Rama lahir di tengah keluarga yang tidak harmonis, saat dia usia 10 tahun, Ayah yang selalu ia banggakan meninggalkannya dan Ibunya. Untuk anak seusianya yang dia tahu hanyalah, Ayahnya pergi untuk bekerja.
Ibunya adalah wanita berhati emas, meski ditinggalkan penuh luka, ia tidak menanamkan sedikitpun rasa benci dan dendam kepada Rama terhadap Ayahnya. Ia selalu mengatakan Ayahnya adalah pria yang sangat baik.
Usia 15 tahun mereka tinggal di Indonesia, Ibunya bekerja di salah satu tempat wisata di pulau Bali sebelum kemudian mereka pindah ke pulau Kalimantan.
Ibunya meninggal karena sakit keras terlalu giat bekerja hingga di hari tuanya. Sebelum pergi meninggalkannya, ternyata Ibunya sudah lama mencoba menghubungi kembali Ayahnya.
Konon Ayahnya mengatakan sangat bahagia saat tahu bahwa Rama yang sudah berusia 21 tahun bersedia ikut dengannya di Negara kelahirannya, New York.
Ayahnya yang sudah berusia lanjut menginginkan Rama meneruskan perusahaannya. Sebelum itu ia melanjutkan pendidikannya di salah satu Universitas ternama di Amerika.
Hingga 6 bulan setelah ia menjabat sebagai pimpinan perusahaan Ayahnya, ia melihat dan mendengar dengan mata telinganya sendiri Ayahnya bicara kepada seorang wanita cantik dua tahun lebih tua darinya--lebih pantas menjadi kakaknya--tentang masa lalu dirinya dan Ibunya.
"Kau sudah meninggalkan Jane 16 tahun yang lalu, honey. Kenapa sekarang kau ambil lagi anaknya?" tanya wanita itu dengan manja duduk di atas pangkuan pria yang mengaku Ayahnya.
"Tenanglah, bagaimanapun dia tetap anakku. Beruntung Jane tidak mengatakan yang sebenarnya pada Rama, bahwa aku menelantarkan mereka demi kau, Baby." Tangannya mengelus-elus rambut lurus panjang wanita itu, sedangkan tangan yang satu sudah bergerilya di atas paha putih wanita itu.
Rama berusaha menahan diri agar tidak mendobrak pintu ruang kerja Ayahnya, agar ia bisa mendengar lebih banyak lagi.
"Kau sempat berjanji padaku akan memberikan hartamu untuk Kevin anak kita," ucap wanita itu. Gerakannya terus menggoda mencari titik sensitif Pria separuh baya itu.
"Tentu saja sayang, Rama juga berhak atas hartaku."
"Kau memberikan jabatan tertinggi padanya, bagaimana kalau dia tidak mau berbagi?"
"Kau tenang saja, dia yang bisa kupercaya tidak akan berambisi menguasai. Dia telah dididik dengan baik oleh Jane, aku hanya ingin menebus masa lalu pada Rama. Untuk Kevin, dia juga ada bagiannya. Mereka akan mendapatkan 50:50," ucapnya sambil sambil tertawa kecil, karena wanita itu tidak berhenti menciumi wajahnya.
Kevin yang selama ini dia tau adalah Manager di perusahaannya ternyata adalah adik tirinya. Yang Rama tahu Kevin adalah orang yang licik.
Beberapa hari yang lalu, dia menyelinap masuk ke ruangan Rama dan mencuri salah satu dokumen penting milik klien kemudian membocorkannya. Rama menghajar Kevin hingga masuk rumah sakit, saat itu dia belum tahu kebenarannya.
Rama tersenyum sinis, wanita yang mengaku Ibunya Kevin saat ini tidak mengetahui bahwa putranya sedang masuk rumah sakit.
Saat dia sedang makan siang bersama Mina, Elena datang mengamuk di kantornya. Bagaimana mungkin dia baru mengetahui satu minggu setelahnya bahwa Kevin habis dihajar oleh Rama, anak tirinya sendiri.
Meski Rama sudah tahu kenyataannya--rasa kecewa dan sakit yang dirasakannya bergejolak, mengingat perjuangan Ibunya dahulu untuk menghidupinya--ia tetap tidak tega untuk bertindak terlalu jauh pada Ayahnya.
Dia bertahan mengurus perusahaan hanya karena belas kasihan kepada Ayahnya yang kini sudah sakit-sakitan. Hingga puncaknya ia dipaksa menikah agar Rama resmi memiliki hak atas harta ayahnya--salah satu syarat sah mendapatkan warisannya--awalnya Rama setuju, tetapi begitu dia tau sudah dijodohkan dengan wanita pilihan Ayahnya, Rama menolak mentah-mentah ide itu dan memilih resign.
Wanita pilihan Ayahnya tidaklah buruk, dia wanita yang baik dan berasal dari wanita terhormat. Rama tidak mengenal wanita itu, bisa saja sikap aslinya sangat berbeda dari yang terlihat. Rasanya cukup dengan hidup yang selalu diatur oleh ayahnya, apalagi pasal menikah bukanlah hal yang main-main.
"Kenapa kau tidak bilang kalau kau sudah punya kekasih?" saran Zulaikha pada Rama. Mereka sedang makan malam di rumah makan pinggir kota sepulang dari memancing.
"Bagaimana kalau mereka meminta untuk bertemu?" kalau saja masih ada Mina, mungkin dia bisa membantu Rama untuk menjadi kekasih pura-puranya.
"Yah kau benar,"
Hening, mereka sibuk menghabiskan makanan mereka masing-masing. Hingga suara ponsel Zulaikha berdering.
Linda Video Call.
"Assalamualaikum, Zul," ucap Bunda setelah Zulaikha menggeser tombol hijau. Zulaikha menjawab salam Bunda.
Bunda tampak sendirian, tapi Zulaikha yakin Linda ada di sebelah Bunda.
"Bagaimana kabar Bunda?"
"Belum cukup baik, sampai Bunda mendengar kabar bahagia." Zulaikha sudah hafal maksud dari kalimat Bunda. Ia mencoba mengalihkan dengan bertanya tentang Linda, dan mengatakan bahwa 4 hari lagi Tino akan berangkat menjemput mereka.
"Kamu tenang saja, kalau sudah ada kabar bahagianya, Bunda pasti ikut." Lagi, Zulaikha merasa lelah dengan permintaan konyol Bundanya. Selalu mendesaknya setiap kali menelpon.
"Malam-malam begini, kenapa masih di luar, Zul? kau dengan siapa? mana Tino?" cecar Bundanya dengan pertanyaan beruntun.
Tiba-tiba terlintas ide gila di otaknya, ia tersenyum ke arah layar yang memperlihatkan wajah Bunda yang bersahaja.
"Bunda sekarang aku harus pulang, sampai di Apartemen aku akan menelpon lagi. Assalamualaikum."
Meski bingung bercampur kesal, akhirnya Bunda menjawab salam dan mematikan panggilannya.
Rama yang sedari tadi menonton percakapan dua anak hanya senyum-senyum, pasalnya ekspresi yang ditampilkan Zulaikha sangat lucu sepanjang berbicara.
"Kabar apa yang ditunggu oleh Ibumu?" tanya Rama kemudian.
"Rama, aku punya ide," tukas Zulaikha tidak berniat menjawab pertanyaan Rama.
"Ide apa maksudmu?" Rama menuang gula kemudian mengaduk kopi dalam cangkirnya, ia memesannya saat Zulaikha sedang bicara di telpon.
"Kita akan saling membutuhkan, simbiosis mutualisme." Zulaikha menatap Rama dengan kedua alis yang dinaik turunkannya. Kedua tangannya berpangku di atas meja.
Rama tertawa kecil, "tolong dijelaskan, Zul, aku tidak mengerti apa maksudmu saling membutuhkan."
Zulaikha menarik kursinya agar lebih rapat dengan meja, terlihat dia sangat antusias dengan ide yang dimaksudnya. "Kita akan jadi sepasang kekasih," ungkap Zulaikha mantap.
Rama tertegun, apa yang sedang direncanakan wanita itu, menatap Zulaikha tanpa ekspresi. Ia menyeruput kopinya pelan, pandangannya tidak lepas dari wajah wanita di hadapannya. Mencari maksud dari ucapannya.
"Oh ayolah Ram, ini hanya sandiwara. Kau membutuhkan seorang kekasih untuk meyakinkan Ayahmu untuk tidak menjodohkanmu, sedangkan aku juga membutuhkan seorang kekasih agar Bundaku berhenti mendesakku, dan kesehatannya tidak terganggu. Kita sama 'kan?" jelas Zul.
Rama mengangguk-angguk tersenyum, dengan gerakan pelan ia meletakkan cangkir kopinya. Kini dia paham apa yang direncanakan Zul.
"Sampai kapan?" tanya Rama.
"Sampai kesehatan Bundaku benar-benar pulih, aku akan mengatakan kalau kita sudah tidak cocok lalu pisah." Zulaikha menyandarkan punggungnya, wajahnya terpancar kebahagiaan.
"Lalu bagaimana dengan aku? sampai kapan aku meyakinkan Ayahku?"
Zulaikha tampak sedang berfikir, "mungkin sampai Ayahmu mengurungkan niatnya menjodohkanmu, dan memberimu kesempatan untuk mencari pendampingmu sendiri." Zulaikha mengangkat kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Sandiwara (On Going)
RomanceKetika takdir menyatukan cinta yang tumbuh dan berawal dari sandiwara. Salah satu tetap kukuh menjadi naif dan tidak mengakui perasaannya, berakibat pada penyesalan yang tidak berguna. Zulaikha adalah seorang gadis yang menjadi korban cinta itu send...