Part 7: Wound scratches

97 14 2
                                    

Hallo! Akhirnya masih bisa meluncur untuk update hari ini. Semoga kalian enggak bosen ya. Selamat membaca! ^^

---

I remember when you told me you were all mine. 

            Kamu berpikir sejenak seolah pertanyaan terakhir hanbin adalah sebuah soal yang menyulitkan. Tidak lupa dengan tatapanmu yang datar. Sayangnya hanbin tidak memberi waktu banyak, ia langsung melambai-lambaikan tangannya tepat didepan wajahmu seolah menyadarkanmu.

"Sesulit itu untuk memilih?"

"No, I'm just love myself. Aku gak mau jadi orang lain, aku mau jadi diriku sendiri."

"Dugaanku emang gak pernah meleset."

"Hm?"

"Ngadepin kamu yang terlalu besar kepala—Aku harus terbiasa dengan hal itu."

"Tch—Seolah-olah itu adalah sifat yang buruk." Kamu terkekeh. Tiba-tiba hanbin menyentuh telapak tanganmu.

          Arah pandangannya jadi terfokus pada kedua tangan yang saling menyatu, kamu tidak menarik atau bahkan protes atas sikapnya yang semakin kesini semakin agresif, semakin ingin memiliki. Kamu yang tidak paham, semua yang terjadi adalah permainan atau satu langkah serius dalam hubungan.

Hanbin's Company

           Ara berberapa kali bersin tanpa henti, sepertinya hari ini adalah bukan harinya. Badannya terasa meriang, beberapa hari terakhir cuaca memang sedang tidak stabil. Wanita itu hanya menyandarkan bahunya dikursi empuknya. Dengan lunglai, ia melirikmu sendu.

"Kutukan apa ini, dihari yang sibuk ini bisa sakit kaya gini—" Kamu acuh, hanya menatap kuku-kukumu yang sudah diwarnai oleh kutek. "Hari ini aku cuti ya—"

"Bukan urusan saya."

"Ish!" Rupanya dia geram dan langsung pergi keruangan hanbin. Mungkin ingin membuat pengaduan. Kamu melanjutkan pekerjaanmu. Dirasa-rasa tugasmu akan dua kali lipat lebih banyak karena ara.

          Tidak lama, kurang lebih 30 menit kemudian datang seorang laki-laki paruh baya yang berjalan tanpa permisi keruangan hanbin. Kamu hanya menatapnya dari sudut tempat yang posisinya tidak akan disadari. Sementara itu ara keluar dengan terburu-buru seiring dengan masuknya lelaki itu.

"Gawat! Dea! Aku harus gimana!" Kamu meliriknya dengan tatapan heran.

"Ada apa?"

"I-itu didalem—kayanya pak hanbin dipukulin sama—" belum selesai ara mengakhiri ucapannya, kamu segera bangkit menuju ruangan hanbin. Memang terdengar jelas suara hantaman benda keras. Kamu menarik napas dan memberanikan diri untuk masuk kedalam.

           Seisi ruangan sudah berantakan, tidak karuan. Bahkan beberapa property sudah rusak, kamu dapat melihat sosok hanbin yang sudah terduduk disamping kursi besarnya, sementara lelaki paruh baya itu masih berdiri tegap dengan tongkat baseballnya. Entah ia dapat darimana.

          Setelah mengingat dengan jelas wajahnya, kamu mulai mengenalnya. Ia adalah Papanya hanbin. Raut wajahnya memang mematikan, seolah-olah ini adalah hari terakhir anaknya untuk hidup. Terlihat darah segar sudah mengalir dipelipis hanbin. Kamu langsung mendekatinya tanpa ragu.

"H-hanbin.."

"Pergi." Suaranya yang dingin membuat bulu kudukmu bangun, baru kali ini kamu merasa terancam keberadaanya karena suara hanbin. Ia bahkan menepis sentuhan tanganmu. Kamu benar-benar tidak paham dengan situasi ini.

Orihime & HikoboshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang