18. API PASTI PADAM🔥

17 14 45
                                    

SETIAP API PASTILAH PADAM. Setiap hujan pastilah berhenti. Setiap badai pastilah berlalu. Semua orang tahu itu. Semua memahami itu. Namun ... mengapa sulit memahami bahwa setelah terjadi sesuatu, pastilah menghasilkan bekas. Setiap sebab berujung akibat.

Begitulah. Api yang padam, sudah membakar bangunan dan seisinya. Hujan yang berhenti, telah menimbulkan jalanan yang menjadi basah dan licin. Badai yang belalu, berakibat pada kerusakan di sekitarnya. Fenomena ini hampir mirip dengan gelas yang pecah, tidak akan utuh kembali. Termasuk mencintai orang yang salah, hal ini bisa berhenti bila sudah waktunya. Namun ... menyisakan sesak dan patah yang mendalam pada orang yang berani jatuh cinta.

Mengapa berat untuk menerima bahwa kehidupan sudah dirancang dan diatur sedemikian rupa?

Langit menghela napas dalam, kepalanya berputar-putar. Rasa sesal masih tersisa, seandainya saja semalam dia jauh lebih hati-hati pastilah Bulan tidak akan menjadi kecewa dan merontokkan banyak helai rambut lusuhnya. Seandainya saja Langit memegang dengan benar. Namun ... bukankah itu semua disebabkan Bulan yang terlalu kejam menyiksanya mengerjakan semua tugas hingga kelelahan?

Beginikah beratnya hidup sebagai seorang babu?

Hari ini Langit berusaha untuk tidur, tetapi tidak bisa. Bu Fera tengah menerangkan materi yang sudah dipelajari bahkan dikuasainya beberapa tempo hari yang lalu. Langit juga merupakan seorang murid spesial yang tidak wajib menyimak seluruh penjelasan guru yang sedang mengajar. Kehadiran Langit ke sekolah hanyalah untuk mengisi presensi serta tertidur pulas. Namun karena kejadian saat istirahat tadi, Langit terus kepikiran.

Memang dia sudah tidak jadi diberhentikan dari tugasnya sebagai babu Bulan, tetapi sekarang Bulan tidak mau membayarkan uang kasnya. Langit bukan seseorang yang materialistis, tetapi dapat membedakan mana itu cinta dan gaji. Ada rasa senang dan kalut bercampur menjadi satu. Ke mana dan bagaimana sekarang Langit akan membayar uang kas? Apalagi yang harus dilakukannya agar menghasilkan uang lebih banyak, selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan nenek dan juga membayar uang kas kelas yang memang cukup memberatkan, yakni Rp.10.000 per minggu? Mengapa teman sekelasnya biasa saja dengan peraturan seperti itu?

Mana yang kalian pilih; menjadi seseorang yang cerdas tapi kesulitan finansial seperti Langit atau teman-teman sekelasnya yang memiliki kemudahan dalam finansial tetapi malas belajar?

Kepala Langit berpikir keras. Pemuda itu meraih buku miliknya, lalu mencatat apa saja yang bisa dilakukan setidaknya bertahan selama sebulan ini. Hukuman yang diberikan Bulan adalah balasan atas kesalahan yang sudah diperbuatnya, sebagai lelaki yang jantan, Langit harus menerima ini dengan hati yang lapang.

Pemuda itu menuliskan sesuatu di bukunya.


10.000 x 4 : 40.000

Gimana cara ngasilin uang Rp.40.000 dengan cepet? Langit membatin lemas. Ingin sekali mengubah nasibnya menjadi seseorang yang sukses dan kaya raya untuk membahagiakan dirinya dan nenek, bisakah Langit mendapatkannya?

***

“Ini, dua tugas gue hari ini. Besok harus selesai,” ujar Bulan santai sambil menaruh seluruh tumpukan bukunya di atas meja Langit. Pemuda itu melirik sebentar, berpikir bisakah dia melakukan sedikit negosiasi.

“Umm ... tugasnya Bu Fera ini, kan, dikumpulnya minggu depan, ya? Bisa nggak kalo saya kerjain dua tugas ini dulu?” tawar Langit, mengharapkan kebaikan hati Bulan. Bulan tercenung sedetik, kenyataannya untuk mata pelajaran Bu Fera tidak terlalu diburu-buru waktu, sih.

Gadis itu menggedik bahu tidak peduli. “Terserah lo, tapi sebelum minggu depan harus udah kelar. Gue nggak mau tau!” tajamnya.

Langit tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pemuda itu tersenyum antusias. “Makasih, Bulan! Saya bakal selesaiin dengan cepet, kok!”

LGBT : Langit Gulita, Bulan TemaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang