Rimbana: Heroine's Middle Junggle

3 2 1
                                    

|| Rimbana || 1383 Kata ||

Seperti ucapan Kelana kemarin, hari ini akan ada perburuan di hutan Rimbana untuk keperluan acara pernikahan Kak Rui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti ucapan Kelana kemarin, hari ini akan ada perburuan di hutan Rimbana untuk keperluan acara pernikahan Kak Rui. Aku sudah bersiap dari pagi-pagi sekali. Ibu bahkan sampai geleng-geleng kepala menatapku yang tiba-tiba bersemangat untuk bangun pagi tanpa harus diguncang-guncang dulu.

Aku menyandang tempat anak panahku yang sudah diisi penuh ke punggung, kemudian menyelipkan belati kecil ke sisi pinggang dan meraih tombakku. Semalaman aku menyiapkannya.

Selesai dengan semua perlengkapan, kemudian aku menghampiri Ibu yang tampak menjahit baju di dekat jendela samping pintu.

"Bu, aku pergi dulu ya," kataku dengan semangat kemudian langsung melompat ke bawah tanpa menuruni tangga.

Ibu berdecak menatap aksiku barusan. "Coba kau sesemangat itu saat belajar menenun dan menganyam."

"Ehehehe. Aku lebih berbakat jadi Pasukan, Bu," cengirku.

Ibu semakin kesal mendengar jawabanku. "Pasukan-pasukan, kau mau tidak dapat jatah makan, ya?"

Waduh. Kalau ancamannya tidak dapat jatah makan, aku sih tidak berani membantah. Jadi, aku cuma cengengesan dan langsung melambai pada Ibu. "Aku pergiii."

Sebelum berangkat, semua orang yang terlibat perburuan harus berkumpul di Rumah Besar, rumah yang digunakan untuk musyawarah sekaligus rumah Tetua---kepala suku Rimbana.

Kami berkumpul di sana, total ada 11 orang. Aku, Kelana, tidak tinggal Nira, Paman Ham ayahnya Nira yang merupakan pemburu sepuh, dan enam orang lainnya adalah penduduk Rimbana biasa yang juga mengajukan diri. Oh, aku lupa menyebutkan jika ada satu lagi yang ikut, Campa, si anak Tetua yang usianya sudah 25 tahun.

Kalau boleh jujur, aku sedikit tidak suka dengan Campa. Lihatlah pemuda itu, yang dari tadi terus memepet-mepet ke arahku. Setiap aku bergeser, dia ikut bergeser. Sudah kupelototi pun, dia tetap mendekat dan mengabaikan. Memasang cengiran aneh dan sesekali mencoba memegang tanganku---yang tentu saja langsung kutepis.

"Orang ini sepertinya akan terus mengganggumu," bisik Nira di sampingku pelan sembari melirik Campa di sisiku yang lain.

Aku mendengkus. "Dia seperti magnet saja, berusaha menempeliku terus. Mengganggu sekali," balasku berbisik.

Selesai Paman Ham memberi arahan di depan, kami bergegas pergi.

"Tanganmu buta arah ya? Kenapa menyasar tanganku terus. Mengganggu saja," delikku tidak tahan pada Campa. Peduli amat dia anak siapa. Sikapnya ini benar-benar mengganggu.

Campa tersenyum kecil. "Kenapa sih? Coba sekali saja ramah padaku," katanya.

"Haram."

Kemudian aku berlalu, berlari kecil mengejar Kelana yang sudah jalan duluan diikuti Nira.

Heroine: Rimbana (Book 1) [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang