0.9

857 66 1
                                    

Suhu tubuh Ara semakin meningkat, terlebih di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Ara ingin turun untuk mengambil roti saja tidak sanggup.

Penampilan Ara jauh dari kata rapih, rambut berantakan, kantung mata membengkak.

Cklek!

Terlihat sosok yang sudah ia tunggu-tunggu akhirnya datang, Bara. Ara tersenyum memperhatikan Bara, walaupun Ara tahu suasana hati Bara sedang tidak baik.

"Kenapa lo gak masuk? Sengaja ngehindarin gue?"

"Aku dem—."

"Gak usah pura-pura, gak mungkin gara-gara kemaren lo langsung sakit! Atau emang lo selemah itu?" Ara hanya tersenyum tipis.

Bara menarik tangan Ara, agar gadis itu duduk. Bara mencengkram kuat rahang Ara, Ara menatap Bara meminta penjelasan. "Sa-sakit Bara."

"Maksud lo apa? Pelukan sama Vico. Lo tau kalo gue bener-bener benci banget sama orang penghianat! Kalian berdua!" Bara melepas kasar cengkramannya.

"I-itu gak sengaja."

Bara tertawa hambar. "Lo mau kita bener-bener putus? Lo bisa bebas sama cowok manapun."

Ara menggeleng dengan air mata dipelupuk matanya. "Enggak, kamu jangan ngomong gitu. Aku gak mau kehilangan lagi."

"Bukannya ada Vico?"

"Aku cintanya sama kamu, bukan Vico atau yang lain. Cuma kamu." Ucap Ara tulus.

"Buktiin ucapan lo, jangan pernah deket-deket sama cowok manapun!"

Bara ingin pergi keluar namun ditahan oleh Ara, bahkan Bara bisa merasakan telapak tangan Ara yang hangat. "Temenin aku, Bar."

"Jangan manja, urus diri lo sendiri." Dan Bara benar-benar pergi.

Lo kacau Ra, rencana gue berhasil bikin lo terpuruk dan seolah gak punya semangat hidup. Batin Bara bersorak senang dan pergi dari perkarangan rumah Ara.

"Re-Refa, di-dia pasti ma-mau denger cerita aku." Ucap Ara sesenggukan, mengambil ponselnya dan berharap Refa mengangkat.

"Re-Refa."

"Apasi Ra? Gak liat jam, lagi jam pelajaran ini. Rese lo."

"Ma-maaf."

"Gak penting! Gue tutup." Tut, sambungan terputus.

Ara terdiam, ia mencoba tersenyum dan mengusap air matanya. Ara menguncir rambutnya, dan menyingkap selimut. Walaupun sedikit pusing, tetapi ia tetap mencoba untuk bangun.

Saat sampai di tangga terakhir, pandangan Ara menghitam, telinganya berdengung, dan kepalanya pusing, setelah itu semuanya gelap.

Bruk!

"Non Ara!"

°°°°

Pagi ini Ara sudah bangun, kemarin Ara pingsan dan diurus oleh bi Wati asisten rumah tangganya. Ara menatap pantulan dirinya di cermin yang sudah memakai seragam, Ara mengoleskan lipbalm dibibir nya yang pucat dan memakai bando berwarna putih bergaris hitam, agar rambutnya tidak menggangu.

Ara sudah lebih baik dari kemarin, hanya kepalanya yang sedikit pusing. Ara melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah enam, ia turun ke dapur dan membuat roti bakar untuk Bara. Ara berpikir dengan begitu Bara tidak akan marah lagi.

Setelah selesai Ara menggendong tasnya dan pergi keluar rumah, tidak lupa untuk menguncinya. Seperti biasa Ara akan menggunakan ojek online sebagai kendaraannya.

Ara tersenyum menatap kotak bekal yang ia pegang, saat sampai sekolah Ara turun dan membayar ojek online itu. Ara mendatangi kelas Bara yang masih sepi, ia hanya melihat teman OSIS nya.

"Nisa."

Nisa menoleh dari buku bacaannya. "Kenapa Ra?"

"Bara belum dateng?"

"Ya lo tau sendiri lah, dia gak pernah masuk jam pelajaran pertama."

Ara menyodorkan kotak bekal berwarna pink itu pada Nisa. "Tolong kasihin Bara ya."

"Kenapa gak ngasih sendiri aja?"

"Dia lagi marah sama aku, aku minta tolong ya?"

"Oke, sebenernya gue males banget interaksi sama dia. Eh, tapi gak gratis."

Ara mengkerutkan dahinya. "Kamu minta imbalan?"

"Yap, bukan pake duit kok. Gue cuma nyuruh lo untuk fotocopy selembaran untuk pendaftaran OSIS, lo kemaren juga gak masuk' kan?"

"Iya, aku sakit. Emangnya ada apa?"

"Kemaren rapat, karena sekarang udah tahun ajaran baru jadi ada pendaftaran anggota OSIS baru"

"Tapi di koperasi ada untuk fotocopy' kan?"

"Gue sengaja dateng pagi ya karena pengen kesana, eh taunya alatnya rusak. Jadi lo fotocopy di SMA Wijaya."

"Hah? SMA Wijaya? Kamu gak salah? Jangan kesana, aku takut." Pasalnya SMA Sriwijaya dan SMA Wijaya tidak pernah akur, sekolah itupun sekolah Arthur dan Vely.

Ara takut akan bertemu dengan mereka ataupun anggota Atrax lainnya. "Kita itu pelajar, harus hemat. Gue sengaja nyuruh lo kesana karena murah."

"Tapi ini' kan tugas kamu sebagai bendahara OSIS. Aku sekretaris."

"Ya itu karena lo kemarin gak masuk. Mau gak? Kalo gak mau, gue gak mau ngasih bekel lo ini ke Bara."

Ara mau tidak mau mengangguk. "Ya udah, aku mau."

°°°°

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang