Selamat Membaca 🥕🥕🥕
“Perempuan seharusnya dilindungi, bukan malah disakiti.”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Starla mendesah berat. Satu telapak tangannya menyangga dagu, sedangkan matanya melirik Angkasa yang sedang khusyuk membaca buku. Hari ini jam kosong, sebab para guru tengah rapat dari mulainya jam pertama sampai jam istirahat selesai.
Biasanya, saat ada momen jamkos seperti ini Starla akan konser di kelas bersama teman-temannya atau main benteng di lapangan sekolah. Tapi Angkasa menghalangi semua rencana itu dengan mengiriminya pesan untuk segera datang ke perpustakaan.
“Eum ... ngerjainnya lanjut nanti aja, ya? Lagian juga sebentar lagi jam istirahat.” Starla mengetukkan jarinya di atas meja saat Angkasa tak kunjung membuka suara.
“Kerjain sekarang,” balas Angkasa tanpa mempedulikan bagaimana gadis di depannya mengerucutkan bibir dengan tatapan yang err ... bagaimana Angkasa menyebutnya ya? Semacam tatapan anak kucing atau apalah itu sebutannya.
“Ah, pelit!” gerutu Starla. Beberapa detik setelahnya ia berbinar, sebab bel istirahat berbunyi nyaring seperti yang ia harapkan.
Starla segera merapihkan lembaran soal beserta alat tulisnya, sementara Angkasa meletakkan buku yang tadi ia baca ke dalam rak seperti semula.
“Babay, Angkasa. Gue duluan.”
Starla berdiri dan hendak melangkahkan kaki ketika tiba-tiba lengannya ditahan dari belakang oleh Angkasa.
“Kenapa?” tanya Starla.
Angkasa tak langsung menjawab, melainkan memalingkan wajahnya sambil berdehem kikuk. Ini pertama kalinya ia melihat pemandangan seperti itu, dan Angkasa bingung bagaimana cara mengatakannya pada Starla.
Setelah berdehem, akhirnya Angkasa mengeluarkan suara. “Rok lo,” katanya.
“Rok gue kenapa?” tanya Starla mengerutkan keningnya heran.
“Angkasa, heloww??? Rok gue kenapa? Sobek? Kotor? Atau ... jangan-jangan belum disletingin, lo ngintip, ya?!” tuduh Starla.
“Ck! Rok lo berdarah!” balas Angkasa kesal. Bisa-bisanya gadis itu menuduhnya yang engga-engga. Ngintip katanya? Emang dia cowok apaan!
Setelah terdiam sejenak, Starla buru-buru mengecek ponselnya dan membuka kalender. Dalam beberapa detik, matanya berkaca-kaca. Starla berjongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Malu! Bisa-bisanya hal seperti ini terjadi dan disaksikan oleh orang lain. Mungkin akan biasa aja kalau yang melihatnya perempuan, tapi ini Angkasa. Apalagi kemarin cowok itu juga yang melihat tingkah memalukannya.
“Bodoh!” maki Angkasa.
“DIEM!” amuk Starla menatap Angkasa kesal.
Cowok itu hanya melirik sekilas dengan decakan malas. Baginya, Starla itu terlalu dramatis—suka melebih-lebihkan hal kecil yang sebenarnya tidak penting. Tak ubahnya seperti titik pusat dari segala hal-hal yang merepotkan.
Dan sekali lagi, Angkasa benci direpotkan.
“Huaaa! Terus ini gimana?” rengek Starla.
Menghela napas jengkel. Sebelum melangkahkan kakinya menjauh, Angkasa membuka jaket yang ia kenakan dan melemparnya ke arah Starla.
“Balikin besok!” titah Angkasa.
Starla terdiam sejenak. Setelah Angkasa hilang dari pandangannya, barulah ia berdiri dan mengikat jaket abu-abu itu ke pinggangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Angkasa! [COMPLETED]
Teen Fiction"GUE SUMPAHIN LO SUKA SAMA GUE!" "Mimpi." __________________________________ Angkasa cuek, Starla hiperaktif. Angkasa tenang, Starla heboh. Angkasa realistis, Starla dramatis. Angkasa benci direpotkan, Starla hobi merepotkan. Bagi Angkasa, hidupnya...