BAB 3 LITTLE BO-PEEP

264 36 0
                                    

KEDUA mobil itu nyaris saling membentur. Tinggal beberapa senti saja yang memisahkan bumper sedan kelabu dan badan Rolls-Royce yang berkilauan. Dengan cepat tapi tanpa melupakan martabat, Worthington keluar, menyongsong laki-laki kecil bermata tajam yang muncul bergegas-gegas dari belakang setir mobil sedan.

"Kalau jalan kenapa tidak lihat baik-baik. Kunyuk?" sergah laki-laki kecil itu. Worthington menegakkan diri. Pemandangan yang mengesankan, mengingat tingginya yang mendekati dua meter

"Bung," katanya dengan tenang, "saya tadi menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Anda yang masuk kemari secara gila-gilaan. Jika mobil ini tadi sampai rusak, Anda akan merasakan akibatnya."

Dari cara Worthington mengucapkan kata-kata itu diketahui bahwa ia tidak asal ngomong saja. Dan laki-laki kecil berpakaian baru tapi menyolok langsung mundur selangkah.

"Hati-hati kalau bicara!" gerutunya. "Aku tidak mau dikurangajari pelayan."

"Jangan sebut saya pelayan," kata Worthington. Ia masih tetap tenang. "Rupanya Anda perlu saya hajar."

Ia mengulurkan tangan, seolah-olah hendak menyentakkan kelepak jas lawan bicaranya. Orang itu buru-buru menyelipkan tangan ke balik jas. Tapi pada saat itu pintu belakang sedan terbuka. Seorang laki-laki bertubuh besar keluar. Pakaian yang dikenakannya nampak bermutu.

Barang mahal!

"Adams!" katanya. "Masuk kembali ke mobil!"

Nada suaranya ketus. Ia berbahasa Inggris yang agak dipengaruhi logat Perancis. Kumis tipis menghias bibir atasnya, sedang di sudut bibir nampak tahi lalat kecil.

Supir sedan ragu-ragu sesaat. Mukanya cemberut tapi kemudian ia masuk kembali ke mobil, di mana masih ada seorang laki-laki lagi. Orang itu besar, bertampang jelek. Ia cuma melihat saja. Tanpa berbuat apa- apa, sedang laki-laki yang berpakaian mewah maju menghampiri Worthington.

"Maaf, supir saya tadi ceroboh," katanya. "Untung saja mobil indah ini tidak sampai kena tubruk. Kalau sampai terjadi, saya takkan bisa memaafkan diri saya. Nah, bisakah saya bicara sekarang dengan majikan Anda?"

Sampai saat itu baik Jupiter maupun Pete tidak sempat berkutik, karena kejadian berlangsung begitu cepat. Tapi kini Jupiter keluar dari mobil.

"Anda hendak bicara dengan saya?" katanya. Laki-laki berpakaian mewah itu kelihatan kaget. "Anda - eh - kau pemilik mobil ini?" tanyanya.

"Untuk saat ini - ya," jawab Jupiter santai. Sewaktu kecil ia biasa tampil dalam acara-acara televisi. Karena itu sudah cukup pengalamannya dalam

akting. Ini menolongnya dalam menghadapi hampir setiap situasi. Ia menyambung. "Mungkin pada suatu waktu akan saya ganti."

"O, begitu." Teman bicaranya nampak agak ragu. "Kalau saya boleh bertanya - Anda ini teman Mr. Fentriss? Saya hendak mengunjunginya saat ini."

"Ya - bisa dikatakan saya temannya," kata Jupiter lagi. Pete yang memperhatikan, mau tidak mau terpaksa juga mengagumi gaya santai yang dipamerkan kawannya. Jupiter memang tahu bagaimana caranya menghadapi orang dewasa. "Kami baru saja dari sana."

"Kalau begitu tentunya Anda bisa mengatakan bagaimana perkembangannya dengan urusan burung nurinya. Billy Shakespeare," kata orang itu lagi.

"Masih belum diketemukan," jawab Jupiter. "Mr. Fentriss sedih sekali karenanya."

"Lho - burung itu hilang?!" Tapi tampang orang itu tidak menunjukkan gerak perasaan. "Sayang! Dan sampai sekarang belum terdengar kabar mengenainya?"

(02) TRIO DETEKTIF : MISTERI NURI GAGAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang