Seharusnya, baik Dewantoro maupun Johanna sudah merasa ketakutan dan berusaha keluar dari gerbong bahkan kereta yang saat ini sedang mereka tumpangi. Seharusnya, ada adegan di mana keduanya berlarian sepanjang gerbong sambil menjerit ngeri, berusaha menyelamatkan diri dari amukan para hantu.
Namun pada kenyataannya, salah satu dari mereka berdua justru tengah memangku si anak kecil yang memperkenalkan diri sebagai Surya.
Kini, Johanna sedang memangku Surya sambil menunjukkan salah satu permainan offline yang ada di ponselnya. Anak laki-laki itu tampak antusias sekaligus kagum saat melihat benda pipih yang dipegang Johanna, tetapi harus menahan diri karena kalau ia terlalu bersemangat sampai melompat-lompat kegirangan, bola matanya akan menggelinding lagi dan Johanna harus bersusah payah mencarinya.
Lantas, apa yang dilakukan Dewantoro?
Kini ia duduk di kursi lain bersama Pak Heri dan Bu Bardjo, alias pria dari toilet dan nenek Surya. Sesekali Dewantoro mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan Surya terkait hal-hal yang bahkan tidak Johanna ketahui.
Bagaimana mungkin Johanna menjawab pertanyaan tentang situasi di akhir tahun 80-an sedangkan dia sendiri baru lahir di tahun 1995?
"Saya minta maaf sekali, Mas Dewan, saya ndak tahu kalau kita sudah berbeda dimensi." Bu Bardjo kembali mengutarakan permintaan maafnya, masih terasa segar di ingatannya saat mulut pemuda yang ada di sampingnya itu banjir darah. "Saya bahkan ndak sadar kalau saya sama penumpang yang lainnya sudah mati."
"Nggak apa-apa, Bu, lagian sekarang saya udah nggak ngerasa sakit atau lainnya, kok." Dewantoro menepuk punggung tangan Bu Bardjo sambil tersenyum. "Saya juga minta maaf, gara-gara saya sama kakak saya-"
"Njenengan ndak salah, Mas." Pak Heri menyela ucapan Dewantoro sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kalau bukan karena insiden tadi, kami semua ndak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kami semua bahkan ndak sadar kalau sekarang sudah tahun 2015."
Mengejutkan, ya? Itulah yang dirasakan Dewantoro beberapa saat lalu, setelah ia mendapati kalau dirinya tidak mati kehabisan darah karena mengunyah kaca. Semua penumpang, kecuali Surya, langsung paham kalau ada yang aneh dengan situasi itu. Orang pertama yang menyadari kalau Dewantoro dan Johanna berbeda dari penumpang lainnya adalah Pak Heri, setelah ia melihat beberapa barang asing yang dimiliki oleh dua bersaudara itu; barang yang belum pernah ia temui semasa hidupnya. Selama Dewantoro tak sadarkan diri, Johanna harus mengalami masa interogasi yang mengerikan karena semua penumpang di gerbong itu ternyata hidup di tahun 1980-an, tahun di mana Johanna sendiri belum lahir.
Hah, bahkan orang tuanya saja belum menikah waktu itu.
Dalam kata lain, semua orang yang ada di dalam sana merupakan arwah yang terjebak, diduga karena kereta itu mengalami kecelakaan hebat puluhan tahun silam.
"Saya masih ndak habis pikir, kalau kita semua dulunya mengalami kecelakaan, kenapa ndak langsung mati? Kenapa malah jadi begini?" tanya Bu Bardjo, entah pada siapa.
Dewantoro sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan itu, karena benaknya sudah dipenuhi oleh pertanyaannya sendiri.
Kalau benar ini kereta hantu, lantas bagaimana bisa ia dan kakaknya masuk ke dalam alat transportasi yang satu ini?
Dan, bagaimana caranya supaya keduanya bisa kembali ke dunia mereka yang sesungguhnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Duty
HorrorSame train, same destination. But different situation. -Bathed in Fear, Project 2. © 2020 nebulascorpius