Sudah 3 minggu Gigi tinggal bersama dengan Brian dan keluarganya, dan sudah 3 minggu juga tanpa sepengetahuan Jevan wanita itu kembali kerumahnya, membersihkan dan membuatkan makanan untuk lelaki itu.
"bu Gigi, apa saya perlu telpon pak Brian bu? Ibu keliatan kurang sehat."
"gak usah bi saya gak apa kok." Namun tubuh itu terlalu lemah bahkan untuk menopang dirinya yang kini tengah sibuk di dapur.
"bu, istirahat dulu aja, masakannya biar saya yang tungguin bu." Gigi menggeleng menolak tawaran tersebut, ia yakin ini hanya rasa pusing biasa yang bisa ia atasi, namun sepertinya ia salah sekarang ia tidak bisa melihat apapun.
Jevan masih sibuk dengan berkas yang ada diatas mejanya, ia memang sedikit lebih baik dari beberapa minggu belakangan secara fisik, namun tidak dengan batinnya. Soal perkara Broto, Adrian sudah tidak pernah lagi menghubunginya atau datang ke kantor lelaki itu. Jevan memang kehilangan banyak hal yang bisa saja membuat namanya semakin dikenal oleh banyak orang, namun karena kepergian Gigi tempo hari ia merasa tertampar oleh kenyataan kalau yang sebenarnya ia butuhkan adalah kebahagiaan kecil bersama dengan keluarga kecilnya. Suara ketukan pintu ruangannya membuat lelaki itu mengangkat kepalanya dari berkas yang sedang ia pelajari.
"pak ada mas Vero, mau ketemu bapak." Jantung Jevan seketika bedegup kencang, segala pikiran prasangka buruk soal kehidupannya yang sempat ia lupakan beberapa waktu lalu kembali menghampirinya. "suruh masuk aja, tolong bikinin minum ya."
"baik pak." Tak lama sosok itu masuk dengan senyuman tipis yang tersungging diwajah tampannya itu.
"pagi mas." Sapanya. Jevan buru-buru menutup berkas yang ia baca tadi dan memasang senyuman secerah mungkin untuk menutupi kekalutannya.
"tumben Ver, gimana?" wajah Jevan pucat seketika saat Vero menyerahkan sebuah map berwarna merah itu kearahnya.
--
Brian buru-buru masuk kedalam rumahnya setelah ia menerima telepon dari asisten rumah tangganya yang memberitahukan kalau Gigi tiba-tiba pingsan.
"gimana ceritanya bisa pingsan bi? Udah telpon dokter?"
"sudah pak, tadi bu Gigi lagi masak saya sudah nawarin untuk bantu, tapi bu Gigi bilang gak usah, akhirnya saya tinggal buat jagain den Ken, den Kei sama non Caca pas saya mau tinggal tiba-tiba bu Gigi sudah pingsan pak."
Tak lama berselah suara bel terdengar dan Brian langsung meminta sang asisten untuk membukakan pintu untuk sang tamu yang tidak lain adalah dokter keluarga Brian. Dalam hati pria itu berdoa agar tidak ada sesuatu yang membahayan nyawa sang adik dan calon keponakan yang ada dirahim Gigi saat dokter memeriksa keadaan Gigi.
"pak Brian, bisa kita bicara berdua saja?" Brian mengajak sang dokter keluar dari kamar Gigi untuk berbincang diruang tamu.
"pak Brian sepertinya bu Gigi sedang banyak pikiran dan itu membuatnya kelelahan. Itu juga sangat berbahaya bagi kesehatan janin yang ada dikandungan bu Gigi. Saya sarankan bu Gigi untuk tidak banyak pikiran dulu pak." Lelaki itu terdiam saat mendengar penuturan dokter, sebenarnya ia yakin adiknya itu selalu menyembunyikan sesuatu dibalik senyuman dan kata 'adek gak apa-apa mas' yang selalu diutarakan oleh Gigi, namun ia tidak ingin memaksakan pada Gigi untuk menceritakan masalahnya demi menghormati privasi sang adik, namun sepertinya Brian harus membuang rasa takutnya itu ini demi keselamatan Gigi.
"baik dok, terima kasih saran dan resepnya dok. Maaf saya merepotkan dokter."
"tidak apa pak Brian sudah tugas saya, kalau begitu saya permisi dulu." Setelah mengantar sang dokter Brian segera ke apotik terdekat untuk menebus obat untuk Gigi, namun sebuah ide terlintas di kepala lelaki itu dan sepertinya memang ia harus menjalankan rencana tersebut demi adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)
Fiksi PenggemarKehidupan Jevan Adrio Bhaskara setelah 'gugatan' nya di terima A sequel of 'Replik'