Lanjutkan perjalanan!

6 0 0
                                    


9 Juli 2010

Aku masih belum dapat melupakannya, ia bidadari yang terus saja menyapaku dalam imaji duka. Mungkin ini adalah awal dimana aku mulai menyibukan diri dengan banyak hal, semata agar ku tak berlarut dalam duka. Mungkin dari sekian hal positif banyak juga hal negatif yang kulakukan. Aku mulai mencari kehidupan lain yang aku anggap setidaknya dapat bermanfaat dalam hidupku.

Aku sadar, aku harus tetap bersyukur! Memori ku menguatkanku saat dulu mereka pernah mengajariku berjalan, hingga bersepeda padahal banyak diluar sana tak dapat merasakannya. Ingatan ku terbayang pada sosok yang sangat memanjakanku ditengah lelahnya ia pulang bekerja ia langsung menanyakan keadaanku menggendongku memelukku. Ingatanku masih pekat saat ia merajut topi menjahit pakaian hingga larut malam hanya untuk memberiku hadiah di usia kemenangan bahkan ia merajut benang kasih sayang untuk semua yang ku butuhkan. Dan banyak diantara anak seusia ku yang tidak pernah merasakan bahkan tak pernah tau siapa sepasang bidadari yang berkontribusi mati matian melahirkannya kedunia yang fana ini. Maka, sudah tak selayaknya aku marah pada tuhan karna ia mengambil kembali orang yang ku sayang, tuhan punya maksud lain dalam setiap pilihan dan tak usah dipertanyakan. Ikutilah dan tuhan akan memberi kepastian. itu hanya sekedar harapan agar tubuhku tak merasa dikecewakan.

Sebagaimana orang yang berakal, aku mencari banyak jawaban dari masalah yang kini telah kulalui. Namun, yang kurasa satu satunya cara harus dapat berteman dengan kecewa bermesraan dengan luka berdamai dengan airmata. Ya mungkin kata tegar adalah yang paling sesuai. Apalagi yang harus ku lakukan selain bersikap tegar menghadapi hidup sendirian ? Jika tuhan belum mengizinkan ku untuk berpulang maka yang dapat ku lakukan hanyalah bermigrasi dari tempat yang nyaman ke yang membutuhkan perjuangan dari tempat remaja yang hanya menikmati indahnya hidup berhijrah ke masa dewasa yang menciptakan kehidupan dan kemapanannya sendiri.

Semua sisi hidup ku benar benar berbalik 180 derajat, masa yang memaksaku melakukan renkarnasi dalam setiap sisi kehidupan. Aku percaya bahwa tuhan tak kan pernah memberikan masalah di luar batas kemampuan hambanya, maka jika tuhan memutuskan memanggil sepasang bidadari yang slalu menjagaku ia pula sudah mempersiapkan penjagaan baru untukku, setidak nya itu yang di katakan sahabat ku dulu. Walau nestapa terus saja menerpa raga dan pintu duka masih saja terkatup membuka namun aku tetap saja harus merangkak dan kembali berpijak. Aku mencoba bertahan dan menahan dengan sisa asa yang masih ku pegang diantara gunungan aral yang kian memuncak segenap ingatan terkurung dan tiada berkutik aku masih saja mencoba bergerak.


Kukira aku haru mulai kembali menata hati untuk menjalai semua nafas yang masih tesisa. Hari-hari setelah pemakaman mama, aku masih sangat sering mengunjungi peristirahatan abadinya. Sekedar untuk bercerita apa yang ku alami seharian atau sekedar untuk berkata 'aku masih baik-baik saja' tanpa kehadiran mama. Aku hanya berusaha bersikap tegar, mengunjungi pusaranya diam-diam. Menyembunyikan setiap air mata kegundahan dan mengerami rindu yang semakin lama semakin bermekar. Tak dapat ku jelaskan apa yang kurasakan, aku tertutup bermesra dalam delusi yag sengaja aku ciptakan.

Rindu itu membuncah tapi cukup tersimpan di dada saja. Aku baik-baik saja setidaknya itu yang lingkungnku rasakan. Aku masih dapat tertawa meski hati masih perih terasa, aku masih dapat tersenyum meski sesak terasa di dada, dan semua tercurah pada lukaku yng kian menganga. Sebagaimana para remaja yang memunculkan eergi negatif saat dilanda perih, akupun sama. Hidup dalam imaji yang ku ciptakan dan menjauh dari kehidupan nyata, angan-angan yang terus di tumbuhkan, imajiku menciptakan banyak sosok yang jelas sekali ada dalam pikiran, mereka menemaniku, mengajakku bercerita dan mewarnai imajiku. Walau ku tahu mereka semu. Tapi apa yang kurasa aku nyaman dengan hidupku.

Hatiku mulai tertata, dan pikiranku kembali rapi, aku telah terbiasa merasai sakitnya, berdamai dengan rindu yang tak pernah jemu dan hidupku masih tetap berjalan sebagaimna mestinya. Hari-hari, bulan ke bulan aku masih saja hidup dalam do'a melafakan tari kematian. Kusadari ternyata hidupku masih sangat panjang, aku hidup dalam pergumulan dengan bathinku sendiri walau perih, dan duka meliuk indah dalam tawa.

-------------

"Berdamai dengan Luka"

Hidup Masih Panjang,Lebih baik Lanjutkan perjalanan!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berdamai dengan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang