9. Revenge and Pillow Talk

426 56 3
                                    

Gigi mulai sedikit heran dengan kebiasaaan baru Jevan yang kini jadi sedikit pendiam, jadi lebih sering dengan ponselnya, ia bahkan selalu melewatkan acara bersantai keluarga mereka diruang keluarga, dan yang paling baru adalah ia melupakan jadwal kontrol istrinya itu sehingga mau tidak mau Rishi dan Brian yang mengantarkan wanita itu ke dokter sementara Jevan selalu dibuat sibuk dengan pekerjaannya dan itu membuat Gigi sedikit kesal karena perubahan sikap suaminya itu.

"aku tidur di kamar teteh." Jevan sedikit tersikap ketika melihat sang istri keluar dari kamar mereka dan berjalan menuju kamar putri mereka. Ini sudah hari kedua Jevan dan Gigi tidak tidur diranjang yang sama, tanpa obrolan malam dan tanpa pelukan hangat satu sama lain. Merasa butuh udara segar lelaki kurus itu masuk ke kamarnya dan mengganti pakainnya lalu pergi.

"kamu berubah mas, ada apa sih sama kamu?" gumam Gigi ketika melihat mobil suami nya itu melintas keluar dari perumahan dari jendela kamar Caca, jujur ia tidak ingin perang dingin seperti ini dengan Jevan, namun ia tidak ingin Jevan merasa terpojok jika ia bertanya soal apa yang tengah dikerjakan suaminya itu.

Mobil Jevan berhenti disebuah bar yang sering ia datangi bersama dengan Brian dan yang lainnya dulu. Kakinya dengan ringan melangkah melewati beberapa meja yang terisi dan memilih duduk di meja paling pojok yang jauh dari kerumunan orang.

"bir 3." Ujarnya tanpa melihat kearah pelayan yang mendatangi mejanya itu, lelaki itu minum dalam diam, sambil tenggelam dengan segala pikirannya soal masalah ini belum lagi dengan perang dinginnya bersama sang istri.

"Jev?" suara itu membuat sang punya kepala mengadah dan melihat siapa yang baru saja memanggilnya itu, matanya yang sipit semakin menyipit untuk melihat siapa yang baru saja memanggilnya.

"Vero." Lelaki dengan lesung itu kini tersenyum tipis pada Jevan, tanpa ragu ia duda tampan itu duduk dikursi yang ada dihadapan Jevan. Senyuman tipis yang pernah Jevan benci itu tak lepas dari lelaki itu saat memesan minuman untuk dirinya.

"tumben lu Jev, lagi ada masalah apaan?" tembak Vero berusaha memancing mantan atasannya itu untuk bicara soal hal yang pernah ia bicarakan dengan Juna dan Raihan. Namun Jevan bukanlah buku yang mudah dibuka, ia memilih untuk diam sambil meneguk minumannya berharap masalahnya bisa ikut luruh bersama dengan alkohol yang masuk kedalam tubuhnya.

"masih gak mau cerita lu?" sebut Vero kurang ajar karena memanggil Jevan dengan cara demikian, tapi hei, ini bar, dan mereka sedang tidak berada dikantor jadi untuk apa bahasa dan panggilan formal untuk lelaki itu.

"diem atau lu gue tonjok sekarang Ver." Ancam Jevan dengan suara rendahnya, namun ancaman itu bukanlah perkara besar bagi seorang Keeanu Savero. "oh gitu mau nonjok gue lagi? Silahkan, gua gak takut Jev, mending lu dilapor ke polisi gara-gara nonjok gue bukan gara-gara si Broto." Mata Jevan membulat seketika mendengar nama yang baru saja diucapkan oleh Vero, belum lagi rentetan kalimat yang lelaki itu rapalkan dihadapannya.

"lu gak tau apa-apa mending diem sebelum kejadian beberapa taun lalu  keulang Ver." Sepertinya kali ini Jevan tidak main-main dengan ancamannya, ia sudah menandaskan bir pertamanya dan kini mengangkat botol beling kosong itu ke udara.

"wahh, santai bos! Duduk deh mendingan, chill aja gue gak akan kasih tau siapa-siapa soal ini."

"mau lu apa Ver! Lu udah gue baikin selama ini malah jadi ngelunjak ya." Desis Jevan, seringaian nampak diwajah tampan Vero seolah menantang lelaki yang pernah jadi atasannya itu. "kalo lu nanya mau gue apa, lu mau jawaban yang bikin lu kepikiran, atau yang bikin lu naik darah duluan?" sebuah pilihan yang tentunya sangat merugikan untuk Jevan bukan? Tapi namanya juga Jevan, ia pasti akan memilih salah satu dari dua pilihan mematikan itu.

"first choice!"

"pilihan bagus bos!" Vero bertepuk tangan sekali setelah mendengar pilihan Jevan. "okay the first choice is lu terbuka sama Gigi apa yang saat ini lagi lu kerjain, jujur aja keles. Kalian kan laki-bini masa gini doang lu sampe kesini." Emosi Jevan sepertinya memang sedang dipancing oleh duda itu, namun ia memilih untuk menunggu jawaban dari pilihan kedua dari lelaki itu.

"second choice?" senyuman miring nan menjengkelkan terpatri diwajah Vero. "yang kedua, kalo lu emang gak mau lagi sama Gigi, gue avail buat jadiin dia istri gue." Ucapan barusan sontak membuat Jevan berdiri dan menarik kerah baju lelaki yang lebih muda darinya itu.

"jaga ucapan lu brengksek!" sebut Vero lelaki yang mungkin tidak pernah merasa takut dengan ancaman yang baru saja ia terima, lelaki itu justru tersenyum penuh kemenangan seolah berhasil memancing setan yang bersemayam didalam tubuh Jevan murka seketika. Beruntung kali ini tidak ada bogeman mendarat diwajah duda tampan itu, karena Jevan memilih untuk pergi meninggalkannya bersama dengan dia 2 botol bir yang belum ia sentuh sama sekali.

Dalam perjalanan pulang Jevan terus saja dihantui oleh ucapan Vero barusan terlebih dengan ucapan soal ia yang siap mengambil Gigi dari Jevan kapan saja jika Jevan tidak mau terbuka kepada sang istri.

--

"chi?" are you sleep?" Brian mengusap surai hitam sang istri yang kini tengah bersandar di dada polosnya setelah permainan panas mereka yang diawali karena Brian yang memakai celana berbahan leather saat mereka pergi kencan berdua malam ini, tentu saja ini sebuah kesempatan langka dimana sang istri yang menjadi pemimpin dalam permainan panas mereka barusan. Brian sangat bererterima kasih pada celana 'terkutuk' itu.

"belom ada apa by? Mau lagi?" tolong Brian, entah apa yang membuat sang istri malam ini menjadi sedikit lebih agresif dari biasanya, namun itu justru menjadi sebuah peluang bagus untuk Brian untuk 'bercocok tanam' agar Ken dan Kei punya adik lagi. Tanpa banyak basa-basi Brian menumpukan tubuhnya diatas tubuh istrinya itu, dikecupnya kening yang masih terdapat butiran kecil peluh lalu turun ke hidung, lalu bibir ranum Rishi yang menjadi kesukaan Brian.

"eumh.. by.." eluh wanita dua anak itu saat suaminya dengan lancang membuat lagi bekas keunguan dileher jenjangnya dan setelahnya hanya terdengar suara desahan dan lenguhan penuh kepuasan dari pasangan itu.

"chi, aku mau cerita tapi kamu jangan marah." Brian yang masih berada diatas tubuh Rishi berujar sambil mengelap sisa peluh di wajah Rishi.

"ada apa by?"

"aku lagi marahan sama Jevan."

"aku tau." Brian sedikit terkejut karena respon istrinya itu. Kecupan singkat mendarat di bibir Brian. "aku tau, keliatan banget kalo kamu lagi marah sayang, tapi pasti ada alasannya kan? So tell me the reason."

"Jevan perang dingin sama Gigi."

Rishi sedikit terkejut dengan penuturan suaminya itu, ia tidak menyangka dibalik senyuman iparnya itu menyimpan masalah dengan suaminya. "karena?"

"jadi Jevan nanganin kasus koruptor, dan dia sengaja nyembunyiin itu dari Gigi, padahal resikonya pasti gede apalagi dia bareng sama pengacara yang sering make cara belakang biar kasus mereka menang." Hanya dengan penjelasan seperti itu Rishi sudah paham apa yang menyebabkan Brian marah pada iparnya itu, ia tidak suka dengan sikap Jevan yang memilih untuk menyembunyikan hal itu dari sang istri padahal seharusnya mereka harus saling terbuka satu sama lain. "ya udah kalo gitu by, kita jangan terlalu ikut campur, mereka kan udah dewasa. Aku paham kamu pengen ngelindungin Gigi, tapi inget, mereka udah gede by. Kalo mereka butuh bantuan kita baru kita bantu." Nasehat Rishi.

"iya by, tapi aku tetep kepikiran Gigi."

Cup! Satu kecupan lagi mendarat di bibir Brian

"udah gak apa by, doain aja semoga masalah mereka bisa cepet selesai kasian Gigi." Brian hanya mengangguk pasrah lalu kembali menjalankan ritual malam mereka dengan syahdu.

==

[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang