Part 2: Ferocious Love

98 17 2
                                    

Holla! Kembali lagi dengan cerita yang sederhana ini. Semoga enggak ngebosenin ya. :)

"Gimana?"

"Kalau lolos harusnya sih minggu-minggu ini." Kamu menghampiri yoyo sambil mengikat rambut sendiri. Baru duduk disamping nyunyong, tiba-tiba ponsel kamu berbunyi. Lagi dan lagi. To be honest ini udah kesekian kalinya kamu dapat panggilan dari nomor yang tidak dikenal.

"Perasaan hp kamu bunyi terus-terusan. Siapa sih?"

"Gak tau, orang gak dikenal."

"Coba aja terima dulu, takutnya penting."

         Kamu teringat seseorang yang baru aja minggu lalu naruh nomornya ke kontak kamu. Hanya saja ketika kamu sudah dirumah, kontak itu sudah kamu hapus tanpa ragu. Hidup emang seblunder itu ya. Kalau dipikir-pikir kamu ini hobinya narik ulur memang.

         Mendekati waktu yang gelap, kamu harus bersiap-siap berdamai dengan jam malam yang selalu membuatmu sesak dan muak. Sesak karena melihat betapa banyak orang-orang munafik disekitarmu dan muak dengan segala ungkapan manis berbentuk jebakan didunia malam.

         Ini nasib. Kamu tersenyum masam mengingat betapa kelam nasib yang kamu hadapi. Lagi-lagi dengan kebanggaan pria berdompet tebal, kamu pun tidak naif. Kamu menyukai itu. Orang-orang terlalu menyombongkan tahta dan kesenjangan sosial. Disini kamu mulai paham, tempat ini hanya dipenuhi dengan manusia-manusia yang muak terhadap hidupnya.

"Mau?"

"I don't smoke—"

"Coba dikit, ini bikin kamu relax." Masih tetap pada pendirian. Kamu menolak dengan tegas.

"She doesn't want to smoke."

"Kamu siapa?" Para pria yang menghalau tidak terima interupsi apapun.

"She's mine." Kamu menoleh bersamaan dengan doi yang merangkul pinggangmu supaya mendekat. Enggak, Ini bukan deana yang kamu kenal. Deana dengan segala ketangguhannya, yang tidak akan dengan mudah jatuh ketangan seorang cowok stranger.

          Pria yang bisa dibilang client-clientmu ini hanya menatap dengan tajam. Alih-alih memikirkan mangsamu, kamu harus menyelasaikan sesuatu pada satu cowok ini. Kamu menarik tangannya untuk menjauh dari tempatmu berasal. Tepatnya dilorong dekat toilet.

"Kenapa?"

"Kenapa? Masih tanya kenapa?" Kamu meninggikan suara dengan perasaan tidak terima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa? Masih tanya kenapa?" Kamu meninggikan suara dengan perasaan tidak terima.

"Iya, kenapa gak terima panggilan aku? Aku udah telpon berkali-berkali."

"W-what? Please kita gak lagi bahas—"

"You said you'll pay it."

"Oh God.." Kamu membuka dompetmu dengan gusar. Kamu mengeluarkan beberapa lembar uang, yang sebenernya gak ada apa-apanya pasti sama isi dompetnya. Tanganmu dicekal, tertahan dengan tangannya. Seolah menolak pemberianmu.

Orihime & HikoboshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang