KEBINGUNGAN menghampirinya begitu Katlyn membuka mata siang itu. Untungnya hari ini ia kebagian sif sore, jadi punya waktu istirahat lebih banyak untuk memulihkan flu yang kemarin sempat menyiksanya.
Ia baru menyadari kalau Timothy tidak ada di sebelahnya, tempat di mana ia biasa tidur. Katlyn buru-buru turun dari kasur untuk mencarinya. Jangan sampai Timothy melihat tiga pencuri yang digantung di—oh, sudah tidak ada!
Tiga pencuri yang dilihatnya semalam tidak terlihat di mana-mana. Katlyn berlari menuruni anak tangga. Matanya memperhatikan lantai tepat di mana ia melihat darah dari leher salah seorang pencuri yang tertembus pensil.
Bersih! Tak ada bekasnya sama sekali!
"Timmy!" seru Katlyn cemas. "Timothy!" Ia berlari ke foyer menuju pintu depan. Begitu melihat Timothy sedang bermain bersama Noir di serambi, ia menghela napas lega. "Timmy, dipanggil Kakak, kok, nggak nyahut, sih?"
Timmy hanya menoleh sebentar sebelum melanjutkan main lempar tangkap bersama Noir. Noir yang melempar, Timothy yang mengejar. Mereka menggunakan ranting kayu kecil yang entah ditemukan di mana.
"Minggir, Mbak!" Katlyn agak terperanjat karena bentakan seseorang. "Sori, ngagetin. Lo jangan di situ, mobil box gue mau lewat!"
Katlyn buru-buru mengamankan Timothy dan Noir ke beranda. Mereka mengamati seorang cewek memakirkan mobil box besar di depan rumah.
"Mau nganter barang, Mbak?" tanya Katlyn.
"Kagak." Cewek berkacamata tebal yang wajahnya berkilau karena minyak sekaligus merah meradang berkat jerawat itu turun dari kursi pengemudi. Dia mengenakan sandal jepit, celana training, serta kaus lusuh bergambar tokoh kartun kuda poni. "Ibu kosnya ada?"
Katlyn menggeleng. "Kalau jam segini masih kerja. Mbak siapa?"
Cewek itu mengelap telapak tangannya yang basah karena keringat ke celana sebelum mengulurkannya pada Katlyn. "Tasya. Gue penghuni baru di sini."
Katlyn membalas uluran tangannya. Tatapan Katlyn tak lepas dari mobil box besar di depannya seraya bertanya-tanya apa saja yang dibawa oleh calon tetangga barunya itu.
Katlyn menyentuh masing-masing pundak Noir dan Timothy. "Kenalan dulu sama Kak Tasya."
Noir dan Timothy bergeming. Kedua bocah itu hanya mendongak ke arah Tasya.
"Anak-anak suka yang cakep. Mungkin mereka ngerasa serem lihat muka gue yang jerawatan." Tasya hanya meringis.
Katlyn buru-buru menggeleng. "Bukan! Bukan gitu. Ini Timothy, adikku. Dia punya autis ringan, jadi kemampuan sosialisasinya buruk. Moody-an." Ia mengacak kepala Timothy sebelum beralih pada Noir. "Yang ini Noir. Dia pake kacamata soalnya—"
"Noir buta, Kak," sahut Noir. Bocah itu menyeringai, memamerkan giginya yang ompong di depan.
Tasya mengangguk. "Bagus, deh. Jadi nggak berisik."
Katlyn tersenyum kecil. Entah apa reaksi Tasya jika nanti bertemu Angkasa dan Jagad. "Mau dibantu nurunin barang?"
"Nggak usah! Gue mau ke samping. Di situ ada pintu yang langsung ke ruang bawah tanah. Gue tinggal di sana."
Katlyn bahkan tidak tahu jika bangunan ini punya rubanah. Kalau keadaan bangunan utama saja setua dan semuram ini, lalu bagaimana dengan keadaan di bawah?
"Katanya banyak hantunya, emang iya? Serius angker?"
"Nggak tahu. Belum pernah turun."
"Eh, ada tamu!" Bu Ika tiba-tiba muncul dari belakang Katlyn, membuatnya terperanjat.
KAMU SEDANG MEMBACA
C.R.T Vol. I [Published by Karos]
Mystery / Thriller"Kapten lihat cewek rambut putih yang di sana itu?" tunjuk Tea. "Katlyn?" Dia mengangguk. "J membunuh mamanya, menjebloskan papanya ke penjara, dan membuat hidupnya jungkir balik dalam satu malam. Sekarang? Mereka suami istri di Kartu Keluarga." Kat...