Dibentak-bentak padahal gak salah itu the level of miris
•••
Pagi sekali Aisyah sudah berada di dapur untuk sekedar bantu-bantu. Aisyah berjalan mendekati pembantu yang bernama Inah, atau kita sebut saja Bi Inah.
"Bi, boleh saya bantuin?" ujarnya sambil mendekat dan berdiri disebelah wanita paruh baya itu.
"Eh, nggak usah neng, biar sama bibi dan yang lain aja, sekarang neng mending pencet aja bel penghubung ke kamar anak-anaknya tuan. Takut mereka pada belum bangun," jawab Bi Inah.
"Oh gitu ya? Mmm... Bi, kalau boleh tahu dimana letak belnya?" tanya Aisyah.
"Di dekat kamar neng Aisyah, di sisi kiri pintu," jawabnya.
Aisyah mengangguk sebagai jawaban. Lalu berjalan menaiki tangga, gadis itu heran mengapa rumah segede ini tidak pakai eskalator saja agar tidak capek-capek berjalan menaiki tangga sejauh ini.
Ting noong "good morning"
Suara bel yang barusan Aisyah pencet berbunyi lima kali karena gadis itu dengan semangat memainkan bel yang terhubung ketiga kamar sekaligus.
Aisyah mendongak sesaat ketika suara pintu terbuka. Di sana sudah terlihat Iqbal, anak tertua dari pak Brama sudah siap dengan baju kantorannya, cowok itu terlihat tinggi dan tampan serta berkharisma membuat Aisyah terdiam sesaat.
"Lain kali kalau mencet bel itu satu kali aja, berisik tahu gak bikin kuping gue sakit aja, mana bunyinya lima kali lagi! Lo mau telinga gue rusak ya?!" ucapnya nyelekit. Terlihat ada guratan emosi diwajahnya yang dingin itu.
"Maaf saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya belum paham saja tadi jadi ke pencet beberapa kali. Mohon maaf, mas!"
"Apa lo bilang? Mas? Jangan panggil itu, gue bukan suami lo," ucapnya dingin.
"Oh, maaf."
"Oke, sekarang bawain nih tas gue awas jangan sampai lecet apalagi jatuh!" Iqbal menyodorkan tas kerjanya kepada Aisyah. Segera mungkin ia mengambilnya, lalu ia berjalan membuntuti Iqbal.
"Kak kok kita naik lift?" tanya Aisyah.
"Kita? Bukan kita, tapi gue doang, karena yang boleh naik lift itu cuma keluarga Brama Dharmawangsa aja, dan lo! Sana lewat tangga biasa aja, tahu diri kenapa sih?!"
Aisyah mengangguk tanpa protes. "Baik."
Lagian siapa juga yang mau naik lift bareng sama cowok judes kaya dia. Pikir Aisyah, dan lagi jika dia berada disana pasti kelihatan jiwa miskinnya. Toh dia tidak pernah masuk ke dalam lift.
***
Saat ini di meja makan terdapat Iqbal, Ari, dan Devano yang sedang duduk dimeja namun berjauhan. Mereka seperti musuh saja tidak seperti layaknya saudara.
Aisyah berjalan menuju meja makan sambil membawa tiga gelas susu putih untuk mereka bertiga.
"Kok duduknya pada jauhan?" tanya Aisyah.
Mereka diam tak ada yang mau menjawab pertanyaannya. Mungkin pertanyaannya tidak penting dan seperti basa-basi.
"Orang nanya itu dijawab, bukan diam aja! Lagian kalau duduknya jauhan entar talinya putus lho," ucap Aisyah.
"Pembantu diam aja jangan sok nasehatin!" celetuk Ari.
"Dasar bocah aneh! Mana ada duduk jauhan bisa putus talinya. Orang kita aja gak pake tali," ucap Iqbal.

KAMU SEDANG MEMBACA
3 Big Baby
RomanceAisyah terpaksa bekerja di keluarga Brama, pria paruh baya yang ternyata teman lama ayahnya dulu. Bekerja menjadi babu ketiga cowok tampan nan manja membuat hari-harinya penuh drama. Apalagi saat ketiganya mulai tertarik pada Aisyah. Bingung dan bim...