Chapter 12 🎁 Pernah di Indonesia (1)

114 23 0
                                    

Akshita masih terbungkam akibat rasa terkejutnya ketika mengetahui pria asal Kashmir itu pernah tinggal di Indonesia. Penututuran Jaisudha sontak membuatnya merasa beruntung. Semuanya seolah-olah sudah tersusun dengan rapi.

Lewat Jaisudha, Akshita bukan hanya bisa menanyakan kebudayaan di tempat yang sedang dikunjunginya. Tetapi, ia juga bisa bertanya tentang kaitan Temboro dengan orang-orang Jamaah Tabligh di Kashmir. Perempuan itu berpikir, siapa tahu jika ia mengetahui banyak hal, misinya akan lebih cepat diselesaikan.

Namun, Akshita lebih memilih bertanya perihal Kashmir terlebih dahulu daripada membahas tentang kehidupan Jaisudha di Temboro.

"Pak, saya lihat di sepanjang jalanan dari Jammu ke Srinagar banyak sekali tentara. Apakah memang orang-orang India seperti itu, atau hanya di Kashmir saja? Oh... apa mau ada acara tertentu?" tanya Akshita.

"Jangan heran jika di Kashmir ada banyak tentara India yang berkeliaran. Semua itu akibat konflik di masa lalu antara India dan Kashmir."

Jaisudha menjawab pertanyaan Akshita seraya melemparkan senyuman ramah dan tetap fokus mendayung shikara miliknya.

"Kok, India dan Kashmir? Bukannya Kashmir sendiri adalah bagian dari negara India?" Akshita dibuat bingung.

"Ini sudah bukan rahasia lagi. Semua negara pasti tahu, bahwa kami, orang-orang Kashmir menginginkan kemerdekaan. Tidak menjadi bagian dari negara mana pun. Muslim sini selalu mengatakan, kami orang Kashmir bukan orang India."

Akshita mengangguk-angguk dan mencoba memahami ucapan Jaisudha. Perempuan itu tidak begitu heran dengan kebenaran tersebut karena semasa menjadi jurnalis, ia pernah membuat artikel tentang konflik di Kashmir.

Namun, Akshita hanya sedikit tidak percaya, bahwa rasa ingin mendapat kebebasan itu masih ada sampai detik ini.

"Oh, saya pikir karena konfilknya sudah selesai maka sudah tidak perlu ada penjagaan seketat ini, Pak. Wajah tentaranya serius-serius lagi. Agak serem gitu, Pak." Akshita sedikit terkekeh.

Jaisudha pun membalas tawa kecil Akshita. "Ya, memang sudah begitu tugasnya. Saya juga pernah menjadi bagian dari mereka."

Akshita mengerutkan keningnya. "Maksudnya gimana, Pak?"

"Iya, dulu saya menjadi bagian dari tentara India yang berjaga-jaga seperti mereka. Sekarang usia saya mau lima puluh tahun. Dulu, di usia saya yang ke dua puluh lima, saya dipindah tugaskan untuk menjaga perbatasan wilayah Kashmir. Hanya beberapa bulan setelah menerima tugas baru itu, saya mengundurkan diri sebagai tentara India."

"Wah, Pak Jaisudha mantan tentara India?" Akshita merasa terkejut. "Lalu, kenapa bisa ada di sini dan memiliki shikara?"

"Ceritanya panjang." Jaisudha mengalihkan pertanyaan Akshita. "Kita jalan ke masjid apung di depan sana, ya."

Jaisudha melajukan perahunya di dekat tempat ibadah. Akshita merasa bahwa Jaisudha berusaha menyembunyikan kisah masa lalu tersebut. Walau begitu adanya, tetapi Akshita masih mendapatkan informasi lain seputar Kashmir.

Di salah satu dari banyaknya masjid lain di atas Danau Dal, Akshita kembali mengeluarkan kamera dsn berbicara dengan benda digital itu.

"Sobat Waja-ku... tebak aku berada di mana sekarang?" Akshita mengarahkan kamera pada pemandangan sekitar. "Aku sedang berada di tengah-tengah Danau Dal di Kashmir. Kashmir adalah negara India bagian utara. Banyak banget pemandangan indah yang sudah aku lewati sejak naik shikara."

Akshita mengarahkan kamera pada perahu yang sedang ditepikan di pinggir masjid apung.

"Oh iya, shikara itu sebuah perahu yang membawaku berkeliling danau indah ini. Ini dia perahunya."

Akshita juga mengarahkan kamera ke arah rumah-rumah di tepian danau.

"Kalian pernah dengar nggak? Kalau sebagian masyarakat yang tinggal di sini sering dijuluki dengan sebutan 'Manusia Perahu.' Senua itu bukan karena mereka siluman perahu, lho. Tapi, karena mereka tinggal di rumah apung di atas danau. Sehingga, ketika beraktivitas di luar rumah, mereka menggunakan perahu. Belum ada sehari di sini, rasanya Shita ingin menjadi masyarakat Kashmir. Indah, nyaman, terasa tentram." Gadis itu terus mengoceh di depan kameranya.

Walau rumah-rumah di Danau Dal ini terapung, tetapi dalam keadaan berhenti. Sehingga, mereka tidak merasa kesulitan menemukan arah kiblat. Meskipun hidup di atas perahu dan mengapung, penduduk sekitar tidak menggunakan air danau untuk berwudhu. Masyarakat pribumi akan mengambil air untuk bersuci dari tempat yang bersih.

Para warga Kashmir yang tinggal di perahu ini, disebut dengan Kashmiri Hanjis, atau suku apung Kashmir dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Selain masjid yang sedang disinggahi Akshita, di atas Danau Dal ini juga ada 35 tempat peribadahan umat muslim yang berdiri kokoh.

Akshita meminta Jaisudha untuk kembali mendayung di atas shikara dan membawanya berkeliling ke tempat lain. Jaisudha menceritakan banyak hal tentang budaya Kashmir, dari tarian, musik, lagu bumbro yang pernah ia dengar sebelumnya hingga kebiasaan masyarakat setempat.

"Kenapa pelayan hotel atau restoran di sini kebanyakan laki-laki, Pak? Padahal, di Indonesia lebih dominan perempuan. Karena perempuan, kan, diyakini lebih menarik."

"Bagi masyarakat Kashmir perempuan adalah aurat. Mereka sangat dilindungi. Makanya mayoritas muslimah di sini memakai kerudung. Sebenarnya, bersalaman dengan yang bukan muhrim di sini juga tidak boleh. Sangat dilarang," tutur Jaisudha.

Akshita tersenyum merasa sedikit heran. "Maaf, Pak. Tapi, tadi Pak Jaisudha mengajak saya salaman."

"Saya pikir kamu bukan muslim. Sebenarnya, saya tergolong manusia hina yang sering melanggar perintah Allah. Maafkan saya karena mengajak kamu bersalaman."

Akshita merasa bingung mendengar pembicaraan Jaisudha yang terkesan tidak nyambung dengan pertanyaannya.

"Kebiasaan lain orang Kashmir lainnya apa lagi, Pak?"

"Di sini, kami sangat melarang perempuan berpakaian minim. Para wisatawan apa lagi pribumi, harus menutup auratnya dengan baik. Setidaknya berbaju panjang. Namun, untuk muslimah lebih baik memakai kerudung."

Akshita melihat pasmina pemberian Reynaldi yang sejak keluar hotel melingkar di lehernya. Ia berpikir bahwa tujuan Reynaldi memberikan pasmina itu untuk mengurangi rasa dingin. Tetapi, ternyata Reynaldi ingin sahabatnya memakai kerudung saat di Kashmir.

"Kalau gitu, apa lebih baik saya pakai kerudung saja, Pak?"

"Silakan, itu lebih baik," ucap Jaisudha seraya mendayung dengan santai.

Setelah memakai kerudung pasmina tersebut, Akshita mengakrabkan diri dengan Jaisudha dan bercerita tentang dirinya yang sangat mengidolakan penduduk Kashmir. Namun, Akshita merasa bahwa saat itu bukan waktu yang tepat untuk mengatakan siapa idolanya.

Ia justru ingin memancing Jaisudha dengan berbagai topik pembicaraan. Hal itu Akshita lakukan dengan tujuan supaya pria yang sedang bersamanya mau berbagi kisah.

"Pak, kalau Pak Jaisudha tahu tidak dengan istilah kelompok Islam Jamaah Tabligh?"

Jaisudha menatap Akshita dengan serius.

"InsyaAllah saya tahu sedikit. Memangnya kenapa?" balas Jaisudha.

.
.
.
.
.
.
Ikuti terus kisah Cintamu Di Kashmir ya...

Minta tolong mampir jempolnya ke pilhan ⭐ dan komen ya.. hehe.

Serpihan Cinta di Surga Kashmir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang