Bab 17 : Lescount

46 1 0
                                    

"Jadi, inikah tempatnya?"

Sesuai arahan salah seorang penduduk desa, kelompok Rei berkeliling gua cukup jauh setelah meninggalkan Lestia. Ia mengharapkan gadis half-elf itu baik-baik saja, sebenarnya Rei juga berpikir untuk kembali melihat keadaannya namun itu hanya akan merusak kepercayaan Rei padanya.

Setelah itu, sang penduduk menemukan jejak kaki beberapa Orc serta bau yang cukup kuat yang berasal dari suatu terowongan. Dibantu oleh sihir pelacak Marco, mereka berhasil sampai ke sini.

Tempat yang dimaksud adalah sebuah ruangan besar yang jika diukur kira-kira tingginya dapat memuat dua buah truk besar yang diletakkan bertindihan. Ruangan itu berbentuk persegi, di dalamnya sangat gelap dan hanya diterangi oleh beberapa obor di dinding yang rasanya sudah hampir padam. Udara dingin menusuk kulit mereka yang telanjang akibat melepaskan pakaian berat saat menyebrangi sungai.

Tepat di bawah dinding-dindingnya, adalah jurang yang dalam dan sempit, mengelilingi tempat tersebut layaknya arena pertarungan. Ini adalah lokasi final mereka, tak dapat dipungkiri.

Bau udara yang busuk dapat tercium dari tempat mereka berdiri, aroma yang membawa bau mirip hutan yang sangat berlawanan dari aroma gua. Bau busuk tersebut berasal dari depan sana, dimana sebuah sulur aneh berwarna putih yang tersebar di permukaan tanah layaknya jaring laba-laba.

Atau mungkin, itu memang jaring laba-laba' pikir Rei.

Tapi, yang lebih mengerikan lagi adalah sesuatu yang menggantung di atas langit-langit dari tempat mereka berdiri. Sesuatu yang membuat semua yang ada di sana bergidik ngeri, dan membenamkan rasa takut pada otak mereka.

Itu adalah sekumpulan jeruji besi yang berisikan manusia. Lebih tepatnya, para tawanan. Wajah mereka diliputi ketakutan, kaki serta tangan mereka penuh luka cambuk akibat siksaan, menunggu untuk diselamatkan. Mereka yang harus terpisah dari keluarga mereka dan mengalami siksaan yang jauh lebih kejam, adalah perlakuan orang-orang biadab.

Rei, mengepalkan tangannya karena emosi.

Amarah tersebut ditujukan kepada sesuatu di hadapan mereka, tepatnya pada bagian tengah ruangan. Disana, ada sebuah batu yang menjulang tinggi dan dikelilingi oleh tanah berlapis marmer.

Seseorang duduk di sana, tubuhnya tertutup oleh bayangan, namun itu menampakkan seorang pria dengan jubah dan sedang duduk bersila dengan santainya. Kejanggalan tersebut membuat Rei semakin yakin bahwa dia adalah pelaku yang menyebabkan semua ini.

"Maju, perlahan-lahan."

Rei dan kelompoknya melangkahkan kaki masuk ke bagian dalam ruangan itu. Angin berhembus dari arah yang berlawanan, memberikkan sebuah kesan mengerikan yang berasal dari orang itu. 

"Selamat datang, wahai para pahlawan."

Membuka kedua tangannya seperti kedatangan tamu, pria itu menunjukkan senyum di wajahnya. Kedua bola mata berwarna hitam pekat layaknya kau akan tertelan begitu melihatnya, namun terdapat sebuah kekejian di sana. Itu adalah tatapan seorang pembunuh berdarah dingin.

Selain berpakaian hitam, pria itu juga mengenakan sebuah topi yang tidak simetris sehingga menutupi salah satu matanya. Itu mengingatkan Rei pada penjahat pada jaman eropa pertengahan, dimana mereka masih memakai setelan hitam serta biasanya membawa pistol sebagai senjata.

"Namaku Lescount, ketua dari Blackhawk. Senang bertemu denganmu."

Pria itu mengulurkan tangannya, seperti hendak berkenalan. Rei cukup mengagumi kesantaiannya mengingat saat ini dia hanya seorang diri sedangkan Rei membawa selusin pasukan di belakangnya.

"Lepaskan mereka."

Rei tidak hendak bermain-main dan segera mencabut pedangnya. Taring besi yang hitam legam dan panjang itu menempel pada leher Lescount, wajah Rei mengindikasikan 'bergerak atau mati'

Re : Swordsman (ONHOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang