S I X

4.6K 512 29
                                    

Happy Reading 🦕💨










Aqshel terlihat sangat fokus dengan buku buku didepan nya.

Maklum saja, sebentar lagi ujian kelulusan dan untuk orang dengan otak pas-pasan seperti Aqshel harus belajar dengan keras supaya mendapatkan nilai yang baik.

Aqshel jadi meragukan bahwa dia adalah anak kandung Arsen. Ayahnya itu sangat pintar, bahkan kepintarannya melebihi batas nalar yang kita bayangkan.

Sedangkan Aqshel? Untuk fasih belajar satu bahasa asing saja harus bertahun-tahun lamanya.

Baiklah, lupakan itu. Di kamar Aqshel sekarang bukan hanya ada Aqshel seorang. Laki-laki itu juga berada di sini.

Aqshel duduk di karpet lembut dan bersandar di kaki sofa. Sedangkan laki-laki itu tertidur di paha Aqshel.

Sebenarnya Aqshel sedikit risih, tapi bagaimana lagi? Aqshel masih bingung, ia yakin tidak akan bertahan lama bisa menyembunyikan seorang laki-laki di kamarnya.

Tapi jika langsung mengaku ke Arsen, sepertinya Aqshel akan mati di saat itu juga. Membayangkan tatapan membunuh ayahnya itu, Aqshel kehilangan fokus belajar dan merinding seketika.

Aqshel merapikan bukunya. Sepertinya sudah cukup untuk hari ini. Tadi siang ia belajar sedikit dengan Rey, dan malam ini ia juga belajar. Saatnya istirahat.

Aqshel mengambil susu kotak di meja yang berada di depannya, kemudian meminumnya.

"Ahh, mantap" Gumam Aqshel setelah menghabiskan susu itu, kemudian terkekeh kecil.

Aqshel menatap jam dinding, pukul sebelas malam. Ini bagaimana caranya berpindah tempat? Tubuh Zhaqvee sangat berat.

Aqshel tebak tinggi laki-laki ini sekitar 185 cm. Badannya sangat keren sekali. Wajahnya juga sangat tampan. Aqshel bahkan bisa mengatakan bahwa Zhaqvee secara visual jelas lebih unggul dari pada Ayahnya.

"Hei" Panggil Aqshel sambil menepuk kecil rahang Zhaqvee.

"Emmm"

Bukannya bangun, Zhaqvee malah mengeratkan pelukannya di perut Aqshel.

Aqshel menghembuskan nafasnya. Matanya sudah sangat berat. Aqshel menyandarkan tubuhnya dan meluruskan kakinya. Kemudian tanpa perintah, mata cantik itu perlahan tertutup.

***

Aqshel tergesa-gesa menghabiskan sarapannya. Bahkan tali sepatunya belum terpasang dengan benar.

Aqshel meringis ketika berlari menuju pintu utama mansion. Punggung nya sakit. Karena posisi tidurnya yang sangat tidak nyaman.

"Daddy tunggu!" Teriak Aqshel.

Sebenarnya tidak mungkin Arsen meninggalkan Aqshel begitu saja. Tapi putrinya itu harus belajar disiplin. Arsen tidak suka orang yang tidak disiplin.

Aqshel berhenti tepat di sebelah ayahnya, kemudian mengangkat tangannya.

" Uang jajan" Pinta Aqshel sambil memberikan senyum manisnya.

Arsen menatap Garva. Untung saja Garva dengan kepekaan nya langsung paham. Pria itu memberikan salah satu kartu ke pada Aqshel, Aqshel tersenyum kemudian berterimakasih kepada ayahnya.

"Garva pergilah, hari ini aku yang akan mengantar Aqshel" Ucap Arsen sambil berjalan menuju garasi.

"Baiklah tuan." Jawab Garva kemudian pergi meninggalkan ayah dan anak itu.

Arsen menuju salah satu koleksi nya. Aqshel yang melihatnya tersentak kaget.

Yang benar saja! Ayahnya itu ingin mengantarkan nya kesekolah dengan mobil seharga 269 milyar. Aqshel bisa membayangkan reaksi teman satu sekolahnya.

"Astaga Daddy! Jangan mobil yang itu!" Aqshel berteriak dan berlari ke arah Arsen.

Arsen menatap datar Aqshel, kemudian berbalik arah menuju mobilnya yang satu lagi.

"Astaga daddy! Itu sama saja!" Aqshel tidak habis pikir dengan Ayahnya itu.

"Tapi warna nya berbeda kan?"

Aqshel tersenyum miris. Terserah! Orang sepertinya Arsen tidak akan bisa di larang.

Dengan pasrah Aqshel segera menyusul Arsen dan memasuki mobil mewah itu.

Bugatti La Voiture Noire

Maklum saja, Arsenio Gilbert Albarack, kekayaannya bisa membeli negri ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Maklum saja, Arsenio Gilbert Albarack, kekayaannya bisa membeli negri ini.


***

Zhaqvee menatap melalui jendela kamar, kamar itu terletak di lantai tiga mansion besar ini.

Zhaqvee menatap mobil mewah yang menjauh dari mansion, kemudian wajah datar itu tiba-tiba terkekeh sinis.

"Sepertinya lebih seru jika dua target mati dalam satu kali tembak"

"Tetap berhati-hati. Albarack bukan musuh yang mudah di kalah kan" Sahut suara seorang pria dari kepala Zhaqvee.

Zhaqvee berdecih pelan. "Tidak mudah di kalahkan? Kau meremehkan ku?"

"Jadi, apa rencana mu selanjutnya? Langsung membunuh putri albarack itu atau---"

"Bagaimana jika aku bermain-main sedikit, dengan hati nya? Aku akan membuat si putri  itu sendiri yang akan membunuh rajanya "

Hening, suara yang tadi menjawab Zhaqvee tidak menjawab apapun. Seakan kehilangan kata-kata.

"Bermain-main dengan hati, tidak semudah memisahkan kepala dan tubuh manusia"

Zhaqvee tidak menjawab. Laki-laki itu berjalan menuju singgle sofa di kamar itu. Kemudian duduk di sana.

"Baiklah, lakukan dengan kejam." Putus suara di pria di sebrang sana.

Tut

"Sambungan terputus"  Kali ini suara sistem yang berbunyi. Persis seperti suara laki-laki namun sedikit kaku seperti robot.

Zhaqvee menatap langit-langit kamar yang berteman awan itu. Tangan Zhaqvee mengusap pelipis kirinya. Terlihat luka bekas oprasi penanaman chip.

Seringai kecil hadir di wajah tampan itu.

"Bersenang-senang lah Princess, aku memberi mu waktu. Manfaatkan sebisa mu. Sebelum ku renggut senyum manis itu dengan paksa."















HAI
TERIMAKASIH SUDAH BACA

The Dark webTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang