"Bunda!"
Linda berteriak mencari keberadaan sang Bunda, sudah pukul 20.27 beliau belum juga masuk ke kamar untuk tidur. Biasanya, Bunda paling awal tidur, mengingat kondisinya yang memang sudah tidak prima lagi.
Ia menelusuri setiap bagian rumah, namun tidak juga menemukan keberadaannya. Sudah malam seperti ini, tidak mungkin Bunda keluar. Apalagi cuaca habis hujan dingin mencekam.
"Bunda!!!"
Wajah Linda panik saat menemukan Bunda Zulaikha terbaring tak berdaya di lantai dapur. Ia sempat memekik sambil mengangkat kepala Bunda ke atas pangkuannya. Memeriksa denyut nadi dan nafasnya, memastikan masih terasa. kemudian dengan cepat ia meraih ponsel dalam saku untuk menelpon Ambulans.
Setelah sampai di rumah sakit, semua petugas rumah sakit dengan sigap membawa Bunda dengan brankar setengah berlari menuju ruang UGD. Beruntung malam ini rumah sakit tidak dalam keadaan sibuk, maka Dokter bisa langsung menangani Bunda yang memang tidak bisa ditunda lagi.
Suster menanyakan beberapa pertanyaan penting mengenai kesehatan Bunda, dan apakah ada alergi dengan obat dan pertanyaan sejenis lainnya. Beruntung Linda sempat membawa map hasil pemeriksaan medis Bunda bulan lalu.
"Maaf anda tunggu di sini," ujar salah satu suster membawa Bunda ke dalam ruangan.
Linda berusaha setengah mati untuk tidak panik dan terus mensugestikan dirinya sendiri Bunda akan baik-baik saja, Bunda belum waktunya pergi, Bunda akan tetap kuat, Bunda hanya kelelahan, dan berbagai kalimat positif lainnya.
Bunda Zulaikha sudah ia anggap sebagai Ibunya sendiri, ia yatim piatu sekaligus sebatang kara. Mengenal Zulaikha adalah anugrah dalam hidupnya, dia berhutang nyawa pada Zulaikha yang sempat menyelamatkan hidupnya saat ia berencana untuk bunuh diri 3 tahun yang lalu, lantaran kedua orang tua dan adiknya meninggal saat kecelakaan, ia merasa tidak lagi berguna sendirian di dunia dan ingin menyusul keluarganya.
Setengah jam sudah wanita ber-dres putih dengan corak bunga-bunga itu berjalan mondar-mandir bagai setrikaan yang tidak ada tombol off. Ia sangat cemas menunggu kabar dari sang dokter yang sedang menangani Bunda di dalam-sambil merapalkan doa dan sugesti-sugesti positif untuk dirinya sendiri.
Ini pasti akibat siang tadi, mereka seharian berjalan keliling mall sebelum memutuskan untuk menonton film, makan gorengan di pinggir jalan, dan mereka sempat kehujanan saat pulang menggunakan motor metic milik Linda.
Ia tidak akan pernah memiliki keberanian menatap mata Zulaikha kalau sampai Bundanya kenapa-napa akibat kelalaiannya menjaga kesehatan Bundanya.
Lima belas menit kemudian, Dokter keluar dari ruangan. "Keluarga pasien?!" panggilnya menoleh ke arah satu-satunya orang yang menunggu di depan ruangan, wanita dengan tampilan wajah yang kusut, rambut diikat asal dan banyak rambut yang tidak tertata rapi dalam ikatan.
Linda mendekat dengan cemas, "saya teman putrinya, Dok. Maksud saya, saya sudah seperti putrinya sendiri," terang Linda sedikit gugup menanti kabar yang semoga saja baik.
"Baiklah, ikut ke ruangan saya," perintahnya, kemudian jalan mendahului Linda.
Wajah Linda pucat, jantungnya berpacu lebih cepat, tangannya sedikit gemetar, menunggu Dokter buka suara.
"Untuk sementara tidak ada yang perlu dikhawatirkan, beliau hanya sedikit kelelahan dan gula darahnya naik," ungkap Dokter seketika meluruhkan ketegangan Linda. "Apakah beliau rutin meminum obatnya?"
"Iya dok, saya sendiri yang memberikannya," ujarnya, suara Linda sudah mulai sedikit tenang.
Dokter mengangguk-angguk pelan, "tapi … beliau harus tetap dirawat selama beberapa hari di sini demi memastikan perkembangannya. Apakah kamu sudah menghubungi putrinya?" tanya Dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Sandiwara (On Going)
RomanceKetika takdir menyatukan cinta yang tumbuh dan berawal dari sandiwara. Salah satu tetap kukuh menjadi naif dan tidak mengakui perasaannya, berakibat pada penyesalan yang tidak berguna. Zulaikha adalah seorang gadis yang menjadi korban cinta itu send...