X

120 25 4
                                    

Dewantoro nyaris berteriak saat ia membuka mata dan mendapati dua wajah pucat sedang menatapnya dengan intens. Ia menoleh ke kursi sebelah, tidak menemukan Johanna berada di sampingnya.

"A-"

"Wan?" Sebuah suara terdengar dari ujung gerbong. Johanna lari tergopoh-gopoh mendekati adiknya, mengusap wajah Dewantoro dengan rasa khawatir yang berlebihan. Bagaimana tidak, ingatannya tentang darah yang mengalir dari mulut sang adik masih tergambar dengan jelas dalam benak Johanna. "Ada yang sakit?"

Setelah pertanyaan itu terlontar dari mulut kakaknya, Dewantoro baru menyadari suatu hal yang seharusnya ia syukuri tetapi terasa janggal. Ia masih ingat bagaimana apel itu mengoyak mulutnya, dan secara spontan Dewantoro memuntahkan apa yang sedari tadi ia kunyah. Bukan apel yang ia lihat, melainkan pecahan kaca. Tangan kanan Dewantoro terangkat, dan baru menyadari kalau yang ia gigit bukanlah buah, melainkan bola kaca.

Tapi sekarang dia tidak merasakan sakit. Dewantoro memberanikan diri untuk menyentuh mulutnya, dan tidak menemukan darah di sana. Di pakaiannya pun tidak ada darah juga pecahan kaca. Semuanya kembali seperti biasa, kecuali wajah Johanna yang memang lebih pucat dari biasanya.

"Mbak-"

"Wan, kita salah masuk kereta," bisik Johanna. Dewantoro menautkan alis, merasa bingung. "Tiketnya, Wan. Tiket yang di sakumu."

Menuruti ucapan kakaknya, Dewantoro merogoh saku kemejanya di mana ia menyimpan tiket kereta milik mereka berdua.

Berbeda dari apa yang ia lihat saat masih berada di Bandung, tiket yang keduanya kini berwarna kusam, dan ... kuno.

"Sama kaya punyaku, lho, Kak. Nih, lihat."

Sebuah tiket lain disodorkan ke arah Dewantoro dan Johanna oleh tangan milik anak kecil. Kusam dan kunonya tiket itu sama dengan yang dipegang oleh Dewantoro, hanya saja, bercak darah yang tertinggal di sana tak luput dari penglihatan keduanya.

Melirik ke samping mereka, seorang anak laki-laki yang semula mereka lihat sedang merayakan ulang tahunnya di kereta itu tersenyum,

dengan mata berlubang karena bola matanya menghilang entah ke mana.

The Last DutyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang