0.4

1K 88 0
                                    

Dilain tempat Bara baru terbangun, ia ketiduran. Bara mengacak rambutnya, merutuki diri sendiri. Untung saja ponselnya tidak di silent sehingga telfon dari Emil membangunkannya.

Bara mengambil kunci dan jaket cepat, kakinya menuruni tangga. "Bara."

Bara berdecak lalu menoleh, dengan raut wajah tidak bersahabat. "Apa? Buru gue mau keluar."

"Bara! Saya ini orang tua kamu! Sopan sedikit!" Ucap papanya —Rian.

"Bara, papa kamu mau bicara sebentar." Ucap mamanya —Citra.

"Ck, apa?" Bara duduk dihadapan kedua orangtuanya.

"Bagaimana dengan Vely?" Bara memutar bola mata.

"Enggak ada apa-apa, maksud papa apa si? Nyuruh saya untuk anter Vely tadi pagi? Kenal aja enggak."

"Memangnya kenapa kalau kamu dekat dulu, papa sudah bicarakan bahwa kamu akan papa jodohkan dengan Vely."

"Ini jaman apa pah? Udah bukan jaman jodoh-jodohan."

"Memangnya kenapa? Papa dekat dengan Fahri sehingga kami memutuskan untuk menjodohkan kalian." 

"Enggak, saya gak mau dijodohkan-jodohin. Saya berhak nentuin pilihan saya sendiri." Rian melempar beberapa foto kehadapan Bara.

Bara mengepalkan tangan melihat foto dirinya dan Ara tadi siang. "kamu mau papa celakai dia? Mudah bagi papa, hanya menyuruh orang dan pekerjaan beres."

"Oke, mau papa apa?"

"Jemput Vely setiap pagi ke sekolahnya."

Bara tersenyum miring. "Papa kira saya tukang ojek, dia kaya, dia pasti punya banyak supir."

"Papa tidak peduli. Kamu harus dekat dengan Vely, setidaknya pacari dia."

"Terserah papa." Bara bukannya ingin menyelamati Ara, ia hanya tidak mau Ara kenapa-kenapa sebelum Bara membalaskan dendamnya.

Bara bangkit dan pergi keluar rumah. Bara mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, tidak peduli klakson kendaraan lain saling bersahutan. Saat sampai lokasi, Bara naik pitam melihat Ara dijaga oleh kedua anggota Atrax.

Bugh!

Bara berjalan kehadapan Arthur dan langsung memukul wajahnya. "Brengsek! Cara lo pengecut dengan jadiin Ara sebagai taruhan."

Ara tersenyum senang melihat kehadiran Bara. "Suka-suka gue, faktanya Ara adalah sepupu gue. Kesempatan yang bagus bukan? walaupun gue gak sudi ngakuin dia sebagai sepupu."

Bara cukup terkejut mendengar fakta itu, namun ia cepat-cepat menetralkan ekspresinya. "Waw, baru tau gue. Cara lo picik! Apa yang lo mau dengan cara jadiin Ara sebagai taruhan?"

"Gampang, kalo lo kalah harus keluar dari Viktor. Kalo lo menang gue bebasin Ara." Bara mengeluarkan smirknya, mudah baginya mengalahkan ketua Atrax ini.

"Deal. Gue juga males berurusan panjang sama lo."

"Bar, lo terima gitu aja? Gimana kalo dia berbuat curang? Lo bisa aja bener-bener keluar dari Viktor." Bisik Satria.

"Tenang, gue atasi nanti."

"Semangat Bar." Seru Erland menepuk pundak Bara.

"Bara! Semangat! Hati-hati ya!" Seru Ara dari seberang sana. Tidak diizinkan dekat-dekat Bara ataupun anggota Viktor.

Arthur menatap meremehkan Bara, Bara bisa melihat dari gerak-gerik Arthur bahwa dirinya seperti merencanakan sesuatu, Bara harus berhati-hati.

Brum!

Setelah hitungan ketiga motor mereka melesat menjauh dari garis start. Bara melirik dari kaca spion kaki kanan Arthur sudah ingin mendorong motornya.

Dengan begitu Bara langsung meng-gas motornya lebih cepat, Arthur berdecak rencananya berhasil diketahui oleh Bara. Bara menunjukkan jempolnya ke bawah, meremehkan Arthur.

Bara menang, selalu Bara. Tidak pernah Arthur mengalahkan Bara, Fakta itu membuat Arthur jengkel dan kesal. "Kali ini lo menang lagi, tapi liat kedepannya lo akan kalah."

Arthur dan gengnya pergi, geng Viktor bersorak senang atas kemenangan Bara yang kesekian kalinya. "Bara gitu loh. Bos Viktor, tidak terkalahkan." Bangga Emil.

"Bara, makasih ya." Ucap Ara yang paling kecil di sana.

"Bar, anterin Ara pulang tuh. Udah malem." Vico berucap, tidak tega melihat Ara yang hanya memakai celana pendek tertutupi kaus oversize nya, baju rumahan Ara.

"Bener Bar, anter dia dulu. Kedinginan tuh." Erland menambahi.

"Ah elah, gak seru banget lo. Biarin Bara merayakan kemenangannya dulu." Ucap Satria.

"Sat, lo kenapa si? Dari tadi pagi kayaknya jadi kompor terus, Bara pacarnya seharusnya dia yang nganter." Ucap Arsen.

"Gapapa kok, aku bisa pulang sendiri. Mungkin Bara cape abis balapan." Ucap Ara, mencoba mengerti.

"Dia sadar diri, ya udah pulang sendiri sana." Teman-temannya menatap tidak percaya Bara.

Ara mengangguk lalu berbalik namun seseorang mencekal lengannya. "Gue anter."

"Tapi Ren—"

"Gapapa, dari pada sama pacar lo yang gak pengertian itu." Rendy menarik Ara menuju motornya terparkir.

Bara menatap tangan mereka yang saling bertaut dengan pandangan tidak terima, Bara menggeleng mengenyahkan pikiran itu.

"Bar kok lo—"

"Lo bisa diem gak? Kalo ada yang mau ngerayain kemenangan gue, kita langsung ke apartemen gue." Ucap Bara memotong ucapan Vico.

"Kuy lah." Seru Emil semangat.

"Meluncur bosq." Ucap Satria.

Sementara di motor suasana hening, terdengar suara benturan antara helm Rendy dan kepala Ara. Ara mengusap dahinya, ia benar-benar kelelahan.

Rendy tersenyum kecil, ia menarik salah satu tangan Ara, menyuruh Ara untuk memeluknya. Ara menarik cepat tangannya. "Rendy mau apa?"

"Peluk aja gue, lo ngantuk kan?"

"Enggak, aku tidur di rumah aja."

"Kenapa? Takut Bara tau? Dan berpikir bahwa Bara akan cemburu sama lo?"

"Hmm, iya."

"Ara Ara, gue baru nemu cewek kayak lo. Beruntung Bara dapetin lo. Disaat cewek lain akan mencari kesempatan, tapi lo justru menjaga perasaan pacar lo."

Ara hanya tersenyum, tapi yang ia pikirkan Bara tidak menjaga perasaannya.

Setelah sampai depan rumah Ara, Ara turun dari motor dan berdiri di hadapan Rendy yang tengah menyisir rambutnya. "Makasih ya Rendy, maaf aku gak bisa suruh kamu masuk soalnya—"

"Gue tau, lagian juga udah malem. Sama-sama, dirumah ada siapa?" Potong Rendy, ia melihat keadaan rumah Ara sepi.

"Hm sekali lagi makasih ya, aku masuk dulu." Ara tidak menjawab pertanyaan Rendy.

Rendy tersenyum melihat punggung Ara yang tertutupi pagar. "Ada ya manusia segemesin lo? Pengen gue milikin, tapi gue sadar diri lo punya temen gue. Tapi boleh kan kalo Bara nyakitin lo, gue akan perjuangin lo?" Rendy memutar kunci dan menjalankan motornya menjauh dari perkarangan rumah Ara.

°°°°

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang