[14] Mules

5.2K 474 71
                                    


Setelah sampai di restoran, Aisyah memandang tempat ini penuh kekaguman. Seumur-umur baru kali ini dia datang ke restoran berkelas seperti ini.

Aisyah dan Iqbal duduk di meja yang dekat dengan jendela. Beberapa menit yang lalu Iqbal telah memesan makanan, hingga kini sudah ada satu porsi hidangan di mejanya.

Aisyah melongo, ia kira cowok itu akan berbaik hati memesankan nya makanan, karena ya kali dia harus melihat cowok itu makan sendiri. Kenyang enggak, bosan iya.

"Kok saya gak dipesenin sih?" protesnya saat Iqbal telah memakan makanannya.

"Gue tanya nih, emang lu mampu bayar makanan semahal ini?"

Kata-kata yang sangat menusuk sampai ke hulu hati. Rasanya ia menyesal telah protes karena pasti cowok itu selalu memiliki jawaban yang bertentangan dengan dirinya.

"Terus gunanya saya disini apa kalau diam aja?"

"Ya udah kalau gitu lo suapin gue buru!"

"Lah, terus gunanya itu tangan buat apa? Gak usah manja deh kak Iqbal tuh dah gede, dah tua, dah bisa berumah tangga!"

"Lo ngode gue?" ujarnya seraya pindah ke samping kursi yang Aisyah duduki, kini posisinya mereka saling berdempetan.

"Ngode apa sih? Ini juga itu kan kursi masih lebar terus kosong ngapain duduk dempet-dempetan kek gini, emang mau ngepet?"

"Lo gak denger ya? Atau budek? Gue kan tadi suruh lu suapin gue, jadi buru lakuin gak usah bacot!"

"Enggak mau!"

"Ya udah kalau lo gak mau, gue gak mau tahu pokonya nih makanan harus lu yang bayar!"

Aisyah mendengus kesal, "Lah yang pesen siapa yang bayar siapa?"

"Kenapa? Gak mampu bayar ya? Lagian nurut aja sih susah amat jadi cewek! Jual mahal boleh tapi sok jual mahal jangan, enek gue lihat cewek kek gitu!"

Rasanya Aisyah ingin membejek-bejek wajah songong cowok disampingnya ini. Dari tadi cowok ini terus saja mencari masalah dengannya.

Dengan amat terpaksa dia pun menyuapi sang anak majikan yang penuh berkuasa ini. Dengan sengaja cewek itu menyuapinya dengan ukuran berlebihan, hingga membuat Iqbal keselek.

"Jadi cewek lembut dikit napa sih? Lu tuh jadi manusia kenapa banyak kekurangannya sih?"

"Kayak paling sempurna aja, lagian wajar kali gak ada manusia yang sempurna di dunia ini karena yang lebih sempurna itu cuma Allah SWT!"

"Gak usah ceramah lu bukan mamah Dedeh ataupun ustadzah!"

"Lieur aing ngomong Jeung maneh mah!" Ujarnya dengan sengaja memakai bahasa Sunda agar cowok itu tidak tahu artinya.

(*Pusing saya ngomong sama kamu tuh!*)

"Ngomong apa sih lu? Nyumpahin gue ya sama bahasa dukun lo?!"

"Jangan sembarangan nuduh, itu bahasa Sunda bukan bahasa dukun, ya kali. Tapi mungkin kalau saya bisa jampi-jampi jadi dukun udah saya santet kamu biar jadi gila terus jatuh miskin!"

"Mulut lo kenapa sih pengen gue gunting aja?!"

"Sebelum gunting mulut saya, saya bisa aja gunting anu kamu!"

"Anjir lu!" Iqbal mengumpat dan dengan cepat menutupi aset pribadinya. Karena tatapan tajam Aisyah sangat menghunus hingga ia merasa ditelanjangi.

Setelah selesai makan, Iqbal mengajak Aisyah segera pulang. Dan saat itu juga kekesalan Aisyah berlipat ganda, ia merasa tak terima. Sudah disuapi tapi cowok itu tak tahu berterima kasih, paling tidak traktir dia makan atau apa. Ini malah langsung ngajak pulang. Sungguh majikan tidak berperikebabuan!

•••

Sudah beberapa menit Aisyah bolak-balik keluar dari toilet. Bukan tanpa sebab, sehabis pulang dari restauran ia diberi beberapa makanan pedas dari Iqbal. Katanya sebagai pengganti karena tadi tidak diberi makan saat direstauran.

Aisyah sang pencinta pedas pun tergiur oleh makanan itu. Hingga menghabiskan makanan pedas sebanyak tiga porsi. Sayang seribu sayang makanan itu terasa sangat pedas. Tergoda diawal dan menyesal diakhir itulah yang ada dipikiran Aisyah.

Bisa-bisanya disaat perut masih kosong karena sedari pagi belum makan, tiba-tiba memakan makanan pedas pol, apa kabarkah dengan lambungnya?

"Aisyah!"

Sudah berulang kali tak terhitung teriakan dari luar terus memanggilnya. Aisyah tak memperdulikan itu, karena perutnya sangat mules. Setelah keluar toilet yang ketujuh kalinya, kini perutnya terasa agak mendingan. Namun kondisinya sangat memprihatinkan. Dimana wajahnya yang sudah pucat pasi ditambah keringat dingin membasahi wajahnya.

"Lo kemana aja sih dari tadi gue panggilan gak nyaut-nyaut?!"

Pekik seseorang yang baru saja membuka pintu kamarnya. Dia Ari cowok itu sedari tadi memanggilnya karena dibawah belum ada makanan sama sekali. Sekarang sudah pukul delapan malam waktunya makan malam tapi dimeja makan masih kosong.

"Aduh maaf kak, saya lagi sakit perut jadi bolak-balik ke kamar mandi."

"Halah alesan! Bilang aja gak mau masak kan Lo?!" tuduhnya dengan suara lantang.

"Bukan gitu, tadinya saya juga mau masak cuma perutnya gak bisa di ajak kompromi saking mulesnya."

Dut brutt!

Aisyah memejamkan mata saat suara kentutnya keluar begitu saja. Ia takut anak majikan yang satu ini akan ngamuk-ngamuk kala menghirup baunya kentut seorang Aisyah.

"Anjir bau banget sih kentut lo! Gak sopan banget kentut depan majikan, awas aja gue suruh potong gaji lo!"

"Aduh maaf-maaf saya mau ke toilet dulu ini gak tahan pengen BAB lagi. Ntar aja ya marah-marahnya!"

Secepat kilat Aisyah masuk kembali ke dalam toilet, membuat Ari lagi-lagi mendengus kesal. Cewek tapi kentut sembarangan, sungguh tidak menjaga image depan cogan, pikirnya.

Ari berinisiatif mengambilkan obat sakit perut untuk babunya. Menurutnya dilihat-lihat Aisyah itu memprihatinkan. Apalagi saat wajahnya menatap Ari dengan tatapan memelas seperti kucing yang dibuang dipinggir jalan.

Sembari menunggu cewek itu keluar dari toilet dia menunggu di sofa yang ada dikamar Aisyah saat ini. Wait, wait! Sejak kapan dia sepeduli ini sama pembantu? Dengan segera cowok itu pergi keluar kamar sebelum Aisyah keluar dari toilet. Dia memilih menyimpan obat yang ia bawa tadi di nakas dekat tempat tidur.

Bersambung...

3 Big BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang