JUPITER Jones duduk di belakang meja di Markas Besar, dihadapi Pete dan Bob. Jupiter sibuk berpikir, sementara kedua rekannya itu menunggu dengan sabar. Mereka baru saja selesai melaporkan pengalaman mereka sehari itu.
Ketiga-tiganya sama-sama capek, karena Jupiter juga sibuk sehari penuh mengawasi perusahaan paman dan bibinya. Sedang Bob dan Pete, walau mereka sudah sempat pulang dan makan malam sebelumnya, masih tetap merasa lelah sehabis mengalami kejadian-kejadian menegangkan hari itu.
Akhirnya Jupiter membuka mulut.
"Rolls-Royce kita yang berlapis emas, sudah dua kali menyebabkan jejak kita bisa diketahui orang," katanya. "Itu harus menjadi pelajaran bagi kita. Dalam mengadakan pelacakan, sebaiknya jangan sampai kita menarik perhatian disebabkan oleh sarana pengangkutan, penampilan ataupun tingkah laku kita."
"Cuma itu saja yang hendak kaukatakan?" tukas Pete. "Padahal kami tadi sudah berhasil mengumpulkan semua nuri - kita sudah nyaris berhasil mengetahui seluruh pesan yang ditinggalkan oleh John Silver, mengenai di mana ia menyembunyikan lukisan itu - lalu tiba-tiba - bumm, semuanya lenyap! Kini burung-burung itu ada di tangan Huganay. Segala petunjuk ada padanya. Dan mungkin sekarang lukisan itu juga sudah ditemukannya."
"Burung-burung itu tentunya kaget sekali karena segala kejadian yang mereka alami," kata Jupiter. "Jadi kurasa Mr. Huganay tentunya belum berhasil membujuk mereka supaya mau bicara."
"Tapi pada suatu saat nanti pasti berhasil juga," kata Bob dengan suram. "Dia kelihatannya bukan orang yang gampang menyerah. Biar burung nuri, pasti dia akan berhasil memaksanya membuka mulut."
"Walau begitu, dengannya kita akan mendapat waktu sedikit," sambut Jupiter.
"Tapi untuk apa?" tanya Pete. "Betul kita sudah mengetahui empat bagian dari seluruh pesan yang ditinggalkan oleh Mr. Silver, tapi yang kita perlukan ketujuh-tujuhnya. Sedang burung-burung itu takkan bisa kita peroleh lagi. Pasti tidak, karena sudah ada di tangan laki-laki yang bernama Huganay itu."
"Kau benar," kata Jupiter setelah termenung agak lama. "Apa boleh buat, kita harus menerima kenyataan. Kita tidak berhasil memperoleh kembali nuri milik Mr. Fentriss. Kita juga tidak berhasil memulangkan nuri kepunyaan Miss Waggoner. Kita tidak berhasil dalam membantu Mr. Claudius memperoleh kembali lukisan yang disembunyikan John Silver.
Kita gagal! Usaha kita sama sekali tidak berbuah."
"Kita bahkan tidak bisa menonjok Skinny Norris," gerutu Pete. "Anak itu lari! Kata juru masak keluarganya, dia ke luar kota untuk beberapa minggu, mendatangi sanak-keluarga di kota lain. Terus terang saja, dalam segala hal kita macet."
Ketiga remaja itu termenung-menung selama beberapa menit. Kemudian Jupiter mengangguk.
"Ya," katanya, "kini aku tidak melihat jalan lagi, bagaimana kita bisa menemukan kembali burung-burung nuri yang lenyap, atau mengetahui ketiga bagian dari pesan John Silver yang belum kita dengar. Seperti kau bilang tadi, kita macet. Penyelidikan kita terbukti percuma saja." Kesunyian yang menyusul setelah itu, hanya dipecahkan oleh Blackbeard yang sedang asyik makan biji bunga matahari. Akhirnya Bob mendesah.
"Sayang kita tidak bisa menyuruh Captain Kidd, Sherlock Holmes, dan Robin Hood bicara ketika semuanya masih terkumpul," katanya. "Coba kalau bisa, kini kita akan sudah mengetahui seluruh pesan."
"Robin Hood."
Suara itu terdengar dari arah atas kepala mereka. Nampak Blackbeard menelengkan kepala ke bawah, memandang ketiga remaja itu. Seperti biasa, sikapnya seolah-olah sedang mengikuti pembicaraan mereka.
Burung itu mengepak-ngepakkan sayap.
"Aku Robin Hood!" katanya dengan jelas. "Kutembakkan anak panah sebagai perlambang, seratus langkah ke barat ia melayang."
Tiga wajah remaja mendongak dengan serentak. "Kalian dengar katanya itu?" tanya Pete. "Jangan-jangan -" Bob menelan ludah karena gugup. "Hati-hati, jangan sampai dia kaget!" kata Jupiter. "Coba kita lihat, mungkin dia mau mengulanginya lagi. Robin Hood!" sapanya, Halo, Robin Hood!"
"Aku Robin Hood!" kata burung beo itu dengan suara serak tapi jelas. "Kutembakkan anak panah sebagai perlambang, seratus langkah ke barat ia melayang." Setelah itu ia mengepak-ngepakkan sayap lagi.
Pete Crenshaw menelan ludah. Bahkan Jupiter pun nampak kaget dan kagum.
"Ingat," bisiknya. "Menurut Carlos waktu itu, burung ini biasanya bertengger di atas bahu Mr. Silver, pada saat orang itu melatih burung- burung nuri."
"Ya, sekarang aku ingat lagi!" kata Bob bersemangat. "Ketika kita baru saja memperolehnya, dia kan mengulangi pesan yang seharusnya disebutkan oleh Scarface: 'Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol'. Cuma waktu itu kita belum tahu, itu kalimat yang sebenarnya merupakan bagian Scarface. Burung beo kadang-kadang memang lebih pintar bicara daripada nuri. Sedang burung beo yang ini, kelihatannya pintar sekali. Mungkin -"
"Kita coba saja," potong Jupiter. Disodorkannya sebiji benih bunga matahari yang besar pada Blackbeard.
"Sherlock Holmes," kata Jupiter lambat-lambat. "Halo, Sherlock Holmes."
Blackbeard menanggapi sebutan nama itu dengan kalimat-kalimat yang sudah pernah didengar olehnya. Ia mengepak-ngepakkan sayap, lalu berbicara dengan logat Inggris yang sangat kentara. "Anda kenal metodeku, Watson. Tiga tujuh menuju ke tiga belas."
"Cepat - catat kata-kata itu, Bob," desis Jupiter. Tapi ia sebenarnya tidak perlu menyuruh lagi, karena Bob sudah sibuk mencatat. Sementara itu Jupiter mencoba lagi.
"Captain Kidd," bujuknya. "Halo, Captain Kidd." Disodorkannya lagi satu biji bunga matahari pada Blackbeard. Burung itu makan dengan lahap, lalu mengatupkan paruh.
"Aku Captain Kidd," katanya. "Lihat di bawah batu di balik tulang untuk menemukan kotak tak berkunci."
"Astaga!" Pete Crenshaw melongo karena kagum. "Burung ini ternyata tape recorder bersayap! Ternyata ketujuh bagian pesan itu diketahui semua olehnya!"
"Sebetulnya aku sudah mengira begitu ketika ia mengucapkan pesan yang merupakan bagian burung lain," kata Jupiter dengan nada jengkel. "Pesan Scarface, seperti kata Bob tadi."
Kini Blackbeard sudah benar-benar timbul semangatnya. Begitu mendengar nama Scarface, ia mengepak-ngepakkan sayap lagi.
"Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol," jeritnya. "And that's a lead pipe cinch. Ha-ha-ha!" Kalimat terakhir itu merupakan kiasan, artinya 'Dan itu gampang sekali'. Sedang ha-ha-ha tetap berarti ha-ha-ha!
Blackbeard tertawa seolah-olah baru saja menceritakan lelucon yang kocak sekali. Tapi ketiga remaja itu tidak begitu mempedulikannya lagi. Bob sibuk mencatat. Setelah beberapa saat menulis, disodorkanya hasil catatan itu pada Jupiter.
"Nah - sudah kutulis ketujuh bagian pesan John Silver," katanya. Pete menghampiri Jupiter, lalu kedua remaja itu membaca catatan Bob.
PESAN JOHN SILVER (Lengkap)
Little Bo-Peep (Bagian 1): Little Bo-Peep kehilangan domba dan tidak tahu ia harus dicari di mana. Hubungi Sherlock Holmes!
Billy Shakespeare (Bagian 2): To-to-to be or not to-to-to be, thatis the question.
Blackbeard (Bagian 3): Aku Blackbeard si Bajak Laut, dan hartaku kupendam di tempat orang mati menjaganya terus! Yo-ho-ho dan tuak satu botol!
Robin Hood (Bagian 4): Kutembakkan anak panah sebagai perlambang, seratus langkah ke barat ia melayang. Sherlock Holmes (Bagian 5): Anda kenal metodeku, Watson. Tiga tujuh menuju ke tiga belas. Captain Kidd (Bagian 6): Lihat di bawah batu di balik tulang untuk menemukan kotak tak berkunci. Scarface (Bagian 7): Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol. Dan itu gampang sekali! "Ya, betul," kata Pete. "Kini pesannya sudah lengkap. Cuma masih ada yang kurang. Soal sepele." "Apa itu?" tanya Bob.
"Kita harus menyelidiki makna pesan itu," kata Pete.
KAMU SEDANG MEMBACA
(02) TRIO DETEKTIF : MISTERI NURI GAGAP
Science FictionBob mengalihkan perhatian mempelajari catatan-catatan yang dibuatnya tentang urusan yang sedang diselidiki saat itu. Bob memberinya judul "Misteri Nuri Gagap". Ada sesuatu yang agak terasa mengganjal perasaannya. Bukan, bukan itu! Tapi masih ada lag...