Harapan Zul

3 2 0
                                    

Sore ini cuaca begitu indah, matahari bersembunyi di balik awan-awan yang berarak. Menciptakan suasana sendu tapi tetap cerah. Mereka sedang di depan rumah salah satu teman Rama.

Begitu pintu terbuka, seorang pria hendak menyapa tapi tertahan saat melihat siapa yang ada di sebelah Rama. Ia menatap Rama dan wanita itu bergantian, dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Rama yang risih dengan tatapan temannya itu langsung masuk menyelonong ke dalam rumah--menabrak bahu temannya itu agar menyingkir, sambil bergumam, "sungguh tidak sopan membiarkan tamu di luar," ucapan Rama sontak menyadarkan pria rambut berantakan itu.

"Oh maaf, silahkan masuk," ujarnya kepada wanita cantik berambut panjang bergelombang--yang dibiarkan terurai. Wanita itu, Zul, ia hanya tersenyum menanggapi kemudian ikut menyusul masuk.

"Ini sungguh satu kemajuan yang pesat, Ram," ucap pria berkaca mata itu antusias. Dia mempersilahkan Zulaikha duduk di sofanya setelah ia mengambil beberapa buku dan majalah yang berserakan di atas sofa.

Belum sempat Zul meletakan bokongnya, "aku Ricky," pria itu menjulurkan tangannya antusias hendak berkenalan. Zul tertawa kecil melihat sikap pria itu sambil menyambut tangannya dan menyebutkan nama.

"Kau berlabuh di Dermaga yang indah, Ram."

"Aku tidak bisa lama, Rick. Tolong kau perbaiki kameraku. Ada yang salah, kurasa," Rama mengindahkan komentar temannya itu kemudian menyerahkan kameranya di atas meja. Dia memilih duduk di sofa berseberangan dengan Zulaikha.

Rumah ini terlihat berantakan sekali, seperti tidak ada yang mengurus. Mulai dari sampah yang dibiarkan berserakan dimana-mana, buku-buku majalah sport, gelas dan botol bekas minum, ditambah pencahayaannya yang kurang--karena letaknya diapit dengan dua rumah besar.

Melihat penampilan semi formal Zulaikha dan Rama, sepertinya temannya itu akan ke sebuah acara. "Kalian akan kemana?" tanya Ricky. Dia mengambil kamera dan mengotak-atik memeriksanya.

"Menghadiri undangan peresmian Hotel salah satu klien Papa," jawab Rama singkat. Makan siang tadi memang dibatalkan, karena Rama dan Zulaikha keasyikan mengobrol di meja makan, sampai lupa waktu.

Kebetulan malam ini klien perusahaannya mengundang mereka satu keluarga, Rama tidak ada masalah dengan itu. Justru itu adalah momen yang bagus, mereka tidak akan terlalu disorot. Membuat sandiwara mereka tersamarkan.

Ricky hanya tersungut-sungut masuk ke kamar untuk memperbaiki kameranya. "Tunggu disini, anggap saja seperti rumah orang asing, Rama. Minuman ada di kulkas," ujarnya setengah bercanda.

Jemari Rama mengetuk berirama di atas meja. "Kau mau minum?"

Wanita bergaun hitam berbahan sutra itu menggeleng seraya tersenyum lebar.

"Aku akan ke belakang, mengambil minum." Zul mengangguk.

Zulaikha sedikit gugup, bukan karena berada di rumah Ricky, tapi memikirkan akan bertemu dengan orang tua Rama di acara nanti. Sebenarnya Zulaikha sudah biasa bertemu dengan orang-orang penting perusahaan, yang membuatnya gugup adalah ketika dia harus bersandiwara bersikap seolah-olah mereka sepasang kekasih. Ini sangat berbeda dengan bersandiwara melalui telepon.

Belum lagi memikirkan beberapa rekan kerjanya bisa saja hadir, melihat dia bersama Rama, anak pemilik perusahaan sekaligus mantan CEO mereka. Zulaikha tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan orang-orang nanti. Semua ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Wanita itu sedikit terkejut saat seseorang menggenggam tangannya, hangat. Dia mendongak untuk melihat pemilik tangan besar itu, Rama. Hangat itu menjalar hingga ke lubuk hatinya.

"Rilex." Pria itu duduk di samping Zulaikha dengan tangan yang masih saling menggenggam.

"Kau bisa saja membatalkan untuk bersandiwara. Sayangnya ini ide-mu sendiri. Lagi pula kau berhutang padaku pagi tadi," ucapan Rama membuat Zul cemberut, wanita itu tahu maksud Rama adalah, dia sudah melakukan sandiwara itu di depan Bundanya, kini gilirannya.

Zulaikha melepaskan tangannya dan membuang muka. "Yah aku tahu, aku hanya sedang mempersiapkan diri dari semua kemungkinan yang terjadi nanti."

Rama tertawa, "memangnya apa yang akan terjadi, Zul?"

"Bisa saja ada karyawan yang mengenalku di kantor, dan melihat aku memiliki hubungan denganmu dalam waktu singkat aku berada di sini. Entah apa yang akan mereka pikirkan."

Rama merubah posisinya menyamping menatap Zul. "Hei, aku merasa ini bukan Zul yang aku kenal 6 minggu yang lalu. Kemana wanita yang tidak peduli dengan komentar orang lain?" 

Entahlah, Zul ikut merasakan hal yang sama. Kenapa dia jadi memikirkan komentar orang lain. Dia hanya …

"Apa kau malu menjadi kekasihku?" pertanyaan Rama sontak membuat Zul tertegun, kalimatnya terdengar ambigu di telinganya. Kemudian buru-buru menggeleng, bukan itu maksudnya.

Memikirkan jika ini bukan sandiwara, mendengar kalimat Rama membuatnya berandai pria itu benar-benar menginginkan dirinya menjadi kekasih yang nyata, rasanya hati kecilnya tidak akan menolak.

"Aku tidak ingin mereka mengira aku wanita yang menginginkan sesuatu darimu," ucap Zulaikha pelan. Tatapannya tidak lepas dari wajah Rama. Dia seperti terhipnotis.

"Meskipun itu benar?" Rama menahan senyumnya.

Zulaikha mengernyit, "maksudmu?" seketika otaknya berpikir apa yang dimaksud Rama. Akhirnya Mereka berdua tertawa, tapi Zul lebih tertawa malu, menertawakan kebodohannya. Tentu saja dia mengharapkan sesuatu dari Rama, agar pria itu juga mau membantunya.

"Ini konteksnya berbeda, Ram," kilah Zulaikha.

Entah sejak kapan, Zulaikha merasa berbeda berada disisi Rama, ada perasaan suka, senang, bahagia, aman sekaligus takut.

Saat ini mereka memang sedang sandiwara, tidak menutup kemungkinan hubungan mereka bisa menjadi kenyataan. Harapan itu terlintas begitu saja dalam benak Zulaikha.

Seandainya Bunda tidak mendesaknya sekarang, mungkin dia masih punya waktu untuk mempererat hubungan mereka daripada sebuah pertemanan, dan menumbuhkan benih cinta diantara mereka.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terjebak Sandiwara (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang