Bab 18 : Teman Menjadi Musuh

45 2 1
                                    

Lima puluh pasukan kerajaan, beserta Catherine dan Vorn, sebuah kekuatan yang tak bisa dianggap remeh. Rei tak mengenal mereka, namun ia dapat mengetahui bahwa mereka adalah bala bantuan yang dikirim oleh kerajaan.

'Lambang kelopak bunga emas, tidak salah lagi.. dia pasti jendral kerajaan'

Mengingatkannya kembali pada sosok jendral Herald yang mengenakan pakaian emas, wanita di hadapannya ini memberikkan kesan yang sangat berbeda.

Catherine Leist memiliki tubuh ramping, baju besi yang ketat serta memiliki rambut oranye panjang dan dua buah telinga kucing. Rei baru pertama kali melihat ada manusia setengah kucing, sehingga ia cukup terkejut.

Namun, ia dapat merasakan aura kekuatan yang luar biasa darinya. Dengan senjata rapier panjang dan tipis di tangannya, Rei yakin bahwa kemampuan pedang orang itu setara dengan dirinya, atau mungkin lebih.

"Lescount, waktumu sudah habis."

Mengulangi ancaman yang sama, Catherine maju dan menghentakkan kakinya, membuat pasukan lain berbaris rapi dan siap untuk menyerbu dengan senjata mereka masing-masing. Hentakkan kakinya membuat udara di sekitarnya bergelombang kemarahan.

Namun, pria yang ada di hadapan Rei ini tidak merespon. Sekilas, senyum tak manusiawi melebar di wajahnya, menampakkan seolah gigi taring iblis yang seharusnya tak ada di sana.

"Bagus! Bagus! Semakin banyak orang datang, semakin banyak kematian, huehuehue!!"

Tawa gila menyebar di seluruh ruangan. Tak ada yang dapat memahami perilaku orang ini, yang melambangkan kegilaan dan haus darah. Benar-benar keberadaan iblis di tubuh manusia.

"Kalau begitu, kau sudah siap mati?"

Catherine menyipitkan matanya, melihat bahwa lawan yang ia hadapi nampaknya telah kehilangan pikiran. Namun, seperti halnya Lescount ia mulai tertawa. Ya, ketakutannya akan kematian digantikan oleh tawa kejam yang menggema di dalam gua.

Tak perlu lagi berlama-lama, Catherine tahu ia harus melenyapkan orang ini sekarang juga. Karena itu..

"Prajurit, maju!!"

Tubuh Catherine yang lincah melompat maju sambil menghunus pedangnya, menyambut Lescount dengan kedua belati di udara. Pertempuran segera dimulai, suara besi dan seruan menyebar di udara.

"Rei!"

Lama tak mendengar suara yang lembut itu, Rei menoleh dan mendapati gadis berambut perak itu di belakangnya. Meskipun penuh luka-luka serta pakaiannya robek di sana-sini, gadis itu sama sekali tak kehilangan kecantikannya.

"L-lestia, kau baik-baik saja."

"Ya, kau sendiri?"

"Ya, namun aku tak bisa menyelamatkan mereka.."

Rei, menunduk dan meratapi kesedihan para penduduk desa yang telah berkorban dan mati. Di dalam hatinya, ia memiliki penyesalan yang kuat. Seandainya aku lebih kuat dan cepat, maka aku pasti bisa menyelamatkan semua orang.

Namun, tangan Lestia menyentuh pundaknya. Dua bola mata berwarna ungu yang bersinar terang menatap lekat ke arah Rei. Sekilas, Rei merasakan hawa amarah dari tatapan mata itu.

"Aku tahu, tapi kita tidak boleh hanya berdiam diri saja. Rei, mari kita balaskan para cecunguk itu!"

"Kurasa kau benar.."

Tentu saja rasa lega itu tidak datang secara langsung, namun setidaknya perlakuan Lestia membuat hatinya terasa sedikit lebih tenang. Kemudian, merasa telah menunda sesuatu yang penting, Rei akhirnya memberanikan diri menatap ke belakang dan di sana terdapat seorang pemuda dengan tubuh telanjang dan bekas luka raksasa.

Re : Swordsman (ONHOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang