Chapter 10 🎁 Jammu

109 23 3
                                    


Hari ke sepuluh setelah menerima misi yang diyakini dari Althaf Khan, vloger traveler perempuan itu akhirnya memutuskan terbang ke India. Rasinta memberikan banyak aturan dan bekal pada putri semata wayangnya. Bahkan, wanita yang selama hampir dua puluh lima tahun hidup tanpa  suami tersebut membuatkan Akshita baju panjang dengan bahan sangat tebal.

Di dalam pesawat, bukan hanya Rasinta yang dipikirkan Akshita. Gadis itu juga terus mengingat Reynaldi yang tak mau menemuinya saat hendak pergi ke bandara.

Namun, beberapa saat sebelum akhirnya Akshita memasuki pesawat, pemuda yang diakui sahabat olehnya datang. Reynaldi juga sempat mengatakan bahwa ia sangat menyayangi Akshita.

"Aparajita, aku ingin kamu kembali dengan selamat. Maaf, waktu kamu ke rumah aku nggak mau temui. Bukan karena aku benci, aku hanya marah pada diri sendiri. Seandainya aku tidak terikat kerja, aku akan menemani kamu."

"Santai aja, Rey. Kamu nggak usah khawatir. Aku akan baik-baik saja dan kembali setelah dua minggu. Makasih udah antar aku, aku berangkat sekarang."

Reynaldi menggenggam tangan Akshita dan memberikan pasmina. "Simpan kerudung ini, di sana sangat dibutuhkan. Hati-hati, ya. Aku sayang kamu."

Sepintas bayangan Akshita bersama Reynaldi saat di bandara beberapa jam yang lalu. Gadis itu masih memikirkan maksud kalimat terakhir yang diucapkan sahabatnya.

"Rey, kamu sayang aku karena aku sahabatmu? Atau..." Akshita bergumam. Tangan putihnya mengibas-ngibas di hadapan wajahnya. "Ah, sudalah Akshita, jangan memikirkan hal itu. Fokus berlibur dan mengenal peradaban Kashmir!"

***

Setelah transit satu kali menggunakan jalur udara dari Jakarta ke New Delhi,  dengan membutuhkan waktu lebih dari 13 jam, akhirnya Akshita sampai di ibu kota negara India.

Agar bisa sampai ke Kashmir, Akshita masih harus menempuh perjalanan selama lebih dari satu jam menggunakan pesawat menuju Kota Jammu. Tetapi, perempuan itu lebih memilih menggunakan jalur darat dari pada harus kembali berpesawat.

Karena tidak ada lagi kereta api yang melewati Kashmir. Akshita menggunakan jalur darat menaiki kereta api dari New Delhi menuju Stasiun  Jammu Tawi dengan lama perjalan lebih dari 12 jam.

Tingginya alam pegunungan di Kashmir membuat kereta api kesulitan menjelajahi daerah tersebut. Karena hal itulah Kota Jammu pantas diberi julukan sebagai Gerbang Kashmir.

Tepat pukul 06.00 pagi, Akshita sampai di Stasiun Jammu Tawi. Keluar dari tempat tersebut ia langsung dipertemukan dengan terminal bus dan pilihan kendaraan lainnya untuk menuju Srinagar, ibu kota Kashmir di musim panas.

Uniknya Kashmir adalah memiliki dua ibu kota. Srinagar akan menjadi ibu kotanya ketika berada di musim panas. Dan ketika tiba waktunya musim dingin, maka Kota Jammu-lah yang akan menggantikan ibu kota Kashmir.

Walau Akshita mampu membayar jeep menuju Srinagar yang biaya sewanya empat ratus rupe lebih mahal dari tiket bus. Namun, jiwa petualangnya memilih untuk menikmati perjalanan menggunakan bus pemerintah semi deluxe dengan harga tiket kurang dari tiga ratus rupe.

Beberapa lama kemudian setelah bus itu mulai melaju, Akshita disugukan panorama alam Kashmir yang begitu menakjubkan. Vloger trveler itu tak ingin melewatkan keindagan ciptaan Tuhan yang dijuluki surga dunia ini. Ia mengeluarkam kamera digital dan segera merekam pemandangan alam di sekitarnya.

"Hai, Sobat Waja. Sorry, saat di Delhi kemarin, aku nggak sempat video lama-lama. Cuma sapa-sapa kalian aja. Karena, tujuanku memang bukan di sana. Coba lihat, deh, aku sedang menaiki bus menuju Srinagar. Perjalanan kali ini benar-benar menyenangkan."

Akshita mengarahkan kamera digitalnya ke hadapan gunung.

"Lihat itu... munkin di kamera ini tidak terlihat begitu indah. Tapi, mata aku mengatakan bahwa Tuhan menciptakan pegunungan, lembah, sungai dan tumbuh-tumbuhan di Kashmir ini sudah sangat sempurna! Tadinya, aku pikir wajah orang-orang di sini juga tak jauh berbeda dengan warga India lainnya yang ada di Delhi, ternyata mereka beda banget."

Akshita kembali mengarahkan kameranya pada orang-orang di samping dan belakangnya yang juga menaiki bus.

"Lihat, deh... kulitnya putih-putih, kan, seperti orang Turki, Arab atau bule-bule lainnya. Tapi dengan mata dan hidung yang memang khas warga India. Saat di terminal tadi juga aku sempat berinteraksi sedikit. Dan, mereka ramah-ramah banget," tutur Akshita.

Rencana awal yang semula ingin tidur selama di perjalanan, semuanya gagal. Akshita merasa sangat sulit memejamkan mata karena ia merasa sangat disayangkan jika panorama Kashmir yang begitu indah dilewatkan begitu saja.

Pengetahuannya tentang Kashmir dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam, membuat Akshita tak heran jika menemui banyak perempuan Kashmir yang berhijab. Karena hal itulah, Akshita yang biasanya memakai baju pendek, kini ia terlihat lebih tertutup walau tidak memakai kerudung.

Setelah setengah perjalanan, bus yang dinaiki Akshita berhenti di salah satu peristirahatan. Perempuan asal Indonesia itu pun memasuki restoran dan Hotel Moon Light. Akshita memilih menu nasi serta hidangan daging kambing. Beberapa pramusaji yang tampan juga cantik pun melayaninya dengan sangat baik dan ramah.

Akshita melontarkan senyum yang menawan. Ia pun mengajak para pelayan restoran itu berbicara menggunakan Bahasa Inggris.

"Assalamualaikum, nama saya Akshita Aparajita dan saya berasal dari Indonesia."

Mereka semua terkejut dan terlihat bahagia ketika mengetahui bahwa Akshita berasal dari Indonesia. Terlebih, saat para pelayan itu menyadari bahwa perempuan di hadapan mereka beragama Islam.

Salah satu di antara mereka sempat tidak percaya. Mengingat, wajah dan nama Akshita memang seperti orang-orang di India.

"Apakah kamu benar berasal dari Indonesia? Atau... orang India yang tinggal di sana?" tanya pemuda di hadapan Akshita menggunakan Bahasa Inggris.

"Benar, saya lahir dan besar di Indonesia." Akshita mengeluarkan KTP dan memperlihatkan pada pramusaji di sana. "Lihat, saya lahir di Jakarta. Ibu saya menamai Akshita Aparajita, karena terinspirasi dari negara India."

Akshita juga menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui mengapa guratan alis, mata dan hidunya nyaris seperti orang India. Walau sempat tak meyakini bahwa Akshita asli Indonesia, akhirnya setelah tahu, para pramusaji pun berubah semakin ramah dan melayani Akshita bak putri raja.

Akshita sempat risi dan merasa tidak enak hati dengan perlakuan spesial para pramusaji di sana. Gadis itu tak mengetahui apa penyebab mereka berubah menjadi lebih ramah dari sebelumnya.

Setelah berhasil menghabiskan makanan, Akshita pun meminta setruk pada pelayan. Gadis itu terkejut dengan tagihan hanya 160 rupe atau setara dengan Rp. 31.680,- setelah menyantap daging kambing dengan posri yang sangat besar bak acara keluarga.

"Astaga, semurah ini?" Akshita kembali bergumam. "Sumpah demi apa pun, tiga potong besar daging kambing dan menu lain ini bisa sepuluh kali lipat harganya kalau di Jakarta."

Setelah membereskan pembayaran di restoran, Akshita kembali ke dalam bus dan meneruskan perjalanannya menuju Srinagar.

Sepanjang perjalanan Akshita masih tak percaya jika dirinya telah berada di India. Lebih mengejutkan lagi ketika mengetahui jajanan di negara tersebut jauh lebih murah dari pada di Indonesia.

***

.
.
.
.
.
.
.
Bagaimana menurut teman-teman tentang suasana di Jammu?

Adakah yang ingin pergi ke sana dan menyantap daging kambing dengan harga semurah itu?

Serpihan Cinta di Surga Kashmir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang