Biro Jodoh

10 3 0
                                        

Semenjak remaja, Zulaikha termasuk gadis yang sulit jatuh cinta. Bukan karena pernah patah hati, tapi memang begitulah adanya. Teman-teman remaja yang lainnya sejak kelas 8 sudah sibuk menilai tingkat ketampanan kakak kelas mereka. "Oh ya ampun, Zul. Kau lihat kak Panji? dia setiap hari selalu terlihat tampan dan … cool." Zulaikha tersenyum heran penuh arti ke arah Fitri yang mengisyaratkan "memangnya iya?"

 "Biasa aja, bagaimana cara membedakan laki-laki tampan dengan yang biasa aja?" komentar Zulaikha kemudian bertanya. Dia selalu mendapat ejekan dari teman-temannya karena sampai kelas 9 pun, ia belum juga bisa membedakan.

Awal masuk kelas 10, Zulaikha mulai terlihat normal karena mulai bisa mengagumi seorang laki-laki, senior sekaligus panitia dalam ospek di regunya, hanya sebatas mengagumi. Ia berpacaran pertama kali juga bukan berdasarkan ia benar-benar suka, tapi atas desakan teman-temannya sekaligus rasa ingin tahunya. 

Ia pacaran dengan salah satu senior yang kata teman-temannya manis dan romantis. Bagaimana mereka bisa menilai seperti itupun Zulaikha sama sekali tidak bisa mengerti.

Penasaran rasanya pacaran, apakah benar seperti apa yang selalu dibicarakan teman-temannya? dua hari setelah jadian, Zulaikha minta putus. Mengundang segala cemooh dari teman-temannya yang mengatakan ia gadis yang bodoh. Zulaikha tidak peduli, ia sangat tidak nyaman dengan hubungan 'pacaran' kalau yang dimaksud mereka dengan duduk berdua di tempat sepi, pegangan tangan dan pelukan.

Memikirkannya saja membuat Zulaikha geli serta mual. Apa yang membuat gadis-gadis lainnya merasa senang dengan pacaran?

Ia memang bukan gadis yang terbilang cupu dan terlalu polos. Akhirnya ia kembali pacaran dengan orang yang dia sukai menjelang ujian sekolah dengan salah satu alumni dari sekolahnya. Lagi-lagi pria itu meminta lebih dari sekedar pegangan tangan.

Ditambah dengan kejadian Boy laki-laki yang hampir mengambil kehormatannya secara paksa dan kejam. Ia tidak cukup berani untuk mengenal laki-laki selain Alm. Ayahnya dan Tino satu-satunya sahabat laki-laki yang dia punya 7 tahun terakhir.

"Zul," panggil Tino membuyarkan lamunan Zulaikha yang sedari tadi menatap kosong ke arah luar jendela, dengan pemandangan hujan yang tengah membasahi taman di siang hari ini. Tangannya sebagai penyangga kepalanya.

Zulaikha hanya menggumam. "Apa rencanamu?" tanya Tino. Ia sudah tau masalah Bunda yang memintanya mengenalkan calon suami.

Zulaikha menggeleng pelan tanpa mengalihkan pandangannya. "Kau mau ikut Biro jodoh? aku bisa mendaftarkanmu, dengan syarat dan kriteria yang kau ajukan."

"Tino, dengan orang yang sudah ku kenal saja, aku masih merasa tidak aman. Apalagi orang asing, kau tau itu." Zulaikha merubah posisinya menyandar ke sofa, kepalanya menengadah menatap langit-langit apartemen Tino.

Hari minggu pagi ini disambut dengan hujan yang cukup deras, cuaca yang dingin membuat betah di dalam gulungan selimut. Hanya rasa lapar membuat Zulaikha dan Tino beranjak dari kasur.

Tino sedang memakan mie instannya yang kedua dalam cup di hadapan wanita yang rambutnya sedang acak-acakan dengan piyama biru motif pisang. Zulaikha sudah menyelesaikan sarapannya sejak 30 menit lalu. "Bagaimana dengan temanmu yang bernama Rama itu?" saran Tino, mulutnya penuh dengan makanan saat bicara.

"Aku dan dia hanya teman, Tin," desah Zulaikha. Ia benar-benar merasa buntu. Tapi sikap Bundanya benar-benar berbeda saat menelponnya dua hari lalu. Ia merasa khawatir jika tidak mengikuti kemauan Bundanya. Biasanya Zulaikha bisa saja menolak dan memberikan berbagai alasan.

"Kau denganku juga berteman, Zul, tapi sebuah pepatah mengatakan "Tak kenal maka tak sayang" kau tau itu kan?" peringat Tino. Membuat Zulaikha terlintas sebuah ide. Ia duduk tegak menatap Tino penuh binar. Gerakan makan Tino terhenti, menatap jeri ekspresi yang ditampilkan Zulaikha.

"Aku akan bilang sama Bunda, kita sepasang kekasih. Bagaimana?" sontak Tino terbatuk-batuk, mie instan yang berada di mulutnya sudah setengah berada di tenggorokan membuatnya terasa terbakar. Zulaikha sedikit panik melihat Tino yang sudah tidak bisa bicara, hanya lambaian tangannya menunjuk ke arah dapur.

Zulaikha yang mengerti langsung beranjak mengambil air minum memberikannya kepada Tino. Setelah beberapa menit meredakan batuknya, Tino mendesah lega. Ia tidak jadi mati konyol, dengan berita di koran mengabarkan "Seorang pria meninggal akibat tersedak mie instan". Dia juga ingin mati keren dan berkelas.

"Kau sudah gila, Zul?!" akhirnya Tino bersuara.

"Why not, Tin? kita sudah berteman lama, kita bilang saja benih cinta muncul begitu saja diantara kita. Setidaknya sampai aku bisa mencarikan calon menantu sungguhan untuknya."

"Zuleha, aku juga memiliki kriteria."

"Kriteria seperti apa maksudmu? kau bilang aku cantik, baik, pekerja keras, idaman para lelaki. Kriteria apalagi yang kau maksud? lagi pula ini hanya sementara," cecar Zulaikha tidak menyerah.

"Tidak, aku bukannya tidak mau membantu, tapi carilah kandidat yang lain. Jangan aku, aku sudah memiliki target." Tino hendak mengambil cup mie instannya untuk dihabiskan, tapi tidak jadi. Ia takut hal seperti tadi terjadi lagi selama mereka masih membahas hal yang menurutnya tidak masuk akal ini.

Zulaikha terdiam sebentar, kemudian ia tersenyum penuh arti. "Kalau yang kau maksud itu Linda, maka aku akan menelponnya sekarang juga,"

"Hei, kau akan merusaknya rencananya," keluh Tino. 

Zulaikha tidak tahan untuk tertawa. "Ternyata benar dugaanku, kau menyukai Linda."

Tino mendesis, "jangan beritahu apapun padanya."

Zulaikha tertawa lebih nyaring. Tino adalah pria yang baik, terlepas dari tubuhnya yang sedikit gempal, tubuhnya cukup kekar, besar, tinggi sekaligus dia juga  pria yang tampan. Dia bertemu dengan Zulaikha--satu minggu sebelum wanita itu menyelamatkan Linda dari aksi bunuh dirinya--persis di depan panti asuhan saat Zulaikha hendak berkunjung.

Zulaikha adalah wanita yang disetiap kesempatan akan mengadakan kunjungan ke panti asuhan untuk beramal. Disetiap kesempatan itulah mereka kian dekat dan menjadi tiga orang sahabat.

Pertemuan itu dua tahun sebelum Zulaikha kehilangan perusahaannya. Saat Zulaikha terpuruk, Tino dan Linda ada suport terbesarnya selain Bunda.

"Kapan kau akan menyatakannya?" tanya Zulaikha mulai penasaran, ia melupakan kegelisahannya mengenai calon suami yang akan dikenalkan kepada Bundanya sebelum minggu depan--Hari Tino berangkat menjemput Bunda dan Linda.

Tino tidak menanggapi, ia mengambil cupnya dan berencana akan menghabiskannya sebelum dingin dan mengembang.

"Aku yakin Linda pasti menyukaimu. Kalian sangat cocok."

"Cocok apanya, aku sangsi Linda juga menyukaiku. Kau lihat saja kami selalu bertengkar setiap bertemu. Yah, aku tau itu karena aku yang selalu menjahilinya." Tino menyeruput mie terakhirnya sekaligus dengan kuahnya. 

Terjebak Sandiwara (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang