[11] Penasaran

24 17 0
                                    

Assalamualaikum 💜

Happy Reading^^

Jangan lupa untuk VOTE dan COMMENT 🤗


Sudah dua hari Lala masih dirawat di rumah sakit, karena ia belum sembuh total. Ia tidak masuk sekolah dan Afif sudah meminta izin kepada wali kelas Lala.

"Eh, kok gue nggak pernah liat temen yang namanya Lala itu?" tanya Rizal menatap Nadia. Namun, Nadia hanya menggeleng. Ia juga tidak tahu kenapa sudah dua hari ini Lala tidak masuk sekolah.

"Iya, gue juga heran sama tuh anak. Baru aja 2 hari masuk sekolah, udah absen aja," timpal Bagas.

"Mungkin, dia ada urusan kali." Nadia berusaha untuk tetap positif thinking.

"Lagi ngomongin siapa sih?" tanya Leo yang tiba-tiba muncul. Ia habis dari toilet, makanya tadi tidak ke kantin bersama dengan sahabat-sahabatnya.

"Setan nongol," celetuk Rizal. Leo pun langsung menoyor kepala Rizal. Berani-beraninya dia ngata-ngatain Leo yang gantengnya sejagat raya ini setan.

"Eh, ampun Bang Jago," ucap Rizal menirukan gaya tiktok.

"Eh, tadi gue nanya lo semua lagi ngomongin siapa?" Leo penasaran dengan orang yang tadi mereka bicarakan.

"Hai, Leo." Tiba-tiba saja Tyara dan antek-anteknya sudah berada di samping Leo. Tyara bergelayut manja di lengan kekar milik Leo. Semua orang menatap jijik ke arah Tyara. Namun, mereka bisa apa? Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena mereka tidak berani berurusan dengan Tyara si anak Kepala Sekolah.

"Apaan sih, lepas." Leo berusaha melepaskan tangan Tyara dari tangannya. Namun, Tyara tetap kekeh, ia malah semakin erat memegangnya.

"Lo, budek ha?!" bentak Leo menepis tangan Tyara kasar.

"Lo, kenapa sih ha?! Nggak pernah ngehargain gue banget!" Tyara kesal karena setiap dia berusaha ingin berdekatan Leo, Leo malah mengusirnya.

"Lo, pengin gue hargain berapa?" tanya Leo lembut, tapi terkesan menakutkan. "Dasar jalang, MURAHAN!" desis Leo langsung melenggang pergi keluar dari kantin, diikuti oleh Rizal dan Bagas. Namun, Bagas malah berhenti di hadapan Tyara, entah apa yang akan dia lakukan.

"Neng Tyara, mendingan sama Aa aja ya?" goda Bagas genit.

"NAJIS!" tekan Tyara menatap tajam Bagas. Bagas lari terbirit-birit, ia takut akan mendapatkan amukan dari Mak Lampir, eh Tyara maksudnya.

"Hosh ... hosh ... hosh ... gila anjayani!" dengus Bagas ngos-ngosan.

"Lo, kenapa kayak dikejar setan gitu?" tanya Rizal heran melihat Bagas yang ngos-ngosan dan pelipisnya dipenuhi keringat.

"Gu-gue ab-bis godain si Mak Lampir," sahut Bagas tersengal-sengal mengatur nafasnya.

"Si Tyara maksud Lo? Bhahaha ...." tawa Rizal lepas seketika.

Pletak!

Jitakan maut dari Bagas mendarat di kening Rizal. "Nggak usah ngetawain gobl*k!" sungut Bagas kesal.

"Iya, iya, selow ae kali." Rizal menghentikan tawanya, ia takut akan kena amuk singa jantan.

Sedari tadi Leo hanya menjadi penyimak setia antara perdebatan kecil yang mereka lakukan. Menurutnya masalah sepele tidak harus diperdebatkan seperti itu, hanya buang-buang waktu saja. Nirfaedah.

"Tadi pas di kantin, kalian ngomongin siapa sih?" Tiba-tiba saja Leo teringat tentang hal yang membuat jiwa keponya meronta-ronta.

"Ngomongin apa? Siapa?" Bukannya menjawab, mereka berdua malah bertanya balik.

"Huhh, itu loh ... kalo nggak salah tadi lo berdua ngomongin murid baru," Leo mendengus kesal, karena kedua sahabatnya ini memiliki kepekaan di bawah rata-rata.

"Oh, yang itu ...." jawab Bagas dan Rizal kompak.

Kring! Kring!

"Ntar aja dijelasinnya, sekarang udah waktunya masuk kelas."

"Lo hutang penjelasan sama gue."

****
"Bun, Lala bosen di sini terus. Lala pengin pulang," rengek Lala. Ia sudah tidak betah lama-lama di rumah sakit, karena bau obat-obatan yang lumayan menyengat ke dalam hidung.

"Kamu belum sembuh total, Sayang," ucap Atika mengelus kepala Lala.

"Tapi Bun-"

"Nggak ada tapi-tapian," tegas Atika.

"Iya deh." Jika Atika sudah berkata seperti itu, maka siapapun tidak ada yang bisa membantahnya, karena ia paling tidak suka dengan bantahan.

"Bunda mau cari makan dulu, soalnya Bunda lapar, hehe...." Atika keluar dari kamar rawat Lala, mungkin ia akan pergi ke kantin sebentar.

"Huh ... gue sendirian lagi," keluh Lala menghembuskan nafasnya kasar.

****
"Eh, lo hutang penjelasan sama gue," bisik Leo di telinga Rizal.

"Jadi, tadi kita lagi ngomo-"

Puk!
Sebuah penghapus papan tulis mendarat di kepala Rizal.

"Aw ... siapa sih yang berani-beraninya ngelempar penghapus ke kepala gue?!" geram Rizal bangkit dari tempat duduknya.

"Saya!" timpal Pak Nanang berkacak pinggang. Ya, Pak Nanang-lah yang telah melempar penghapus itu, sampai mendarat di kepala Rizal.

"Eh kirain siapa, hehe ...." Rizal mengembalikan penghapus itu ke meja Pak Nanang, ia tidak berani jika berurusan dengan Pak Nanang yang terkenal killer itu.

.
.
.
.
.
.
Bersambung....


















Soulmate (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang