Zulaikha sedang membereskan semua pakaiannya dalam satu koper yang tidak terlalu besar. Ia akan berangkat pukul 11.00 siang nanti. Ia masih mempunyai waktu sekitar tiga jam lagi sebelum penerbangan.
"Zulaikha," panggilan merdu sang Bunda menghentikan kegiatannya dan ia menghampiri Ibunya yang duduk di tepi ranjang miliknya. "Kapan kau akan pulang?"
Mendengar itu Zulaikha tersenyum, ia menggenggam pelan tangan Bunda yang di pangkuannya. "Aku tidak akan lama, aku janji."
"Linda akan datang untuk menginap dan menemani Bunda, 'kan?" wajahnya yang bersahaja tersenyum lembut menatap penuh harap kepada sang putri semata wayangnya. Membuat hati Zulaikha semakin merasa tidak tega untuk meninggalkannya, ia memeluk Bundanya erat dengan air mata yang sempat menetes.
Walau bagaimanapun ini harus tetap dilakukannya. Mereka bukan lagi orang berada yang mempunyai harta melimpah ruah, itu dulu sebelum ia kehilangan semua aset dan simpanannya.
Ia juga tidak bisa bekerja dengan tenang di tanah air, selama pria bajingan penyebab hancur hidupnya masih menjadi bayang-bayang setiap saat. Pria itu memang sesekali masih mencoba mengusik kehidupannya, tentu saja.
Dulu saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas, pria itu memang sangat mencintainya, mungkin. Berkali-kali mencoba untuk mendapatkannya tapi Zulaikha terus menolak. Bagaimana tidak, Zulaikha yang saat itu masih remaja sudah mendengar berita angin tentang dirinya yang konon katanya memiliki kepribadian ganda yang menakutkan. Lantas Zulaikha berusaha mencari alasan untuk tidak menerima pengakuan cintanya, meski wajahnya memang bisa dibilang di atas standar.
Ia juga berharap semoga dengan keputusannya kali ini adalah yang terbaik. Zulaikha melepas pelukannya dan segera menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh Bundanya. "Kita masih punya waktu, apa Bunda ingin aku memasakan sesuatu?" ia mencoba untuk menghibur, tapi yang namanya seorang Ibu akan merasakan apa yang dirasakan oleh putrinya. Ia tidak ingin memberatkan kepergian putrinya, akhirnya ia tersenyum lebar dan mengangguk.
Mereka bangun sambil bergandengan keluar dari kamar Zulaikha. Tinggi Bundanya pun sama dengannya, Zulaikha adalah tipe gadis yang mungil, dan cukup berisi. Ditambah dengan ia memiliki wajah seperti anak-anak, imut nan lucu. Kata anak remaja kebanyakan menyebutnya babyface.
Dengan rambut panjang ikal sepinggang, lebat dan hitam mengkilat akibat Ibunya dulu sering membuatkannya masker rambut dari sari pati kelapa asli. Konon kata orang tua jaman dahulu akan membuat rambut terlihat indah, itulah yang dirasakan oleh Zulaikha sekarang.
"Apa Bunda sudah meminum obatnya?" tanya Zulaikha tanpa menoleh, ia mulai menggunakan celemek dan berkutat di depan kompor. Bundanya sedang duduk manis di kursi meja makan tidak jauh dari dirinya. "Pagi ini belum, Bunda ingin kau yang mengurus Bunda…." Pinta Bundanya kemudian terkekeh pelan.
"Oh tentu saja madam, aku akan membuatmu merasa nyaman," ucap Zulaikha dengan nada yang dibuat-buat. Kemudian mereka tertawa bersama. Zulaikha sedang membuat roti bakar beberapa dengan selai keju kesukaannya dan beberapa yang lainnya menggunakan selai kacang favorit Bundanya. Tidak lama kemudian suara bel berbunyi, membuat Zulaikha menghentikan kegiatannya sejenak.
"Biar aku saja, Bunda duduk manis di sini. Oke!" Cegah Zulaikha saat Bundanya akan beranjak dari duduknya. Bundanya hanya tersenyum geli melihat tingkah anaknya yang sedikit lucu karena berlebihan tidak seperti biasanya, tapi dia menikmatinya.
"Morning!" sapa wanita yang menekan bel dengan ceria saat Zulaikha sudah membuka pintu. "Kau datang tepat waktu, masuklah." Zulaikha mempersilahkan Linda masuk dan menutup pintu kemudian kembali ke dapur diikuti oleh Linda di belakangnya. Ia membawa tas ransel yang berisikan pakaian dan beberapa perlengkapan pribadinya, ia meletakkan ranselnya di sofa ruang tamu dan melanjutkan mengikuti Zulaikha sampai dapur.
"Harum sekali, kau sedang masak apa?" Linda bertanya dengan gaya seperti seekor anjing yang sedang mengendus-endus tubuh belakang Zulaikha. "Kau sudah sarapan?" Zulaikha balik bertanya. "Belum, kebetulan sekali aku lapar." Zulaikha memutar bola matanya malas.
"Selamat pagi Bundaa…," sapa Linda saat mereka sudah berada di ruangan makan sekaligus dapur yang tidak tersekat pemisah. Zulaikha kembali dengan aktifitasnya yang tertunda, membakar roti.
Linda dan Bunda Zulaikha saling berpelukan kemudian duduk berdampingan." Aku membawakanmu sesuatu," bisik Linda agar tidak terdengar oleh Zulaikha. Wajah Bunda Zulaikha berbinar saat mendengarnya, "apa kau membawakannya?" Linda mengangguk kemudian menyerahkan satu plastik hitam yang berukuran sedang.
"Taraaa … sarapan sudah siap. Saatnya kita makan." Zulaikha mendekat ke meja makan mendapati Linda sedang berbisik-bisik dengan Bundanya memegang plastik berwarna hitam. "Aku membuat roti bakar spesial sebelum berangkat," Zulaikha melirik saat Bundanya berusaha menyembunyikan plastik tersebut.
"Wow, aku tidak tahu kalau Bunda mempunyai putri yang bisa membuat roti bakar?" Linda berusaha mengalihkan perhatian Zulaikha. Ia mengambil beberapa potong roti dan meletakkannya ke atas piringnya. "Apa yang kau bawakan untuk Bunda?" tanya Zulaikha sambil melakukan hal yang sama, mengambil beberapa potong roti dan meletakkannya ke atas piring Bunda dan dirinya sendiri.
"Saat aku menuju ke sini, aku bertemu penjual aksesoris. Aku membelikannya untuk Bunda." Zulaikha tau itu adalah alibinya, ia sempat tidak sengaja melihat isi dalam plastik hitam itu saat Bundanya hendak menyembunyikannya.
"Linda aku peringati kau sekali lagi, jangan berikan Bundaku makanan yang seharusnya ia hindari. Demi kesehatannya kumohon." Mereka mulai makan, tanpa terganggu dengan topik pembicaraan mereka.
"Oh ya ampun Zuleha, kau sungguh menyiksa Bundaku. Itu hanya sebungkus makaroni dan kulit ayam. Sesekali ia juga harus diberikan makanan kesukaannya, justru di usia yang sekarang Bunda tidak harus di batasi dalam hal makanan."
"Linda cukup, makan dulu makananmu baru bicara…," peringat Bundanya. Pasalnya Linda bicara panjang lebar dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Zulaikha mengerti maksud Linda, hanya saja ia ingin Ibunya tetap sehat dan tidak merasa sakit. Linda selalu mengingatkannya untuk kematian tidak ada yang bisa mengaturnya, apakah orang sakit atau sehat. Usia Bundanya sudah tidak lagi muda, kapanpun bisa saja malaikat Izraill menjemputnya. Kalau Zulaikha selalu membatasi makanan kesukaannya, Bundanya tidak akan pernah merasakan makanan kesukaannya hingga akhir hayatnya.
"Tetap saja Linda, aku tidak mau kau sering-sering memberikannya makanan yang berefek pada kesehatannya. Kau mengerti?" kata Zulaikha final.
"Baiklah-baiklah, aku mengerti tuan Putri."
Mereka menghabiskan makanannya sambil bercanda, Linda adalah orang yang suka membuat lelucon. Bunda Zulaikha sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri.
Ponsel Zulaikha berbunyi, mereka sudah selesai dengan sarapannya kemudian menuju ruang tamu sekaligus ruang TV. Zulaikha mengangkat telepon dari Tino.
"Tino sedang dalam perjalanan ke sini, aku akan mengambil koperku di kamar." Zulaikha pergi menuju kamarnya.
"Apa kami tidak akan mengantarmu ke bandara?" tanya Linda yang mengikutinya dari belakang. "Aku rasa tidak perlu, aku tidak mau Bunda merasa kelelahan. Aku juga tidak mau karena bisa saja aku membatalkan penerbanganku karena tidak tahan melihat air mata Bunda." Zulaikha menarik kopernya keluar. Linda mendesah pelan, "kau benar."
Suara bel menginterupsi, Tino datang dan disambut oleh Bunda Zulaikha. "Kalian akan pergi bersama?" tanya wanita paruh baya itu, "Tidak Bun, aku hanya akan mengantarnya ke bandara. Aku menyusul minggu depan, tapi jangan khawatir di sana ada orang yang aku percaya untuk menemani si Zuleha anak Bunda sebelum aku berangkat." Tino mengambil koper Zulaikha dan memasukannya ke bagasi, sementara Zulaikha berpamitan dengan Bundanya dan Linda.
"Sering-sering menelpon," peringat Bunda sambil memeluk anak semata wayangnya. Zulaikha hanya mengangguk. Zulaikha juga memeluk Linda, kemudian dengan segala ucapan amanahnya dalam menjaga Bunda, satu-satunya orang yang paling dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Sandiwara (On Going)
RomanceKetika takdir menyatukan cinta yang tumbuh dan berawal dari sandiwara. Salah satu tetap kukuh menjadi naif dan tidak mengakui perasaannya, berakibat pada penyesalan yang tidak berguna. Zulaikha adalah seorang gadis yang menjadi korban cinta itu send...