19 : End

350 17 0
                                    

"NGAPAIN LO KESINI?" Teriak Devan.

"Bang gua balik dulu yah." Ucapku segera membalikan badan.

"Eittttss" teriakan Ali sambil menangkap tanganku. "Kok balik, blom juga masuk, duduk dulu sini!"

Aku yang kikuk tidak punya pilihan lain, Dahlia kebingungan dan membuntutiku melangkah menuju kursi studio. Devan menatapku tajam seakan bingung dengan kehadiranku dan Dahlia.

"Bang kenalin ini Dahlia temen kerja gua, Dahlia ini Bang Ali." Ucapku membuka pembicaraan. Mereka berjabat tangan sambil mencuri pandang. Sedangkan aku yang masih deg-degan takut kehadiranku mengganggu Devan.

"kalian abis dari mana?" Tanya Ali sambil mengambil sebatang rokok dan menyalakan ujungnya.

"Abis dari MBG, nonton." Jawabku. Aku menaruh tas kecilku diatas meja.

"Nonton apa?" Tanya Ali lagi.

"Nonton lampir pacaran sama bule." Dengan gamblangnya Dahlia bicara. Aku tak tau sejak kapan Dahlia menjadi julid. Aku menginjak kaki Dahlia merusaha membuat kode agar Dahlia menghentikan ucapan bodohnya itu. Ali tertawa menganggap Dahlia sedaang bercanda. Tetapi, Devan mungkin mengetahui maksud dari Dahlia.

"Minum apa nih Rin, ga ada Sangria disini" Ucap Ali. Mata Devan langsung melirik seakan kaget Ali mengetahui Arin suka Sangria.

"Lu kok tau Bang?" Tanya Devan spontan. Dia terlihat lucu saat wajahnya polos menanyakan hal itu. Aku tersenyum melihatnya yang masih memperhatikanku.

"Tadi kan gua udah cerita" Jawab Ali.

"Tapi lu gak cerita dia minum Bang" Jawab Devan kesal. Dahlia kebingungan tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku memilih diam memperhatikan alih-alih menjawab pertanyaan Ali. Tapi, apa yang mereka bicarakan tentang aku?

"Udah lah, Dahlia temenin Abang beli camilan sama kopi didepan biar ga salah beli!" Ajak Ali pada Dahlia. Dengan naifnya Dahlia beranjak dari kursi dan  berjalan keluar mengikuti Ali.

Mataku berputar-putar melihat sekitar studio aku tak bisa berhenti memainkan jari-jariku, seakan ingin kabur saja karena tak ada alasan aku untuk tetap duduk disini berduaan dengan Devan. Musik slowrock yang sudah lama tak pernah ku dengar sekarang menggema ditelingaku. Menggugah memori yang telah lama aku kubur dalam-dalam. Devan mendekat dan duduk tepat di sampingku.

"Lu ngapain kesini?" Suara beratnya yang sangat lembut membuatku sulit bernafas.

Aku menjelaskan padanya ini hanya kebetulan dan tidak berniat sama sekali untuk membuntuti dia. Devan mulai mencair setelah membatu beberapa bulan. Devan berkata bahwa Ali telah menjelaskan semuanya, semua yang aku ceritakan tempo hari kepada Ali ternyata telah sampai ke telinga Devan. Awalnya sedikit canggung membicarakan hal ini tapi sepertinya  pemikiran Devan mulai terbuka.

"Maafin gua Rin!" Ucapnya sambil bersimpuh dihadapanku.

Aku mengangguk kecil, rasanya  seperti mimpi karena tak pernah sedikitpun terpikir olehku malam ini bertemu dengannya. Aku menyinggung tentang Hanna pada Devan, kemudian dia menjelaskan bahwa hubungannya tak jelas 2 minggu terakhir ini semenjak kunjungan teman Hanna dari Australia, Hanna jadi berubah. Tetapi Devan juga bersyukur karena bisa lepas dari Hanna karena Devan tak begitu nyaman dengan Hanna. Seperti yang aku perkirakan, Hanna hanya pelampiasan Devan saja.

Jari kelingking bertaut, bendera putih dikibarkan. Pertanda aku dan Devan telah berdamai. Ali dan Dahlia kembali dengan membawa kopi dan makanan. Suasana jadi hangat karena sekarang tak ada perang dingin lagi. Tengah malam aku pulang dengan Dahlia tapi Devan menginap di studio Ali dan tidak pulang. Malam ini aku tidur berselimutkan kebahagiaan, semoga masih ada harapan antara aku dan Devan.

KARINA & DEVAN [COMPLITED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang