17 - HARAPAN

42.5K 4.4K 32
                                    

Vote di awal ⭐
Komen di akhir 💬

꧁ H a p p y R e a d i n g ꧂

“Perlakuannya sederhana, tapi selalu berhasil membuat jantung berdebar kencang.”

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Angkasa ...!"

"Berisik!"

Starla yang baru saja tiba di kelas Angkasa setelah berlarian di sepanjang koridor, sontak mencebik samar. Harusnya, Angkasa itu basa-basi dulu gitu saat lihat dia datang. Tapi jangankan basa-basi, nengok aja engga! Kan, ngeselin!

"Maaf, deh!" ujar Starla malas. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, tak ada siapapun di sini kecuali dirinya, dan Angkasa.

Gadis berkepang itu langsung menarik kursi di sebelah Angkasa dan mendudukinya. Dia mengulurkan tangannya, menyerahkan lembar jawaban.

"Nih, udah gue kerjain semua. Pasti bener semua! Jadi, mana bukunya?" tagih Starla.

"Belum." Angkasa berujar singkat, dan Starla yang tak mengerti arah pembicaraan itu hanya mengerutkan dahinya bingung.

"Belum apa?"

"Diperiksa."

Starla terdiam, kemudian manggut-manggut mengerti. "Paham, paham."

Kalau ngomong sama Angkasa itu harus sabar. Sabar saat dikacangin, sabar saat diketusin, dan sabar menanti kalimat lengkap nan jelas yang keluar dari mulut Angkasa. Intinya ... ngomong sama Angkasa itu selalu mutar otak.

"Yaudah, periksa aja sekarang," ujar Starla. Angkasa tak menjawabnya.

Setelah itu hening.

Tak ada percakapan diantara mereka. Hanya suara gesekan pena pada kertas, dan suara meja yang diketuk oleh jemari Starla. Kalau untuk Angkasa, keheningan adalah hal yang membuat nyaman. Tapi tidak dengan dirinya. Starla selalu tak suka keheningan. Sebab, di saat itu dia merasa sendiri, hampa, dan kesepian.

"Kelas lo kok sepi banget, sih?" Starla membuka pembicaraan. "Kelas gue mah mau free class kek, istirahat kek, rame terus!" adunya.

"Angkasa ... kok, lo gak duduk di depan? Lo, kan, pinter."

"Hubungannya?"

Starla bersorak riang dalam hati. Akhirnya, cowok itu mau membuka suaranya.

"Iya, biasanya, kan, anak pinter duduknya di depan." Starla menopang dagunya di atas meja, memperhatikan setiap inci wajah Angkasa yang tengah fokus mengoreksi jawabannya. Rambut legam, alis tebal, tatapan tegas, hidung mancung, dan rahang tegas. Cowok itu selalu membuat para perempuan meleleh hanya dengan tatapannya yang tajam. Ya ... begitulah. Angkasa dan segala pesonanya.

"Jadi, lo kategori bodoh?"

"Apa?!"

"Duduk di belakang."

"Kata siapa gue duduk di belakang?"

Angkasa tak menjawab, dan Starla jadi melayangkan pikirannya, mengingat-ingat bagaimana bisa Angkasa mengetahui letak duduknya di kelas. Atau jangan-jangan ... cowok itu diam-diam memperhatikannya, ya?!

Ah, tapi gak mungkin. Mustahil.

"Angkasa, kelas lo kalo gak ada guru berisik, gak?" tanya Starla, berusaha untuk membuka topik.

"Hn," jawab Angkasa.

"Kal--"

"Angkasa, hai. Lagi sibuk, ya?"

Hai, Angkasa! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang