"Harry menyukaiku."
Hermione membelalak tak percaya. "Tidak mungkin. Kau tahu? Dia orang yang tidak gampang menyukai orang lain. Pasti kau mengasal ceritamu kan?""Seandainya aku mengasal memang untuk apa." Ia terdiam. "Lalu bagaimana?"
"Ia hanya mengaku saja.."
"Tapi ia juga memintaku waktu. Pasti kau tahu keputusanku kan Mione. Aku sedang berhubungan dengan Malfoy.." Kataku sambil menggigit kuku."Ya aku sudah tahu kau akan menolaknya. Tapi aku tidak berharap kau akan menolaknya." Ujarnya.
"Justru aku berharap kau bisa bersama Harry."
"A-Aku juga ingin jujur kepadamu.."
"Kau tahu kan Harry lebih nyaman bercerita denganku tapi dia lebih suka berteman dengan Ron. Maksudku, kita langsung keintinya saja. Ia mengaku padaku pernah suka pada perempuan. Pintar, cantik, hebat, dan pemalas. Tidak pernah terbesit olehku kalau yang dia maksud itu kau. Kurasa ia menceritakanmu 10x setiap kali bercerita." Ujarnya menunduk sambil memeluk selimut merah mudanya. "Jujur saja aku sangat mendukungnya saat itu agar bisa bersama perempuan yang ia ceritakan sebelum aku tahu kalau itu kau."
"Aku bingung harus memihak padamu atau Harry.." Wajahku berubah 180° dengan mulut terbuka tidak percaya. "Masih dibawah?" Tanyaku mengintip dari atas ke lantai bawah. "Siapa?"
"Harry.."
"Yeah kurasa.." Aku langsung turun menemui Harry dengan mata yang merah.
Ia bersama Dean dan Seamus. Aku menghampirinya tergesa gesa sambil menyeka air mataku. "Aku mau kita bicara." Lalu melihat Dean dan Seamus dengan harapan mereka akan pergi. "Kurasa kita mengantuk.." Ujar Dean melihat Seamus. "Aku tida—"
"Kakiku!" Seamus berteriak. Dean menginjak kakinya. "Y-Ya! Kami pergi dulu." Mereka lari menaiki tangga. Sekarang hanya ada aku dan Harry. Ia menatap perapian sambil membawa cokelat panas.
"Aku tahu semuanya.." Ujarku gemetar.
"Mione menceritakannya padaku." Ia menoleh kearahku melihat mataku yang sedang bersimbah tangisan. "I-Itu sama sekali bukan kau. Hanya perempuan lain." Balasnya gugup. "Ayolah berkata jujur kepadaku Harry.." Tangisanku makin keras dan Mione datang menghampiriku lalu mengelus pundakku. "Ya Harry..""Baiklah itu kau!" Mukanya merah dan gelasnya kini ia letakkan di meja keras sekali. "Aku tau kau seperti ini karena perbuatanku tadi. A-Aku ingin menjelaskan semuanya kepadamu!" Teriakku. "Jangan Y/n!" Bisik Mione. "Tidak. Kau sebaiknya balik saja" Kataku. Mione naik dengan wajah khawatir berhenti sebentar melihat kami berdua.
Aku berusaha mengontrol emosiku. "Ada alasannya aku seperti itu, Harry.." Ia menunjukkan wajah seperti orang tidak mendengarkan. "A-Aku masih bersama Malfoy.." Ia melihatku dengan mata tak percaya. "Kalau itu alasanmu aku sama sekali tidak percaya Y/n."
Aku mengampirinya "Ini buktinya." Memberikan surat yang tadi diberikan Malfoy. Ia membacanya geli. "Oh sudah dekat lagi rupanya." Nadanya agak kesal lalu melempar surat Malfoy. Aku ingin membuka mulut tetapi Harry langsung melanjutkan kata katanya. "Ini resiko yang besar Y/n. Dia anak pelahap maut kau tahu!" Bentaknya kali ini dengan mata agak memelas. Aku menunduk.
Menghela napas panjang. "Aku tidak percaya kalau orangtuanya pelahap maut. D-Dia anak yang baik. Tidak mungkin ka—"
"Kau tidak tahu apa apa soal keluarganya! Aku sangat yakin kalau keluarganya adalah pelahap maut. Kau ingin bertaruh?" Aku menggigit bawah bibirku berusaha untuk menahan tangisan.
"Y-Ya. Buktikan kalau begitu!" Aku tidak sadar ada air mata yang mengalir dipipiku. Aku membelakangi Harry. "Aku harus kekamar." Kataku dengan nada bergetar lalu meninggalkannya.
Aku menaiki tangga dengan perasaan campur aduk. Hermione sedang menungguku disana. Langsung cepat cepat kuusap air mataku dengan piama. Dia tidak menanyakan apapun kepadaku. Sepertinya sudah tahu kalau aku tidak ingin diganggu.
Esoknya kami pelajaran Professor Mcgonnagall, Transfigurasi. Bersama anak slytherin tentunya. Mataku jadi bengkak hari ini karena terlalu banyak menangis. Harry tidak banyak omong seperti biasanya dan tentu saja tidak bicara denganku sama sekali. Ron dan Mione tahu kami sedang ada masalah.Malfoy sepertinya juga tahu aku menangis tadi malam saat melihat mataku. Aku sengaja tidak melihat Malfoy sama sekali sejak tadi pagi.
Kami semua menyelesaikan kelas transfigurasi dengan buruk, kecuali Mione. "Lihat! Aku tadi berhasil membuatnya menjadi seekor katak!" Katanya senang. "Pandai sekali." Puji Ron yang terkesan lebih mengejek ditambah dengan wajah masam.
Mereka memutuskan untuk ke Rumah Hagrid sementara aku berpencar ke aula. Sudah pasti Malfoy akan menanyakanku tentang tadi. Udara di aula dingin sekali sampai Trevor sedikit membeku ditangan Neville.
Malfoy menggunakan baju serba hitam duduk merenung di kursi paling pojok. Padahal koloninya sedang bercanda dengan kata kata "Potty." andalan mereka. Aku menghampirinya.
"Kau mengajak temanmu?" Kataku agak risih. "Pergilah!" Malfoy memerintahkan mereka. Ia yang tadinya terlihat dingin langsung memelukku erat sekali.
"Kau selalu menjauh dariku.." Ujarnya dengan nada manja. "Parkinson mengikutiku terus anak kecil.."
"Aku sudah mengusir—"
"Aku tidak marah denganmu, Malfoy..""Hanya ada beberapa masalah.." Kataku lembut membelai rambutnya. Ia mendongak menatapku seperti bayi. "Masalah apa?"
"Tentang Harry.."
Mendengar nama Harry ia langsung duduk dengan muka serius. "Kenapa dia? Apa mengganggumu?" Tanyanya khawatir mengecek tanganku.Aku menceritakan semua kejadian itu kepada Malfoy. Mukanya sangat marah saat tahu kalau Harry menyukaiku tapi kurasa ia tidak menanggapinya dengan serius. "Tentu saja kau akan memilihku! Kau punyaku. Tidak boleh ada yang mengambilnya dariku." Ujarnya marah tapi terlihat menggemaskan. "Aku kasihan dengannya.."
Ia memelototiku, "Kau menerimanya?"
"Tidak. Hanya kasihan saja." Ia melirikku dan melihat anak anak lain dari ravenclaw. "Sepertinya mereka sedang membicarakan kita." Bisiknya. "Biarkan saja.""Kenapa?" Teriaknya ke arah anak perempuan itu. Mereka menatap sinis ke Malfoy lalu pergi. Aku juga melihat ada Cho Chang juga disana.
Ia menatapku yang masih sedih. "Sekarang bukan waktunya untuk bersedih anak kecil." Ia mengacak rambutku dan mendekatiku. "Kurang dua hari lagi kita libur akhir pekan. Rumahku sangat membosankan. Hanya ada peri rumah sialan dan tamu dari kementrian." Keluhnya.
"Aku akan mengirimkanmu surat setiap hari." Ujarnya. "Tidak perlu. Burung hantumu akan kelelahan." Kataku. "Burung hantuku ada banyak. Akan aku suruh mereka terbang bergilir."
"Kurasa kita harus agak sedikit romantis.." Ucapnya ragu. "Romantis bagaimana?"
Lalu ia mendekatiku dan wajahnya maju kearahku memegang bibirku. Aku mundur kaget. "Aku
belum—"Ia menghela napas panjang. "Baiklah." Wajahnya balik seperti saat aku melihatnya duduk dipojok aula. Aku mendekatinya lalu memeluknya dari belakang. "Seperti ini saja ya?"
Ia mulai menghadap kepadaku dan memeluk pinggangku dengan posisi duduk sementara aku berdiri. "lima menit anak kecil." Aku mulai memainkan rambutnya.
"Aku sangat bahagia bersamamu. Tidak tahu kenapa." Ujarnya kembali. Aku duduk disebelahnya. "Aku juga tidak tahu kenapa bisa menyukai orang sepertimu."
"Kukira kau akan memusuhiku saat aku mendekatimu." Lalu tersenyum. "Sejak awal bertemu kau itu berbeda.." Aku tersenyum lemah tidak seceria yang biasanya karena terlalu lelah semalam menangis.
"Aku mau menemui Potter." Ujarnya menatap mataku. "Untuk apa?"
"Setelah kau ceritakan tentangnya tadi aku jadi tahu siapa yang membuatmu menangis sampai matamu bengkak seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
want you (draco x reader)
عاطفية"Kupikir kau wanita yang berbeda. Kau wanita yang kucari selama ini. Izinkan aku masuk kedalam hidupmu y/n. Melewati semuanya bersamamu, untuk selamanya." Tahun ketiga dari film, Meminjam tokoh dari novel Harry Potter, J.K Rowling.