MINGYU menutup pintu rumahnya. Ia baru pulang dari kantor pada tengah malam. Pria berjas itu segera naik ke lantai atas untuk membersihkan diri. Namun, saat melewati kamar Yuki, Mingyu berhenti sejenak. Ia merasa tidak enak karena pulang larut di hari pertama mereka.
Tapi, setelah dipikir-pikir, ini semua hanya karena kontrak.
Akhirnya, Mingyu pun masuk ke dalam kamarnya yang berjarak satu pintu dari kamar Yuki. Di tengah-tengah kamar pribadi mereka adalah kamar utama.
Tas dilemparkan pada ranjang, begitu juga dengan jasnya. Mingyu segera masuk ke dalam kamar mandi pribadi di kamarnya. Membersihkan diri setelah seharian bekerja. Terlebih, ia ingat dengan perlakuan Cloey.
Mengingatnya saja sudah membuat sakit kepala.
Setelah menghabiskan waktu sekitar 15 menit, Mingyu keluar dari kamar mandi dengan piyama dan handuk kecil menjuntai di kepalanya. Ia langsung meraih ponselnya yang berada di atas nakas, memeriksa pesan-pesan yang masuk sembari mengeringkan rambut.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu pada kamarnya membuat Mingyu berhenti dari aktivitasnya. Itu pasti Yuki. Untuk apa tengah malam mengetuk kamarnya?
Mingyu pun membuka pintu kamarnya dan mendapati istrinya sudah berdiri di sana dengan bantal di pelukannya. Tunggu. Bantal?
"Boleh aku tidur di sini malam ini?" pinta Yuki dengan puppy eyes.
Mingyu diam sejenak. Tak punya gambaran apapun tentang mengapa Yuki meminta untuk tidur berdua. Bahkan kemarin saja wanita itu tampak gelisah walau Mingyu sama sekali tidak ke ranjang.
"Rumah ini sangat besar. Aku takut tidur sendirian," tambah Yuki menjelaskan situasi.
Mendengar alasan itu, akhirnya Mingyu pun mempersilakan Yuki masuk lalu menutup pintu kamarnya. Dengan sigap, ia langsung mengambil bantalnya dan memindahkannya ke sofa yang tersedia di kamarnya yang luas itu.
Yuki yang memperhatikan itu pun langsung menyela, "tidak apa-apa. Kita bisa tidur seranjang. Kemarin kau sudah tidur di sofa. Atau perlukah aku di sofa?"
Lagi-lagi Mingyu tak mengerti dengan pikiran Yuki. Sepertinya, ada sesuatu yang tak beres di sini. Sifat Yuki benar-benar labil. Mungkinkah istrinya itu pengidap DID? Bahkan di hari pernikahan, Yuki mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti olehnya.
"Aku baik-baik saja," jawab Mingyu akhirnya. Ia lalu mengambil selimut di lemari. Tanpa bicara apa-apa lagi, ia membaringkan tubuhnya di sofa dan memakai selimutnya.
Yuki pun menatap Mingyu dengan ekspresi yang tidak terbaca. Saat suaminya tidur menyamping menghadap senderan sofa, ia segera bergabung di lapak sofa yang tersisa. Hal itu membuat Mingyu sangat terkejut. Pria itu segera menoleh ke belakang.
"Aku ingin tidur berdua. Kalau tidak mau di ranjang, kita bisa tidur bersama di sofa," bisik Yuki dengan tubuh yang menghadap punggung Mingyu.
Pria di hadapannya itu terdiam cukup lama. Tampaknya masih mencoba mencerna keadaan. Namun, akhirnya Mingyu segera bangkit dari sofa.
"Kita sudah membicarakan ini di kontra-"
"Ini bukan seperti apa yang kau pikirkan, Direktur Kim," potong Yuki sambil bangkit duduk di sofa.
Mingyu kembali mengatupkan bibirnya kala Yuki mendekatinya yang kini berdiri kaku. Wanita itu bahkan mengelus lengannya sekarang. Ia tahu kalau mereka sudah menikah. Tapi, bukankah di dalam kontrak dikatakan agar seminimal mungkin dalam skinship?
"Kau kan tidak mencintaiku. Jadi, pasti kita tetap bisa tidur bersama dalam satu ranjang, kok," lanjut Yuki sambil tersenyum tipis.
Tiba-tiba, tangan Yuki terulur menyentuh rahang kokoh Mingyu. "Atau, kau sudah mulai mencintaiku?" ia mulai menggoda sang suami.
![](https://img.wattpad.com/cover/239006598-288-k181744.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Listen to My Secret
أدب الهواةPark Yuki terjebak dalam kontrak yang dibuat oleh ayahnya dengan pimpinan Semicolon Group untuk menyelamatkan perusahaan sang ayah yang nyaris bangkrut. Namun, ternyata kontrak itu mengharuskannya menikah dengan pewaris tunggal Semicolon Group, Kim...