4. ELANG

503 53 20
                                    

Sejak pulang sekolah Tirta sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Anak itu memilih berdiam diri tanpa mengatakan apapun pada Gilang. Bahkan ketika mereka berdebat, Elang  hanya diam. Dia dengar, dia tidak tuli. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun.

Bagi Elang kegelapan saja sudah menyusahkan, apalagi harus meminta  Tirta membantunya lebih banyak. Sama seperti malam ini, dia begitu kesulitan untuk mengambil barang  yang diinginkannya.

Elang pikir... Elang bisa melakukan semuanya sendirian. Tapi dia salah, dia sama sekali benar-benar sudah kesal. Sejak tadi Elang hanya menjatuhkan barang-barang di sekitarnya  juga memberantakan isi kamarnya. 

"Sial! Kenapa semenderita ini, gue nggak bisa lihat apa-apa!"

Elang terus memaki dirinya yang tidak berguna. Mengumpati segala hal karena dia tidak bisa melakukan apapun. Suara ketukan pintu dari luar saja dia tolak, padahal dia tahu, diluar sana Gilang memanggilnya karena belum makan apapun sejak sore tadi.

"Lang? Lo di dalam? Makan dulu yuk," ucap Gilang.  Suara Gilang terus memanggilnya, tapi tidak dihiraukannya.

"Gue nggak lapar. Gue nggak haus, gue udah bilang gue mau sendiri. Lo ngerti nggak sih?"  sahut Elang. Cowok itu tak ingin Gilang tahu apa yang terjadi.

"Lang, gue tahu lo nggak suka sama cara gue tadi. Kan bisa ngobrol baik-baik, lo sama Tirta belum makan sama sekali. Ayo dong, jangan kayak gini,"  ucao Gilang.

Berdiri beberapa menit di depan kamar Elang sudah membuatnya gila, apalagi Tirta yang mengurus Elang ketika dirinya tidak ada di rumah.

Gilang tidak menyangka kalau ucapannya pada Tirta bisa membuat Elang kesal. Padahal dia sudah berjanji  tidak akan memarahi atau mengintimidasi adiknya kalau sudah pulang. Harusnya Gilang tahu, harusnya Gilang jauh lebih mengerti, tapi dia justru melanggarnya. Dia mengatakan apa yang sudah ditahannya, tapi emosinya jauh lebih unggul dari perasaannya sendiri.

"Ada apa Kak?" Suara Tirta tiba-tiba mengalihkan pikiran Gilang sejenak. Lelaki itu mendekat pada Tirta, meminta adiknya untuk membujuk Elang keluar dari kamar. 

"Tirta, gue harap lo nggak marah sama gue soal tadi siang. Lo tahu gue itu sayang sama kalian, tapi tolong bantuin gue. Di dalam sana, gue nggak tahu Elang lagi ngepain, tapi gue denger dia jatuhin barang-barang entah apa. Tir, gue tahu lo sama Elang suka nggak akur, tapi tolong kali ini lo bujuk dia. Seriusan kepala gue udah pengin pecah rasanya." Terang Gilang. Tirta mengerutkan keningnya, sejak pagi, sebelum pergi ke sekolah, dia memang kesal dengan Gilang, apalagi ketika pulang tadi. Dia sudah snagat kesal. Tapi dia juga tidak tega melihat Gilang seperti orang tak waras, mengacak rambutnya dan berjalan ke sana, ke mari  di depan kamar Elang.

"Gue sih mau aja bantuin, tapi apa lo mau nurutin kemauan gue?" ucap Tirta tiba-tiba. Ide jahilnya justru lebih cepat dari pada membantu Gilang yang sudah frustasi tentang Elang.

"Astaga, gue minta tolong dong. Lo minta yang aneh-aneh." Sarkas Gilang. Tirta tertawa, dia melangkah lebih dulu melewati Gilang.

"Tir, lo mau kemana?" tanya Gilang, Tirta tidak menyahut, anak itu terus berjalan menuruni anak tangga, mengabaikan suara Gilang yang sudah berteriak  memanggil namanya.

Cukup lama Gilang menunggu Tirta kembali. Anak itu sudah datang membawa  segelas jus jeruk di tangan kirinya, lalu berdiri di depan kamar Elang.

"Kak, ini gue  Tirta yang paling ganteng anak Ayah Gifari. Buka pintunya sebelum gue dobrak pake bom, buruan Kak, gue adik yang berbakti ini udah susah payah mulung jus di emperan jembatan." teriak Tirta asal. Mendengar  suara asal yang Tirta lontarkan Gilang hanya menepuk kening lalu menatap adiknya. Tirta mengangguk, memberitahu kalau ini  caranya untuk membujuk Elang. 

Dive In (Sudah TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang