Tiga Sembilan

17 9 5
                                    


_______

"Gue ngak pernah benci lo! Gue tolong lo karena lo teman gue bukan musuh gue."

-Elvira Marthin Siyah-

💐💐💐💐


"Bunda," gumam El. Ia tidak percaya di depannya sekarang adalah orang tuannya yang sudah sebelas tahun ia tidak melihatnya. Sedangkan Adre yang ada di samping El  mengerutkan keningnya.

"Bunda? iya itu mami Adre, di sebelahnya itu papi Adre kak," jelas Adre sambil menggaruk belakang lehernya. El tidak membalas ucapan Adre namun El langsung memeluk Adre di sampingnya. Adre yang mendapat pelukan itu heran. Kenapa El tiba-tiba memeluknya. Adre bisa merasakan getaran bahu El yang menandakan dia sedang menangis.

"Kak El kenapa?" tanya Adre yang melerai pelukannya.

"Lo A-adit kan?" tanya El gemetar dengan mengusap muka Adre.

"Ha? Eh .. Iya kak, nama gue kan Handre Aditya. Kakak kenapa sih?" balas Adre yang semakin bingung.

"Ini kakak Dit, ini kak Vira," lirih El sambil memeluk Adre lagi. Lidah Adre keluh tak bisa berkata apa-apa. Ia bahagia telah ketemu kakaknya. Ini yang Adre rindukan pelukan kakaknya yang sudah lama tak ia rasakan.

"Adre rindu kakak," balas Adre yang memeluk erat tubuh El. Satu hal yang Adre sadar saat ini, ia tidak menyukai El namun hanya kenyaman dan kerinduan yang ia dapat ketika melihat El. Sedangkan El juga sudah sadar mengapa ia nyaman sama dengan Adre, mengapa ketika dia bersama Adre dia menemukan rindu yang lama.

Pelukan mereka menjadi saksi sepasang suami istri yang masih berada di ambang pintu. Raga yang diam, serta rasa bersalah di masa lalu menggores hatinnya.

Dharman maju mendekati El yang masih di dekapan Adre. Disisi lain Luna masih diam dengan tangisnya. Kakinya terasa beku belum bisa melangkah ke arah El.

"Kamu Vira anak Ayah kan?" Ucapan itu membuat pelukan Adre dan El lepas. El masih diam di hadapan Dharma. Jujur kecewa dan benci bercampur aduk didalam hatinya. Ia senang bisa melihat orang tua kandungnya. Disisi lain ia benci karena telah di buang begitu saja.

"Iya Pi, ini kak Vira," ucap Adre dengan senyum bahagianya di sela tangisan yang sudah ia hapus. Tanpa membuang waktu Dharma memeluk tubuh El sedangkan El masih diam dan tidak membalas pelukan Ayahnya. Luna juga hendak maju untuk memeluk El.

"STOP!!" ucap El melerai pelukannya dengan Dharma. Luna yang beberapa langkah lagi sampai di dekat El berhenti. Adre yang melihatnya diam, jujur ia belum tau sebenarnya alasan disaat dia berpisah dengan kakaknya.

"Vira ini Bunda, kamu tidak ingin peluk Bunda?" Luna meneteskan air matanya, ia masih tidak percaya didepannya adalah anak yang telah lama tak ia ketemui.

"Bunda? Bunda macam apa yang tega meninggalkan anaknya  yang ber umur 5 tahun sendirian di taman!!! Anak kecil yang belum tau apa-apa lalu menjadi pelampiasan orang tuanya!! " lirih El menghapus air matanya dengan kasar. Jujur saja El juga ingin memeluk bunda nya namun rasa benci telah menguasainya.

"Maafkan Bunda. Bunda punya alasan semu___"

"Alasan apa? Alasan apa yang akan anda buat lagi! Saya rasa ini sudah jelas. Saya hanya anak yang tidak pernah di harapkan hadirnya oleh orang tuanya sendiri. Benarkan?" potong El cepat di sela tangisnya. Ini sangat menyakiti El.

"Bunda bisa jelasin. Ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Bunda tidak bermaksud meninggalkan kamu di taman sendirian. Bunda tidak ada pilihan!" Dharma menatap Luna.

What If i Told That ILY (TAMAT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang