15

699 66 4
                                    



    Aku menatap mata birunya yang semakin membesar lalu memalingkan muka sedikit bingung. Berpikir secara acak kalau ini cuma sebuah mimpi.

   "Ah." Mencoba menampar pipiku, sakit. Harry masih menatapku, kali ini tatapannya agak cemas.

   "H-Harry.."
"Kau tahu kan aku baru saja melupakan Ma—"

   "Yeah. Aku hanya ingin mengungkapkan kepadamu saja." Tatapanku agak lega mendengarnya tetapi masih sedikit shock karena tidak berpikir sejauh ini bahwa Harry menyukaiku.

   "Kau tahu? Sudah dari lama sebenarnya aku ingin mengungkapkan ini tetapi tidak ada waktu yang tepat. Saat itu aku sudah ingin memberitahumu, tetapi aku melihat kau bersama Malfoy di aula. Jadi kuurungkan niatku untuk memberitahumu." Ia menunduk memainkan kuku jarinya.

    "Maaf Harry." Ujarku merasa tidak enak.

   "Tapi tolong beri waktu Y/n.." Ia menatapku kembali. Aku semakin merasa iba kepadanya. Masih bingung ingin menceritakan kepada Harry yang sebenarnya seperti apa. Aku membalas tatapannya. Tidak pernah kulihat Harry sememohon ini kepada orang.

   Aku menggigit bawah bibirku, mencoba mempertimbangkannya. "Tidak Harry—" Ia terlihat kaget mendengar jawabanku. Tapi tidak mungkin aku memberinya waktu. Seberapa lamapun waktu yang ia minta aku masih menjadi milik Malfoy.

   "Maksudku, Masih banyak wanita lain disini. Bahkan lebih hebat dariku. Aku—Merasa tidak pantas saja untukmu.."

   "Yeah tetapi tidak ada yang seperti kau.." Jawabnya.

   "Pasti ada.." Aku memegang kedua tangan Harry dan mengelusnya. "Maafkan aku, sungguh.." Air mataku mulai menetes. Aku sangat merasa bersalah kepada Harry. Berbohong kepadanya adalah hal yang tidak ingin kulakukan sebenarnya.

   Harry memelukku, "Tidak apa.." ia mengelus rambutku. Lalu mendudukkanku dikursi. "Setidaknya kita masih bisa menjadi teman." Katanya. "Aku tahu kau akan menjauhiku setelah ini.." Aku menggeleng cepat dan mengusap air mataku. "Sama sekali tidak. Justru aku berterimakasih karena kau sudah menyukaiku." Kataku dengan isak air mata.

Harry membelakangiku dan mengusap air matanya juga. Matanya memerah, sepertinya ia sedang membendung air matanya berusaha tegar. "Kumohon kau jangan marah padaku, Harry." Ia menatapku dengan kacamatanya yang berembun.

Ia menggeleng ragu, "Tidak.." sambil mengusapkan kacamata bulat ke jubahnya. "Bukannya aku ingin mengecewakanmu.." Harry mengangguk mengerti.

"Sudah malam. Ini jam patroli Filch dan Mrs. Norris. Ayo balik." Ia menarik tanganku tanpa menatap. Aku hanya mengikutinya dengan menunduk masih merasa bersalah.


"Harry! Y/n!" Teriak Mione yang sedang membelai bulu Crookshanks dan Ron yang sedang duduk di sofa dekat perapian sambil marah marah kepada Pig karena beruhu uhu ria memutari kepalanya. Mereka sepertinya mencemaskan kami dari tadi. "Lama sekali. Darimana saja?"

"Oh, Kalian menangis?" Tanya Mione khawatir. Aku dan Harry saling pandang. "Ya. Kami tidak sengaja membaca buku yang sedih tadi." Ujar Harry.

"Aku baru tahu Harry kalau kau bisa menangis." Timpal Ron

"Y/n! Kau dapat surat dari—" Mione melihat Harry dan berusaha menutup mulutnya dan balik menatapku. "Seseorang.." Lanjutnya.

"Rahasia sekali ya sampai kami tidak boleh mengetahuinya?" Tanya Ron

"Mungkin agak sedikit rahasia sih karena disuratnya tertera tulisan 'Hanya Y/n yang boleh membukanya' " Tambah Mione melihat ke Ron dan Harry yang sedikit agak curiga.

"Mungkin orangtuaku."

"Fred dan George memberiku ini." Ron mengangkat sebuah botol kecil berwarna pink dengan bertuliskan love potion. "Ia baru saja menjual secara diam diam tanpa ketahuan professor dua hari lalu."

"Katanya sih bisa memikat hati wanita yang kita suka.." Lalu ia melirik Mione sedikit dan memalingkan pandangannya ke Crookshanks. "Tapi aku sedikit tidak yakin karena kemarin aku diberi mereka permen keberuntungan dan saat memakannya aku tiba tiba jatuh dan tertimpa setumpuk buku."  "Pantas saja banyak anak perempuan menghampirinya. Kukira mereka sudah punya banyak fans." Kata Mione mencela.

"Aku kurang setuju mereka menjual love potion itu." Ujar salah satu anak perempuan berambut merah. "Ginny!"

Sudah lama sekali tidak melihatnya. Walaupun kami seasrama tetapi ia satu tingkat dibawah kami dan tentu saja dia jarang bersama anak kelas atas kecuali kakaknya. "Sepanjang hari teman temanku hanya menceritakan barang aneh yang dijual si tolol itu untuk cowo kesukaannya."

"Aku tahu kau memakai ini untuk membuat Dean Thomas jatuh hati padamu."

"Orang bodoh! Tentu saja tidak!" Ia mulai memukul Ron dengan tangannya. "Aku hanya bercanda.." Ron melindungi dirinya menggunakan bantal. Kami tertawa riang, kecuali Harry. Ia masih terlihat murung seperti tadi.

Aku mendekatinya, "Mau susu hangat, Harry?" Tanyaku. "Tidak.."

"Kau tidak perlu bersikap baik hanya karena merasa bersalah kepadaku.."

"Aku—Aku tidak apa.." Jawabnya. Hatiku mencelos mendengarnya. Aku melakukan kesalahan besar kepada Harry.

Sepanjang Ron dan Mione cerita aku melamun memikirkan kalimat Harry yang terlontar untukku. Sementara Harry hanya mendengarkannya kadang tertawa hambar. Setiap melirik Harry wajahnya tidak jauh dari awal Malfoy bertengkar denganku.

"Hey!" Hermione menepuk tangannya dihadapanku. "Kau tidak apa apa kan?"

"Oh ya! Tentu saja. Aku sepertinya sedikit mengantuk karena menangis. Aku ke kamar duluan Mione."

"Selamat malam Mione, Ron—Harry" Mereka membalasku kecuali Harry. Ia hanya mengangguk.

Aku menghampiri surat yang ada diatas ranjangku dan ada bunga yang sepertinya dipetik dari kebun Hagrid. "Hanya Y/n yang boleh membukanya?" Gumamku. Surat dari siapa ini? Aku membolak balikkan surat itu dan tertulis. "Malfoy."

Aku cepat cepat membukanya. Tidak seperti surat biasanya ia memberi tali sangat banyak disuratnya. Sudah pasti ini kerjaan Crabbe dan Goyle.

Anak Kecil..
Kita sudah jarang bertemu
Kau tidak kenapa kenapa kan?
Atau kau melihat Si Parkinson itu bersamaku?
Kau marah denganku? Atau apa?
Bisa kita bertemu besok? Di aula oke?

Aku membaca menggunakan nada bicaranya. Menurutku juga aku dan Malfoy sudah jarang bertemu hari hari ini. Mungkin aku bisa menceritakan soal Harry kepadanya nanti.

Mione datang dan aku langsung meremas suratku. "Tidak usah begitu aku sudah tahu dari siapa." Katanya. "Kau tahu apa saja ya."

"Kau dengan Ron bagaimana?"
"Tidak ada kemajuan. Dia tidak mengerti sama sekali. Padahal aku sudah katakan bahwa aku sedang suka dengan seseorang. Bisa bisanya ia tanya siapa. Memangnya siapa anak laki laki yang dekat denganku kecuali dia dan Harry." Protesnya dengan wajah sebal. Mendengar nama Harry aku jadi ingin bercerita tentang tadi kepada Mione.

"Mione?" Ia mengangkat kepalanya memandangku.

"S-Sebenarnya aku dan Harry bukan menangis karena membaca buku." Kataku agak lesu. Ia mulai mendekatiku.

"Apa kau ada masalah dengannya Y/n?"

"Aku tidak tahu.."

   "Ceritakan padaku."

 

want you (draco x reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang