6 | THE SIBLINGS

7.8K 1.4K 240
                                    

"BADANKU enak banget buat dipeluk?" Janesa menepuk lengan Katlyn yang masih melingkari pinggangnya.

Perlahan, pelukan Katlyn melonggar. Kedua betisnya gemetaran. Janesa membantunya turun dari motor karena kaki Katlyn amat lemas. Ia berpegangan pada lengan Janesa agar tidak jatuh.

"Kenapa?"

"Sebentar, mau ngumpulin nyawa," jawab Katlyn lirih. Kepalanya menunduk sehingga Janesa harus membantunya melepaskan helm.

Ketika helm dilepas, Janesa dapat melihat wajah Katlyn yang pucat pasi.

"Kamu nggak pa-pa?" Dahi Janesa berkerut dalam karena cemas.

Katlyn lekas menggeleng. Pegangannya masih belum dilepaskan. Kedua kakinya juga masih gemetaran.

Janesa menyetir seperti orang gila. Sudah bawanya kencang, salip sana-sini pula! Naik motor Janesa membuat Katlyn merasa lebih dekat dengan Tuhan. Ia takut nyawanya hampir dicabut malam ini juga.

"Mau aku gendong ke dalem?"

Janesa terbukti tidak berbohong saat mengatakan tahu di mana rumah Katlyn. Tanpa diberi arahan, dia berhasil membawanya pulang. Memang penguntit ulung.

Katlyn mendongak ke atas, ke arah jendela kamar yang tirainya terbuka dan menampakkan wajah Luna di baliknya. Itu jendela kamar Katlyn. Mereka diawasi.

Janesa ikut mendongak ke arah yang sama. Luna hanya tersenyum tipis, amat samar.

"Kamarmu?" tanya Janesa sok penasaran.

Yang ditanya enggan menjawab. Isi kamar Katlyn memang tidak banyak, bahkan bisa dibilang tidak ada barang berharga di sana. Anak-anak di rumah ini sering keluar-masuk kamar Katlyn karena diajak oleh Timothy. Sejauh ini, Katlyn tetap percaya kalau para penghuni dewasa di rumah pasti tahu batas-batas privasi. Dia belum memutuskan Luna termasuk kategori dewasa atau anak-anak.

Katlyn berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam rumah.

"Aku haus."

Ia agak terperanjat karena rupanya Janesa mengikutinya sampai ke dapur. Laki-laki itu bersandar di tepi meja makan, menunggu Katlyn memberikan minuman dari dalam kulkas.

"Lanjutin ceritamu yang tadi." Katlyn menarik kursi di dekat Janesa setelah mengulurkan segelas air padanya.

Janesa mengangguk. Ia menghabiskan air dalam sekali minum. "Sampai mana tadi?" tanyanya kemudian.

"Krotos Enterprises dan Revita. Ada hubungan apa mereka sama kematian mamaku?"

"Ah, sebaiknya aku mulai dari virus D6 dulu. Kamu tahu ebola di Afrika?"

Katlyn mengangguk. Ebola tercatat sebagai wabah tertinggi dalam sejarah WHO. Penyakit ini pertama kali terdeteksi tahun '70-an di Kongo. Disebabkan oleh virus yang dibawa hewan hingga menjangkiti manusia lewat darah hewan yang terjangkit. Gejalanya berupa demam, mual, muntah, diare, sampai pendarahan dari mata, hidung, dan anus.

"Legacy Biopharma berusaha bikin antivirusnya sejak akhir tahun '80-an. Dalam perjalanan nemuin antivirus dan vaksin, ilmuwan di Legacy Biopharma justru bikin mutasi virus baru dari ebola itu sendiri. Mutasinya disebut D6. Jauh lebih mematikan dari ebola. Virus jenis itu bisa bawa keuntungan yang nggak terhingga bagi perusahaan multinasional pencipta perang saudara semacam Krotos. Singkatnya, konflik internal di Legacy Biopharma jadi celah bagi Krotos untuk beli virus itu."

"Kenapa harus virus D6? Virus lain juga masih banyak yang belum ada vaksinnya. Itu pun kalau tujuan Krotos adalah nyari senjata biologis baru yang bisa dijual."

C.R.T Vol. I [Published by Karos]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang