7. Calon Adik Ipar 🐎💔🦋

550 112 10
                                    

Happy Reading ❤

🐎💔🦋

_Marposha_

Daniel terpingkal-pingkal melihat ekspresi Stella yang tengah mengerut wajahnya dengan kesal. Siapa suruh suudzon, ye kan?

"Kalau mau kasih jaket, kenapa gak ngomong aja dari tadi. Aku ki--"

"Lo kira gue psikopat yang doyan mutilasi orang?" potong Daniel cepat masih memegang perutnya dan mengusap air mata. "Aduh."

Stella mengerucut bibirnya sejenak. "Lucu banget ya? Kamu ... benar-benar nyebelin!"

Wanita itu bersidekap, menatap Daniel dari atas hingga bawah. "Lihat aja tampangmu itu, siapa coba yang gak akan salah paham. Udah pakai anting segala terus suka senyum miring kayak otaknya. Dasar."

Daniel berdecak tidak setuju. Kenapa wanita ini nilai seseorang dari luarnya saja?

"Sekarang rasanya aku jadi pengen mutilasi orang gara-gara kamu tau. Boleh gak kucongkel hatimu?" Stella masih asik nyerocos.

Daniel menaikkan alis, membuka lebar tangannya. "Silakan aja. Gue gak takut sakit, udah terbiasa."

"Ngomong doang. Tar nangis-nangis kalau aku mutilasi."

"Nguomoong duoang. Tar nuangis-nuangis kalau aku mutilasi." Daniel mengulangi perkataan Stella sambil meniru suara wanita itu secara melengking. "Padahal dirinya nggak ngaca, siapa coba tadi yang parnoan. Jadi orang jangan suudzon makanya." Daniel terkekeh membuat wajah Stella memerah. Maklum, Stella salah paham.

"Oh iya, anak lo butuh hati ya, Lak?"

"Kok tau?" tanya Stella kembali. Pasalnya hanya Amy dan Herry yang tahu soal ini.

"Iya. Segala urusan lo, gue akan ikut campur, karena lo calon adik ipar gue. Informasi bisa gue dapatkan dari mana aja."

"Tu--tunggu. Ca--calon adik ipar?"

"Kenapa? Lo kecewa? Apa lo maunya jadi cewek gue?" Pria itu tersenyum menggoda membuat Stella memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menetralkan degup jantung.

"Kak, bisa yang waras dikit gak?"

Daniel mengangguk cepat. Pria itu mengambil posisi duduk di sebelah Stella supaya wanita itu dapat menatapnya. "Gue tau Herry lagi incar lo. Cepat jadian ya. Adik gue udah gak muda lagi, 29 tahun. Mama pengen punya cucu." Daniel menepuk-nepuk bahu Stella dengan senyuman sumringah.

"Kenapa harus Herry? Kalau gitu kamu dulu dong, Kak. Kamu sebagai Kakak ya harus nikah dulu."

"Yang mau jadi cewek gue banyak. Wajah gue ganteng, gue tajir, gue keren, gu--AWW!" Daniel meringis, memegang jempol kakinya yang diinjak oleh Stella. Wanita itu kenapa tidak bisa lembut sedikit sih. Daniel tersenyum miring dibuatnya.

Stella meraih jaket putih pemberian Daniel cepat. Ogah mendengar Daniel menyombongkan diri. "Yaudah, makasih. Aku mau pulang. Semoga gak ketemu kamu lagi!" Stella beranjak berdiri, tapi langkahnya terhadang oleh Daniel.

"Jangan pergi dulu." Daniel menepuk sofa sebelahnya. "Gue perintah lo buat duduk kembali."

"Ini udah malam. A--"

"Siapa yang bilang sekarang masih pagi?" potong Daniel membuat Stella mendengkus.

"Kalau gak kasih aku pulang, terus mau ngapain di sini?" Stella menyapu seisi ruangan apartemen yang minimalis ini. Beberapa perabotan tertata rapi, benda-benda warna putih mendominasi. Tiba-tiba sebuah bingkai foto menarik perhatiannya.

Marila dan RiposhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang