Present time..
Gigi melipat tangannya di dada, dihadapannya ada Javier yang kini tertunduk melihat kearah karpet bulu diruang keluarga mereka, Caca belum pulang dari kampusnya, gadis cantik itu masih sibuk menyiapkan acara dikampusnya, tentunya dengan seijin Jevan dan Gigi.
"adek." Panggil Gigi.
"Javier Antonio." Ulang Gigi karena anak lelaki itu masih betah menunduk menghindari tatapan tajam sang mama. "Javier Antonio, mama gak pernah ngajarin kamu untuk gak ngehargain lawan bicara kamu ya. Lihat mama." Akhirnya pemuda tampan itu mengangkat kepalanya takut.
"kamu tau salah kamu apa?" belum sempat Javier menjawab pertanyaan sang mama, suara mobil masuk terdengar, entah Jevan atau Caca yang lebih dulu tiba dirumah sore ini.
"ma?" rupanya itu Caca, kini anak gadis Gigi itu tengah melepaskan sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah berwarna ungu kesayangannya. "lho, katanya selesainya agak maleman teh." Tanya Gigi saat Caca mendekat dan mencium tangannya. "gak jadi ma, udah kelar, ya bagus dong teteh jadi bisa istirahat lebih cepet sebelum lusa udah hari H, papa belom pulang ma?" Caca benar-benar tumbuh menjadi anak gadis kesayangan sang papa, mereka sangat dekat, bahkan Jevan tak segan menemani sang putri dimalam minggu, entah pergi menonton atau sekedar membeli camilan, bahkan Jevan pernah dikira sebagai pacar Caca saking ia masih terlihat sangat segar dan awat muda diusianya yang hampir menginjak kepala lima itu.
"belom sayang, paling ntar lagi papa nyampe. Kamu mandi dulu gih, abis itu bantuin mama ya buat masak."
"siap ma. Bentar, adek kenapa ma?"
"udah kamu ke kamar aja gih, mandi. Ntar papa pulang kamu belom mandi lagi."
"hmm oke ma. Teteh keatas ya ma, dek."
"kamu tau salah kamu apa?" ulang Gigi. Sebenarnya ini bukan masalah besar, namun Gigi sengaja ingin memberikan pelajaran pada putra sematawayangnya itu. "tau ma."
"sebutin!"
"Javier udah jahat sama cewek. Javier ngasi mereka harapan." Sejak kecil kedua anak Gigi dan Jevan memang dibiasakan untuk menggunakan nama mereka setiap mereka tengah dihukum oleh kedua orang tua mereka. "ada lagi Javier?"
"ada ma, Javier diem-diem ngerokok disekolah." Tepat saat Javier melafalkan kesalahan terakhirnya, suara mobil kembali terdengar memasuki garasi, sudah pasti itu sang kepala keluarga.
"papa pulang!" serunya, namun langkahnya untuk memeluk sang istri tertahan saat melihat pemandangan yang terjadi diruang keluarga. "kenapa nih? Kok it feels strange."
"kamu tanya anak kamu aja pa." Javier menjadi semakin ketakutan ketika Jevan ikut duduk disamping Gigi.
"whats wrong dude? Tell me." Bukannya menjawab Javier malah diam dan kembali menunduk. "boy, tell me, there is no secret between us kan." Helaan napas terdengar dari Javier yang kini menatap Jevan.
"I broke many girls' hearts pa, Javier ngasi mereka harapan, terus Javier cuekkin. Bahkan tadi ada yang dateng kerumah dan ngadu ke mama. And then-,"
"then?"
"Javier ketauan ngerokok disekolah pa." ucapnya sambil menunduk, takut papanya bisa saja memukul atau melakukan hal lainnya saat ini.
"ma, tolong taro tas papa." Pinta Jevan dengan dingin. "ah iya sama tolong ambilin vape yang ada di laci ya ma." Jevan mengedipkan matanya saat meminta Gigi untuk mengambil benda itu dari laci kamar mereka, Gigi yang sudah paham kemana arah permainan ini hanya mengangguk pelan.
"pap?"
"oh hai teh, katanya pulang telat, kok duluan teteh dari papa?"
"iya pa, udah kelar sih lagian tinggal dikit juga persiapannya, jadi teteh bisa pulang duluan terus istirahat, papa mau teteh buatin teh atau apa gitu?" tanya Caca yang sudah nampak segar dengan rambut panjangnya yang digelung asal.
"eum, tolong bikinin papa teh dong sayang."
"okay bos!" tak lama Gigi sudah kembali dengan membawa alat yang seperti rokok yang cukup sering Jevan gunakan.
"nih!" Jevan menyodorkan benda itu pada Javier setelah berpindah tangan dari Gigi pada dirinya.
"ayo diambil Javier." Ujar Jevan, namun Javier benar-benar tidak bergeming, ia terus menunduk takut sambil sesekali mencuri pandang kearah kedua orang tuanya.
"boy I told you to take it, take it." Paksa Jevan, namun Javier tetap tidak bergerak, saking gemasnya Caca yang barusaha membawakan pesanan Jevan mengambil benda itu dan meletakkannya di tangan sang adik dan membuat adiknya itu mengangkat kepalanya. Ia nampak benar-benar kesal dengan sang kakak sekarang.
"ambil aja apa susahnya sih dek." Tambah Caca yang kini ikut duduk bersama dengan mereka. Gadis cantik itu mengambil remote televisi dan mulai menonton dengan santainya.
'si teteh gue lagi dimarahin bukannya ngebelain malah nyantai'
"simpen itu." Javier kaget mendengar ucapan Jevan barusan.
"papa bilang simpen aja itu, buat kamu."
"m-maksud papa? Tapi kan-."
"adek, mama sama papa sama sekali gak marah kalo adek mau ngerokok, tapi jangan disekolah juga, apalagi diem-diem dan sampe ketauan. Kalo mau ngerokok jangan disekolah, tapi lebih bagus lagi kalo kamu gak mau ngerokok, cuman ya papa sama mama gak bisa ngelarang kamu juga toh kamu udah gede kan." Ujar Gigi.
"dan soal cewek-cewek itu, udahlah udah biasa itu, papa juga dulu gitu, namanya juga orang cakep, dah lah kamu gak usah tegang gitu kayak mau sunatan aja."
Pungung Javier tersandar dengan sempurna sekarang, ia benar-benar lega dirinya tidak betul-betul disidang oleh kedua orang tuanya. "papa sama mama ngijinin kamu ngerokok bukan mau ngajarin kamu nakal, tapi supaya kamu tau rasanya gimana dan jadi gak sembunyi-sembunyi, karena kalo kamu sembunyi-sembunyi bisa aja hal yang lebih buruk bakal kejadian, so, chill dude, besok-besok kamu kalo mau nyoba minum kasi tau papa mama, biar kita temenin. Okay big boy?" Jevan mengarahkan kepalan tangannya pada Javier yang disambut dengan gerakan yang sama oleh putranya itu. "oke pa, I'm sorry ya pa, ma." Ujar anak itu, entah karena gemas atau tersentuh, Gigi mendekat dan memberikan pelukan juga kecupan dipipi Javier. "sebelum kamu dipeluk sama dicium cewek lain, mama mau puas-puasin meluk sama nyium anak bayi mama dulu."
"mama aku udah bukan bayi ma, please." Dan tawa terdengar diruang keluarga yang hangat itu karena ucapan si bungsu.
"dek, teh papa sama mama punya pengumuman penting." Kali ini kedua anak Jevan dan Gigi merasa tidak enak dengan nada bicara Jevan.
"a-apa pa?"
"kalian bakalan punya adek lagi." Ujar Jevan. Seketika Caca dan Javier saling melirik satu sama lain lalu menatap ngeri kedua orang tua mereka. Beberapa detik tidak ada respon apapun dari kedua anak itu, mereka masih terlalu kaget.
"tapi bohong!" seru Jevan dan membuat Javier berdiri dan mulai mencubit lengang Jevan, begitu juga Caca yang ikut-ikutan mencuibit Jevan.
"hahaha, aduh kalian ini. Ya kali anak-anak papa Jevan yang tersayang papa sama mama selalu main aman kok."
"mas!" kali ini Gigi yang mencubit perut Jevan sampai lelaki itu sedikit merasa kesakitan.
"pengumuman pentingnya, liburan nanti papa sama mama mau ngajak kalian ke Amerika, jalan-jalan sekalian nengokin tante kalian disana. Gimana?"
"oke." Ujar Javier singkat.
"teteh mah ngikut aja pa."
"sip kalo gitu nanti papa sama mama yang urus, dah papa mau mandi dulu."
"iya pa. Teh yuk mulai masaknya. Adek itu vape nya disimpen, kalo ilang mama gak mau beliin lagi."
"iya ma! Thanks pa, ma."
--
ps: sisa 1 special episode sebelum Duplik benar-benar tutup buku. Jangan lupa vote dan komen nya yaa ^^ terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)
FanficKehidupan Jevan Adrio Bhaskara setelah 'gugatan' nya di terima A sequel of 'Replik'