0.1

2.1K 145 11
                                    

BUGH!

"Bangsat lo Bar, gue masih bisa sabar ya hadepin semua sikap lo. Tapi sekarang lo keterlaluan Bar, gue gak abis pikir gimana sesabarnya Ara." Vico menatap bengis Bara yang tersungkur.

"Gak usah ikut campur Vic, lo cuma orang luar di hubungan gue sama Ara." Bara bangun, mengusap sudut bibirnya.

"Oke, gue emang orang luar. Tapi gak bisa sekali aja lo jangan sakiti dia? Gue udah anggep dia sebagai adik, termasuk anggota Viktor yang lain."

Senyum miring terbit dibibir Bara. "Adik? Gue sama dia udah pacaran hampir satu tahun, terserah gue mau berbuat apapun sama dia. Gak ada yang bisa larang apalagi lo cuma kakak-kakak' an sama dia."

BUGH!

Kali ini Erland memukul Bara. "Pulang Bar, udah mabok lo. Ara juga bilang kan dia gak mau lo masuk bar lagi, tapi lo langgar janji lo itu."

Bara yang sudah sempoyongan tidak dapat menumpu berat badannya. Bara dibantu oleh Emil dan Rendy menuju mobil. Bosnya yang satu itu benar-benar sedang dalam keadaan mabok.

"Anterin gue ke rumah Ara."

Emil menoleh. "Apasi Bar, lo lagi mabok. Jangan ngada-ngada. Dy jalanin mobilnya, lo malah bengong lagi."

Rendy cengengesan, mobil mulai melaju membelah jalanan yang sudah sepi. Bara sengaja ditaruh di kursi penumpang dan seorang diri agar yang duduk disampingnya tidak menjadi sasaran amukannya.

"Gue bilang anterin gue, lo berdua budek ya?"

"Mil, gimana nih? Nanti kalo Ara diapa-apain gimana?" Rendy panik, sambil menyenggol lengan Emil yang sibuk bermain ponsel.

"Lo juga rewel kayak bayi, kacangin aja si Bara. Nanti juga mingkem."

"Gue denger, anterin gue atau lo berdua gue keluarin dari Viktor."

"Anceman nya gak lucu sumpah bos, gak ada yang lain?" Nego Emil.

"Udah si turutin aja, kita awasi dia." Ucap Rendy.

"Oke, ide bagus." Mobil yang seharusnya berbelok kiri menjadi berbelok kanan.

°°°°

"Cuci muka dulu bos, biar seger dikit." Celetuk Rendy saat sedang memapah Bara.

"Dimana? Ayo gue anterin ke got." Bara melirik sinis Emil.

"Sorry Bar, bercanda dikit biar gak tegang-tegang amat."

"Lo berdua tunggu teras aja, gue masuk sekalian cuci muka. Kalo Ara teriak berarti lo harus masuk, takutnya gue udah lecehin dia."

Tawa Emil dan Rendy pecah. "Lawak lo, sumpah." Ucap Emil.

Bara masuk sambil memegangi benda sekitar, dirinya memang kuat dalam minum alkohol sehingga tidak menyebabkan dirinya terlalu mabuk.

Setelah mencuci muka, Bara berjalan menuju ruang tamu. Bara sudah melihat Ara tertidur di sofa, karena menunggu Bara. Bara tidak peduli sudah berapa lama gadis itu menunggu kehadirannya.

Bara memang memiliki kunci cadangan rumah Ara, karena gadis itu selalu sendiri. Orangtuanya gila akan kerja.

"Bangun."

Bara duduk di samping Ara, menepuk pipi Ara sedikit keras. Ara terbangun, mengucek matanya. "Bara?"

"Hm."

"Dari jam berapa?"

"Baru."

Gadis itu mengangguk, ia menguap cukup lebar namun langsung ditutup saat Bara menatapnya tajam. "Yah, udah lewat lima menit, sekarang jam dua belas lewat lima."

"Terus kenapa?"

Bara melipat tangan, menyender total sepenuhnya pada sofa, dan memejamkan mata. "Happy anniversary Bara, terimakasih udah nemenin aku selama satu tahun belakangan ini."

Bara membuka mata dan melihat kue buatan Ara tersaji dihadapannya, dengan lilin angka satu, sekotak kue sedang, keju dan mesis warna-warni sebagai hiasan.

"Kayak anak kecil, gak bisa langsung beli aja? Atau gak usah dirayain sekalian."

Ara tidak sedih atau marah, Ara sudah sangat biasa menghadapi semua ucapan menusuk Bara. "Ish Bara, paling enggak tiup dulu dong. Aku udah cape-cape buatin dari tadi pagi, tapi kamu datengnya baru sekarang. Aku aja sampe ketiduran."

Bisa dihitung dua belas jam Ara menunggu kedatangan Bara. Wajah Bara masih tampak datar saja.

"Ayo tiup bareng-bareng, kita make a wish dulu ya." Bara tidak menuruti ucapan Ara dan membiarkan gadis itu melakukannya seorang diri.

"Fyuuh! Yeay!"

"Kamu make a wish apa, kalau boleh tau?"

"Gue mau cepet-cepet putus."

Ara justru terkekeh. "Kamu pasti boong, Bara tukang boong ih."

"Aku boleh peluk kamu gak? Cuma sekali, dari pertama kita pacaran masa aku gak boleh peluk kamu. Ya ya ya ya?"

"Terserah." Ara berhambur ke pelukan Bara, Ara mengeratkan pelukannya berharap Bara membalas. Tapi Bara sama sekali tidak membalasnya.

"Kamu kok bau alkohol? Kamu ke bar lagi?" Ara melepas pelukannya.

"Suka-suka gue lah."

"Kamu udah janji gak akan ke bar lagi, kenapa kamu ingkarin janji?"

Bara tersenyum miring. "Lo siapa? Gue berhak kemanapun yang gue mau dan gue paling gak suka dikekang."

"Aku enggak bermaksud ngekang kamu, aku cuma mau supaya kamu gak masuk ke tempat yang enggak baik itu."

"Aku belum bisa cerita sekarang, kenapa kamu gak boleh masuk bar, tapi kamu janji supaya gak masuk kesana lagi ya?"

Ara menunjukkan kelingkingnya. "Pinky promise, Bar?" Bara memutar bola mata, terpaksa menautkan jari kelingking mereka.

"Bara malem ini mau nginep di rumah aku? Aku kesepian Bar." Mendapat gelengan dari Bara yang tengah sibuk bermain ponsel.

Ara mengangguk kecewa. "Aaaa." Ara menyuapi Bara kue yang dibuatnya setelah mengambil piring dan pisau.

Bara langsung memakan karena sibuk bermain game, saat menyadari itu kue buatan Ara. Bara langsung memuntahkannya, Ara yang melihat menepuk punggung Bara namun ditepis.

"Kamu kenapa? Kue buatan aku gak enak ya?"

"Kue atau racun yang lo kasih, gak enak."

Ara berdiri panik. "A-aku langsung buang, maaf Bara. Aku gak tau kalau kue yang aku buat gak enak." Ara berlalu dari sana.

"Gue gak ada rasa buat lo, jadi buat apa gua bersikap baik sama lo."

°°°°

Viara Embun Aurelia
Albara Vio Julian
Vico Adrian
Refa Clarissa
Vely Grizelle
Rendy Bratadikara
Erland Adellio
Satria Fahri Kusuma
Arsen Bryan
E

mil Abimanyu

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang