4 | PARA PENGHUNI

8.9K 1.7K 320
                                    

GHEA duduk di sebelah Katlyn yang sudah lebih dulu duduk dengan tray makanan di depannya.

"Aku dengar kamu sakit sampe telat tadi pagi. Kenapa nggak izin aja, sih?" tanya Ghea sebelum menyeruput es teh.

Itulah yang membuat Katlyn bingung. Ketika ia sampai di tempat kerja, Baron menanyakan keadaannya. Dia bilang ibu kos Katlyn menghubungi pihak Seaworld untuk minta izin agar Katlyn diperbolehkan datang terlambat akibat tidak enak badan. Untungnya, hari itu Katlyn tak punya jadwal show. Padahal waktu Katlyn bangun dan buru-buru berangkat kerja, Tamara atau Bu Ika tak mengatakan apa pun. Mereka hanya tersenyum saat mengantar kepergian Katlyn yang tergesa-gesa.

Katlyn menghela napas panjang. Pundak dan bagian belakang kepalanya sakit sekali. Seperti habis dibentur godam. Ia tidak ingat bagaimana dirinya pingsan. Ketika bangun, tubuhnya sudah dipindahkan ke atas sofa.

Janesa.

Ia ingat tadi pagi sempat membayangkan Janesa muncul. Kengeriannya masih terasa. Katlyn tertawa sumbang. Akhir-akhir ini, bayangan Janesa memenuhi kepalanya, padahal sudah lewat lima tahun sejak mereka bertemu terakhir kalinya.

Apakah ini trauma? Apakah sudah waktunya bagi Katlyn berkonsultasi dengan ahli kejiwaan supaya tidak perlu membayangkan Janesa lagi? Atau mungkin ini hanya efek kelelahan?

Mendadak dahinya disentuh oleh telapak tangan Ghea. Katlyn tak sempat menghindar.

"Badan kamu anget, Kat. Aku anter ke klinik, gimana?" tawar Ghea dengan wajah simpati. Sejak tadi, ia memandangi Katlyn yang hanya memainkan sendok di atas makanan.

Katlyn menggeleng. "Aku berencana ke dokter pulang kerja nanti. Mungkin ini gara-gara kecapekan aja."

Ketika mengembuskan napas, Katlyn bisa merasakan hawa panas keluar dari lubang hidungnya. Tenggorokannya juga terasa tak nyaman. Ia merasa seperti akan terserang flu.

***

Hampir separuh wajah J tertutupi topi hitam. Lelaki itu berdiri di atas dermaga yang sepi, sedang memandangi laut lepas di depannya. Tak jauh dari posisinya, rantai jangkar tampak menahan sebuah kapal tongkang bermuatan kosong. Ia mengembuskan asap rokok pekat dari mulut. Wajahnya datar, tidak tertebak apa yang sedang J pikirkan saat ini.

"Bos."

Seorang laki-laki dengan kaki agak pincang berjalan ke arahnya. J tak langsung menoleh.

"Terlambat enam setengah menit," ujar J dengan nada datar. Ia melemparkan puntung rokoknya ke tanah sebelum menginjaknya sampai hancur. "Nggak apa-apa. Aku lagi baik hari ini." Ia mengeluarkan sesuatu dari balik jaket kulitnya.

Laki-laki pincang dengan banyak codet di wajahnya itu menerima pemberian J. Sebuah amplop cokelat tebal berisi beberapa gepok uang tunai.

"Hitung dulu," lanjut J tanpa memandangnya.

"Nggak usah, saya udah percaya sama Bos."

Codet, itu nama panggilan laki-laki penuh bekas luka di wajah dan berkaki pincang yang selama ini dipercaya J sebagai penyelundupnya. Pekerjaan terakhir yang ia lakukan adalah membantu Bu Ninja memastikan bola mata dan potongan jari Eros Zucchero sampai ke Indonesia tanpa mengundang kecurigaan dari pihak-pihak berwajib. Codet juga membantu komplotan kecilnya untuk menerbitkan identitas asli tetapi palsu seperti KTP dan paspor demi kepentingan misi.

"Gimana kondisi Italia?" J memasukkan tangannya ke saku jaket. Matanya agak menyipit karena silau matahari sore.

"Chaos. Pemerintah Italia memburu Scaroni. Dia dianggap sebagai dalang dan otak pencurian. Saya dengar dia dikenakan pasal berlapis karena melakukan percobaan pembunuhan pada Eros si Kurator."

C.R.T Vol. I [Published by Karos]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang