10. Marposha dan Denish 🐎💔🦋

479 114 15
                                    

Happy Reading ❤

🐎💔🦋

_Marposha_

"Nah ... beres. Rambut kalian udah rapi." Stella merangkul kedua anaknya, tersenyum di depan kaca, menatap si kembar. "Oh iya, lupa pakaiin jepitan kecil supaya manis."

Marposha tersenyum simpul di depan kaca melihat rambutnya yang telah terkepang. Stella menjepit jepitan rambut berwarna toska di rambut Marila, sedangkan warna pink menjempit rambut Riposha. Mereka kini sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Mama ... Mama ...."

"Iya?"

"Rila cantik gak dikepang begini?" tanya Marila dengan senyuman mengembang.

"Cantik dong. Cantik bersinar seperti matahari," jawab Stella membuat anak itu bangga.

"Kalau Sasha ... kalau Sasha ...?" tanya Riposha enggan mau kalah.

"Sasha juga cantik, cantik bersinar seperti bintang." Stella terkekeh kecil, kembali merangkul Marposha. "Anakku mah dua-duanya cantik."

Betul, Cil. Anak kita gak hanya cantik, tapi manis sekali, batin Denish.

Sejak pagi tadi, arwahnya berdiri di belakang anak istrinya. Bibir Denish ikut melengkung melihat Stella yang tadi sedang mengepang rambut Marposha.

Pria itu mulai berandai, membayangkan jika dirinya masih hidup. Tentu sekarang dia tengah melingkar tubuh Stella, mengerecoki aktivitas istrinya yang tengah mengurus anak. Dan Stella pasti akan memarahinya untuk cepat pergi mandi, bersiap ke kantor.

Bayangan indah Denish mulai melambung jauh. Dia menerawang dengan tatapan yang dipenuhi adegan dirinya dengan Stella. Di ambang pintu, Stella tengah merapikan dasinya. Denish menggunakan kesempatan ini untuk mengecup kening Stella dengan nakal. Kecupan itu membuat wajah Stella merah merona. Lalu, Stella pasti akan berteriak, "Kakak!"

Bayangan itu berpindah, kini berlatarbelakang pantai. Denish dan Stella tengah lari mengejar Marposha, meninggalkan jejak kaki di pasir, menghirup aroma segar air laut. Gelak tawa memenuhi suasana. Ada kala mereka lelah untuk berlari. Denish dan Stella meneparkan diri ke atas empuknya pasir, mengawasi Marposha yang sedang asik membangun istana dengan pasir.

Denish mengulumkan senyuman. Adegan berpindah lagi ke masa-masa mereka sudah tua. Stella tengah mencabut uban putihnya. Marposha yang telah menikah pulang ke rumah. Rumah yang biasanya sepi tiba-tiba menjadi ramai, ada suara bayi-bayi yang tengah merengek. Marposha dan suami kewalahan menjaga anak mereka. Stella datang membantu, mengendong cucunya, sambil menenangkan. Sedangkan, Denish mengganti popok anaknya Riposha. Tiba-tiba bayi laki-laki itu pipis, pipisnya meluncur lurus ke wajah Denish. Gelak tawa menggelegar langsung terdengar, membuat tetangga iri para tetangga.

"Ayok sekolah!!" seru Sasha. Wajahnya berseri menunjukkan betapa semangatnya hari ini untuk memulai hari baru.

Denish tersontak akan suara Riposha. Imajinasinya buyar segera. Denish menghampiri Stella, lagi-lagi menyentuh kepala istrinya. Sayang ... tangannya lagi-lagi menembus, hanya udara yang dapat dia gapai.

Riposha yang dapat melihat Denish, air mukanya segera berubah sendu. "Pa ... aku lihat Papa, kasihan," lirihnya sambil menatap kaca, dimana Denish berdiri di belakang mereka dengan senyuman miris.

"Pa?" tanya Stella heran mengikuti Riposha menatap kaca. Tidak ada sesuatu yang aneh di sana. Jelas! Karena hanya Riposha yang dapat melihat Denish.

"Maaf, Papa kelupaan," ucap Denish sambil memukul tangannya sendiri. Berharap apa lagi dia? Berharap bisa sentuh istrinya? Mana bisa? Sadar Den, dunia kalian berbeda alam!

Marila dan RiposhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang