapan itu akan menjadi tanda kalau sebenarnya dia sudah tak ingin di sana, menikmati suara merdu dari kakaknya atau mendengar celoteh sang adik.

Seolah takdir telah menempatkannya di tempat yang salah. Maka malam itu dia memutuskan semua akan baik-baik saja, walau sebenarnya takdir telah merencanakan hal lain untuk dirinya dan hidupnya.

Publish,  30 Oktober 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Publish, 30 Oktober 2020

Dive In (Sudah TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang