15. TANPA JEDA 🔥

21 11 28
                                    

TERBUNGKAM TANPA JEDA. Mungkin itulah tiga kata yang mendeskripsikan Erik dan Tiara sekaligus. Bulan memandang mereka bergantian tanpa rasa takut sedikit pun, malah mendongak. “Kalian sadar nggak, sih, lagi bicara sama siapa?”

Erik menggeremetakan gigi. Tidak terima dengan ucapan Bulan yang sangat menyinggung dirinya.

Bulan yang melihat lelaki itu sudah sedikit terpancing malah tertawa terbahak-bahak. Lalu menunjuk dirinya sendiri tanpa ragu. “Lo, tuh, harusnya sadar. Gue ini Ratu Penguasa, Rembulan Ayodhya Willafera! Sedangkan kalian? Apa? Kalian, tuh, apa? Kalian cuma sampah nggak berguna di mata gue!”

Tiara memelototi Bulan sampai kedua bola amtanya hampir copot. Ucapan Bulan bagai korek api yang dilempar setelah menyiramkan minyak tanah. Membakar seluruh relung jiwa gadis itu tanpa sedikit pun ampun. Gadis yang sudah terkobar api emosi lantas menarik kerah Bulan. Berteriak di depan wajahnya. “Sombong banget, sih, lo! Emang apa kehebatan lo?”

Bulan mengempas tangan Tiara dengan kasar bagai melempar barang tak berguna. “Jangan sentuh gue sama tangan menjijikkan lo, Ti. Gue nggak mempermasalahin lo semua mau ganggu Langit, gue nggak ada di pihak mana pun. Kalian itu temen kelas gue, tapi kalo lo pada mulai kurang ajar ... gue anggep lo semua musuh! Kalian tau, kan, apa yang bakal dilakuin Ratu Penguasa Bulan sama musuh-musuhnya?” Gadis itu menundukkan kepala seakan mempertajam mata elangnya. Membunuh kedua makhluk di depannya tanpa pisau. Menciutkan mental dan akal sehat tanpa menyentuh. Inilah Bulan, sang penguasa mengerikan yang tak ada ragu-ragunya untuk menggenjot dan membabat habis siapa pun yang berani mengusiknya.

“Sekali lagi lo semua berani kurang ajar sama gue, gue jamin hidup lo semua nggak bakal tentram di sekolah ini!”

Glek!

Erik dan Tiara meneguk saliva bersamaan. Kerongkongan itu terasa gatal entah oleh apa, tiba-tiba dalam kepala mereka berseliweran kasus-kasus yang menimpa murid-murid yang dianggap mencari masalah oleh Bulan. Teman Bulan di mana-mana, kekuasaan dan kejayaan yang dimilikinyalah yang menjadikannya sebagai penguasa. Seluruh murid tunduk padanya, karena ayah Bulan seorang kepala yayasan serta Bulan yang selalu meneraktir teman sekelas.

Kehilangan satu-dua amoeba kecil bukan berarti akan meruntuhkan kerajaannya, bukan?

“Kalo gitu, jawab! Sebenernya hubungan lo sama Langit itu sekarang apa?” tanya Tiara masih gentar. Tidak mau kelihatan takut atau lemah sedikit pun meski buku-buku jarinya sudah membiru, pucat karena berhadapan dengan Sang Penguasa.

Bulan menoleh ke arahnya membuat Tiara semakin bergidik ngeri. Gadis berponi lurus itu mirip seperti hantu-hantu Jepang, dengan kulit putih bersih yang sedikit pucat dengan sedikit polesan make up tipis super natural. Segera menjawab pertanyaan sang amoeba kecil. “Nggak ada hubungan apa-apa, karena dia miskin tapi pinter makanya gue mau memanfaatin dia. Suruh dia ngerjain semua tugas sekolah gue sehingga hidup gue bebas.”

Erik mengerutkan dahi. Perilaku itu sungguh tidak bisa dibenarkan! Penjokian tugas? Jelas-jelas itu merupakan perilaku tidak benar serta apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan! Bagaimana bisa seorang penguasa menggunakan cara licik seperti itu? pastilah guru-guru akan menyadari bentuk tulisan Langit dan Bulan itu berbeda, kan?

“Apa? Lo kepikiran kenapa gue bisa lolos dari pengawasan guru-guru?”

Ketahuan dengan cepet! batin Erik menangis seketika.

“Makanya, jadi orang males itu yang cerdas! Gue suruhlah si Langit buat pelajarin gaya tulisan gue gimana pun caranya. Mau dia latihan seratus kali biar mirip kek, gue nggak peduli. Cuma dengan bayarin seluruh uang kas dia aja, gue bisa dapet fasilitas sebanyak itu. Hebat, kan, gue?” Pertanyaan yang diajukan Bulan berbentuk retoris yang sebenarnya tidak dibutuhkan untuk dijawab, karena hanya berisikan kebanggaan diri yang berlebihan. Setelahnya Bulan kembali tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya geli. Menunjuk satu per satu orang di depannya. “Daripada kalian? Hahaha. Bego! Ngapain cari-cari masalah musuhin orang kek Langit yang jelas-jelas bisa dijadiin babu? Hahaha! Goblok! Punya temen pinter tapi miskin, yah manfaatin lah!”

Dalam hal memanipulasi orang, Bulan jagonya. Dalam hal menjatuhkan mental seseorang, Bulan ahlinya. Serta dalam hal membungkam seseorang hingga tak berkutik, sudah jelas Bulan sang penguasa yang paling mampu melakukannya.

Kenyataannya, kehidupan itu memang keras. Bila tidak punya kemampuan, maka harus memiliki lebih banyak keberanian untuk mendominasi. Karena jika hanya terus mendahulukan rasa takut saja, maka akan berakhir diterkam habis-habisan. Kesempatan mereka sama, sama-sama memulai sekolah dari kelas 10. Namun mengapa bisa citra Bulan lebih disegani? Jawabannya adalah karena Bulan bukanlah gadis yang pintar, tidak memiliki kemampuan dan keinginan belajar tetapi dikaruniai kemampuan menundukkan semua orang dengan harta dan cara bicaranya yang mengerikan.

Bagaimana dengan kalian? Apakah ingin terus hidup begitu-begitu saja? Dihadang keras oleh ketidak percayaan diri dan terus menjadi yang terbelakang dibanding orang lain, hm? Mau sampai kapan menjadi penonton? Pilihlah role model di antara mereka; berkuasa seperti Bulan, pintar seperti Langit, atau hanya mampu main tangan saja seperti Erik. Tentukan hidupmu sekarang juga!

***

Kepala Langit berdenyut. Dihadapkan pada puluhan soal di depannya bukanlah hal yang baik. Bagaimana bisa dirinya terus-menerus harus menjadi budak suruhan Bulan untuk mengerjakan semua tugas berbahaya ini?

Bulan benar-benar membunuhnya dua kali. Selain hanya mengerjakan tugasnya, gaya tulisan Langit harus dibuat semirip mungkin agar tidak mencurigakan di mata guru. Tentu saja itu bukan hal yang mudah. Tangan Langit meraih secangkir kopi sebagai teman begadang mengerjakan tugas yang disediakannya di samping meja belajar. Saat ini, Langit sedang bertarung hebat dalam kamarnya yang sempit dengan penerangan yang seadanya. Dalam bayangannya, apa pun yang terjadi tugas ini harus selesai malam ini juga.

Langit tidak begitu pusing memikirkan tugas miliknya karena para guru selalu memberi pemuda itu keringanan, boleh mengerjakan boleh tidak karena bagaimana pun nilai ujian Langit selalu menembus 90 sampai 100. Di mata teman-temannya, Langit seperti sampah tak berguna karena bau, lusuh, dan kotor tetapi bagi guru-guru Langit ialah cahaya yang menerangi kelas 12-IPS-D karena tidak ada lagi murid sepandai dirinya.

Nahasnya, ketika baru saja meraih cangkir kopi tersebut dan berniat menyeruputnya, tangan miliknya goyang karena sudah merasakan kantuk luar biasa hebat. Menimbulkan suara semburan dan membasahi buku tugas milik Bulan yang baru setengah dikerjakannya.

Kedua netra Langit membulat sempurna. Rasa kantuk itu hilang total bergantikan dengan keringat dingin yang menetes. Meski mengerjap berkali-kali, pemandangan di hadapannya tetap saja. Buku tugas yang tadinya putih menjadi hitam legam dan sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Dada Langit berdebar kencang. Bukan hanya karena dia harus mengulang tugas milik Bulan, lebih dari itu ... Langit juga harus mengganti bibirnya. Pemuda itu menggigit bibir rapat-rapat, memegangi kepalanya dengan wajah yang sedikit stres.

“G ... gimana, nih?” Monolognya bertanya-tanya sendirian. Ketakutan mulai menyelimuti hatinya. Apa yang akan terjadi esok hari ketika Bulan mengetahui kejadian ini? Hidup Langit dalam bencana!


A/N :
Pagii ^^ Wah akhirnya aku up pagi ya hehe. Semoga kalian suka cerita ini, ngga nyangka udah mau tahun baru ^^ 🥺
Happy New Year bagi semua pembaca 🥺
Up lagi tgl 2 Jan yaa ^^
Thanks udah mengikuti LGBT sejauh ini^^
Mau dong minta kesan pesannya?😂

Posted on Dec 30th, 2020.
<last on 2020>

LGBT : Langit Gulita, Bulan TemaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang