12. Melarikan diri ?

306 37 13
                                    

Harusnya Tirta tidak perlu memikirkan masalah chat Gilang yang tertimbun begitu banyak, kan? Lalu kenapa pikirannya seolah mengatakan, kalau sehenarnya dia sedang menyelam dengan kedalaman yang begitu dasar.

Ketika Gilang muncul dari kamarnya bersama Elang, Tirta hanya diam, pikirannya tidak lagi berada di sana. Begitu juga dengan hatinya. Ada keresahan yang coba Tirta tutupi namun ia gagal untuk hal itu.

Karena sejatinya Arthur akan ada di sana untuk melontarkan banyak pertanyaan padanya. Kesal dan jengah, jika Arthur sudah mulai mengeluarkan jurus ceramah ala Mamah Dedeh. Rasanya menyebalkan, walau begitu, Tirta akan tetap menjawabnya meski sedikit kesal.

"Lo diem pasti habis maling bluberi punya, Koh Erik, 'kan?"

Tirta menoleh, lalu menghadiahi sentilan manis dikening Arthur. "Kalau ngomong suka bener, cenayang nih pasti?"

"Heh! Paijo! Gue nanya beneran, ya kali ngeramal kapan turun duit dari langit. Jawab Tir, lo kenapa?" gerutu Arthur.

Sejenak Tirta diam, dia juga melakukan hal yang sama ketika Gilang mengantarnya ke sekolah. Sepanjang perjalanan Tirta tidak berniat bertanya atau menjawab Gilang. Begitu pun pada dengan Elang. Tirta benar-benar seperti sedang diberi arah untuk melawati beberapa lorong dengan begitu banyak rintangan di dalamnya.

Bahkan Tirta sering bermimpi hal mengenai Kakaknya, Elang. Meski begitu, Tirta tak pernah mengatakannya baik pada Gilang, atau Elang sendiri. Dia akan bertukar pendapat atau bercerita hanya pada Arthur. Kadang Arthur diminta untuk datang ke rumahnya, sesekali sambil mrnemani Elang di rumah, Ia juga meminta Arthur untuk mengajarinya beberapa mata pelajaran yang tertinggal.

Arthur itu seperti saudara untuk Tirta, begitu juga dengan Gilang dan Elang. Bahkan tak jarang Gilang mengajak Arthur hangout bersama, tak terkecuali, dengan teman-teman yang lain juga. Tak lupa, Elang akan selalu bersama mereka.

Gilang tak peduli dengan ucapan orang mengenai Elang, Gilang juga tak peduli dengan pendapat orang pada Elang. Bagi Gilang, baik Elang atau Tirta keduanya sama. Dalam hidup Gilang selain memiliki sahabat yang baik seperti Endru, kedua adiknya adalah sumber kekuatannya. Endru sendiri paham dengan sifat Gilang yang terkadang menyusahkan jiwa dan raganya. Namun, dibalik itu semua Endru mengerti, sosok Gilang adalah sosok yang tak mungkin bisa melarikan diri dari tanggung jawab.

Endru sendiri sempat tak percaya dengan pertemuan mereka yang begitu menyebalkan. Biar pun begitu, Gilang akan menjadi sosok yang sama di matanya. Si sombong dengan segala caranya yang manis.

"Tirta! Tuh, kan malah diem lagi. Kenapa sih?"

Untuk yang kesekian kalinya, Arthur menegur Tirta, detik seperti membawa pikiran Tirta, bergerak mundur untuk sesaat.

"Tur, gue bingung sama kehidupan gue sendiri, lo ngerasa nggak sih?" katanya tiba-tiba. Arthur yang bingung segera merubah posisi duduknya menghadap Tirta. Matanya mebyipit, sebelum sebelah tangannya ia letakan di atas meja untuk meletakan dagunya ditelapak tangannya.

"Gue? Gue biasa aja, hidup gue normal-normal aja, tuh. Kenapa?"

Balasan Arthur membuat Tirta menghela napasnya, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. Ada ragu yang coba Tirta hilangkan, padahal Tirta sudah mengenal siapa Arthur, tapi tetap saja. Jika sudah begini, keraguan itu akan tetap ada kapan pun. Walau sudah mempercayainya sebagai pendengar yang baik. Tirta akan melakukan hal yang sama, berulang kali di awal.

"Gue ngerasa ada yang aneh, tadi sebelum gue berangkat, gue sempet lihat ponsel Kak Gilang, di sana ada satu chat yang numpuk banget belum di buka. Dan lo tahu...." ucap Tirta. Arthur mengerutkan keningnya, mendengar cerita Tirta, Arthur mulai bersuara, bertanya tentang apa yang terjadi.

Dive In (Sudah TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang