"Saya udah curiga kalau kereta ini 'berbeda' karena energinya. Waktu saya duduk, sadarlah saya kalau ini kereta gaib." Ia tampak begitu santai, tidak ada rasa takut yang terselubung di sela-sela penjelasannya, bahkan ia semata menganggap kalau kejadian ini hanya suatu bentuk kesialan tapi juga pengalaman menarik baginya karena ia bisa menaiki transportasi gaib yang sering diceritakan orang-orang melalui sosial media.
Pola pikir yang aneh, tapi Dewantoro tidak memungkiri kalau memang ada orang-orang yang memiliki kemampuan khusus seperti si pria dan mereka merasa itu semua bukanlah hal yang perlu ditakuti.
"Jadi ... kereta ini dulunya mengalami kecelakaan atau gimana?"
"Kecelakaan di Godean. Sempet agak heboh, kok. Kebetulan mendiang kakek saya dulu tinggal nggak jauh dari lokasi kejadian, jadi tahu sedikit, lah."
"Kenapa bisa seyakin itu kalau kereta ini yang mengalami kecelakaan di Godean, Mas?" tanya Dewantoro, yang diikuti dengan anggukan kepala Johanna. "Siapa tahu 'kan, kalau ini kereta yang lain?"
"Tanggalnya." Dia lagi-lagi tersenyum, dan Winarso bersaudara baru menyadari kalau pria itu terlihat jauh lebih muda ketika ia sedang tersenyum sambil memamerkan giginya. "Kemunculannya sesuai dengan tanggal waktu kecelakaan. Kalian pikir, kereta gaib ini baru muncul waktu kalian naik, ya? Enggak, Mas, Mbak. Kemunculan kereta ini bahkan udah jadi cerita horor bagi sebagian orang; entah yang sekadar melihat, mendengar, atau malah tanpa sadar jadi penumpangnya kaya kita bertiga ini."
Baik Johanna maupun Dewantoro mengakui kalau mereka memang belum pernah mendengar cerita terkait kereta hantu yang sedang keduanya tumpangi saat ini. Si penumpang asing dengan murah hati menceritakan beberapa rumor yang beredar di lingkungan tempat tinggal mendiang kakeknya terkait keberadaan kereta tersebut pasca kecelakaan.
Tak hanya itu, ia juga mampu menjelaskan sedikit hal mengenai penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib terkait tragedi yang menelan banyak korban, terutama di gerbong depan. Penyelidikan yang menghasilkan satu kesimpulan: sang masinis lalai tidak memperhatikan kode dari stasiun bahwa ada kereta lain di jalur yang sama.
Dewantoro merasakan kereta mulai melambat, dan ketiganya melihat dari jendela kalau alat transportasi itu berhenti di sebuah stasiun kecil dengan tampilan yang kuno. Mereka memperhatikan bagaimana beberapa penumpang turun dari gerbong, kemudian tidak sedikit yang memasuki kereta itu. Hampir semuanya memakai pakaian era 80-an, jadi Dewantoro berasumsi kalau mereka semua adalah hantu.
"Kita emang berhenti di stasiun-stasiun kecil juga, ya?" celetuk Johanna sesaat setelah kereta kembali melaju. Si pria yang sudah menghabiskan tehnya hanya mencebikkan bibir sambil mengangguk. "Berarti di dimensi kita yang sebenarnya, kemungkinan besar stasiun-stasiun itu udah nggak berfungsi."
"Aku masih penasaran kenapa kereta hantu ini bisa ada." Mendapati baik sang kakak maupun si pria menatapnya dengan heran, Dewantoro buru-buru menjelaskan maksud ucapannya. "Pasti ada alasan kenapa kereta ini masih beroperasi meskipun statusnya gaib."
"Mungkin ... karena ada sesuatu yang menahan?"
Tebakan si pria membuat Johanna menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Dalam benaknya, ia bisa membayangkan sesosok roh di lokomotif yang bertekad untuk mengantarkan semua penumpangnya sampai tujuan akhir dari rute Bandung - Yogyakarta, tanpa menyadari kalau ia hanya mengulang semua kejadian sebelum tragedi itu terjadi.
"Masinisnya."
Kata itu diucapkan secara spontan dan serempak, dari mulut tiga orang yang berbeda.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Duty
УжасыSame train, same destination. But different situation. -Bathed in Fear, Project 2. © 2020 nebulascorpius